Negeri ini memperingati Hari Pendidikan Nasional setiap 2 Mei. Dalam peringatan tahun ini, pemerintah menetapkan tema peringatan Hardiknas mengambil tema “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar”. Pada momen ini, Mei 2024 juga dicanangkan sebagai bulan Merdeka Belajar.
Di tengah-tengah semangat dan gelora menjadikan Kurikulum Merdeka (Kurmer) sebagai Kurikulum Nasional, kita perlu melakukan refleksi tentang seberapa hebat kurikulum ini mampu membentuk generasi harapan, yaitu generasi berkualitas, bertakwa, dan berkarakter mulia. Hal itu mengingat bahwa suksesnya pendidikan tidak sebatas dilihat dari capaian-capaian dalam bentuk angka dan materi. Pendidikan yang berhasil akan fokus pada prosesnya dan yang lebih utama adalah bagaimana generasi ini terdidik dengan benar sehingga tujuan mulianya dapat terealisasi.
Refleksi Hardiknas
Pandemi menghantam semua segi. Dinamisasi kehidupan menjadi layu dan melemah. Termasuk di bidang pendidikan, dimana kelesuan nampak pada aspek pembelajaran. Guna mendukung pemulihan pembelajaran pascapandemi, pada 2020 dicetuskanlah Kurikulum Prototipe. Kurikulum ini kini telah berganti nama menjadi Kurikulum Merdeka. Kurikulum terbaru ini dipandang lebih fleksibel dan fokus pada materi esensial dan pengembangan karakter serta kompetensi peserta didik. Karakteristik utama dari kurikulum ini nampak pada aspek berikut.
Pertama, berfokus pada materi esensial, diharapkan pembelajaran lebih mendalam. Kedua, waktu lebih banyak untuk alokasi pengembangan kompetensi dan karakter. Hal itu dilakukan melalui belajar kelompok seputar konteks nyata (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Ketiga, capaian pembelajaran per fase dan jam pelajaran yang fleksibel mendorong pembelajaran yang happy, relevan dengan kebutuhan pelajar dan kondisi satuan pendidikan. Keempat, memberikan fleksibilitas bagi pendidik dan dukungan perangkat ajar dan melaksanakan pembelajaran berkualitas. Kelima, mengedepankan gotong royong dengan seluruh pihak untuk mendukung implementasi Kurikulum Merdeka. (Sumber: Situs Kemdikbud).
Implementasi kurikulum baru ini di lapangan selama empat tahun memang meningkatkan nilai PISA dengan adanya peningkatan skor literasi dan numerasi siswa. Namun yang selalu luput dari perhatian utama pemerintah ialah mampukah kurikulum merdeka ini menjawab problematika pendidikan yang utama yaitu kerusakan generasi?
Dunia pendidikan hari ini masih diliputi problem kerusakan generasi. Asesmen Nasional 2021/2022 yang muncul dalam bentuk Rapor Pendidikan 2022 dan 2023, menyajikan hasil yang bikin tercengang. Sebanyak 24,4% peserta didik mengalami berbagai jenis perundungan (bullying). Sementara itu, menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), ada 30 kasus bullying sepanjang 2023. FSGI juga mencatat sepanjang 2023, ada 46,67% kekerasan seksual terjadi di sekolah dasar. Angka-angka ini baru yang tampak, dimana belum kasus terlaporkan.
Diimplementasi dan dikembangkan selama empat tahun, adakah Kurmer mampu menjawab persoalan kritis yang tengah dihadapi pendidikan? Misalnya kasus perundungan, kekerasan seksual, pergaulan bebas, hingga kehamilan di luar nikah. Semakin banyaknya siswa yang mengajukan dispensasi untuk menikah akibat kehamilan menunjukkan rusaknya pergaulan pada tingkatan parah. Semakin ke sini, terbaca jelas bahwa generasi kita makin jauh dari karakter dan akhlak mulia.
Apakah Kurmer juga mampu membentuk karakter mulia yang sangat diharapkan ada pada diri generasi hari ini? Di atas kertas terjadi peningkatan capaian belajar, namun bukankah capaian ini bersifat kuantitatif? Sedangkan capaian kualitatif berupa karakter dan kepribadian mulia masih sangat jauh dari harapan kita. Meski kurikulum di negeri ini telah berganti sebanyak sebelas kali, namun azasnya saya, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Itulah landasan yang bernama kapitalisme sekuler. Orientasi kurikulum yang berbasis materi ini menjadikan tujuan pendidikan menjadi kehilangan arah.
Realitas pendidikan hari ini
menunjukkan hal yang memprihatinkan. Bahwa semua komponen pendidikan, baik pimpinan sekolah, guru maupun siswa terlibat dalam kemaksiatan seakan sudah biasa. Rekrutmen kepala sekolah di beberapa daerah yang berbasis besarnya dukungan finansial dan bukan semata kompetensi, merupakan bukti dari adanya sistem yang rusak. Kasus guru yan melakukan merudapaksa siswanya, siswa membuli temannya, lalu orang tua yang melaporkan guru hanya karena tidak terima sang anak ditegur gurunya. Parahnya lagi, ada siswa menganiaya guru hingga orang yang mendidiknya itu menemui ajalnya. Kriminalitas di dunia pendidikan masih kerap terjadi. Dengan berbagai masalah ini, apakah Kurmer telah mampu menuntaskan problematika yang sedemikian rumit ini? Lalu bagaimana solusinya dan dimana tempat mencari solusi itu?
Islam, Masa Depan Program Pendidikan
Islam bukanlah sekedar agama, namun juga merupakan sistem kehidupan yang komprehensip. Sepanjang penerapannya, Islam telah menjelma menjadi satu-satunya sistem yang mampu melahirkan generasi cerdas, terdepan dan beradab. Islam menempatkan pendidikan sebagai modal dasar membangun peradaban. Pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki karakter (1) berkepribadian Islam, (2) menguasai pemikiran Islam dengan andal, (3) menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi), (4) memiliki keterampilan yang tepat dan berdaya guna.
Kurikulum pendidikan Islam dibangun berdasarkan akidah Islam. Mata pelajaran dan metodologi pengajaran diselaraskan dengan asas tersebut. Guru harus memiliki kepribadian dan akhlak yang baik, menjadi contoh dan geladan bagi para siswa. Peran guru bukan sekadar mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi ia juga pembimbing yang membantu siswa dalam tumbuh kembang kepribadian dan intelektualitasnya.
Agar guru bisa menhalankan tugasnya secara baik dan profesional, selain memiliki ijazah standar, mereka akan dibekali pelatihan untuk meningkatkan kompetensi, sarana dan prasarana yang menunjang metode dan strategi belajar. Juga jaminan kesejahteraan sebagai tenaga profesional, yakni gaji yang memadai.
Negara menempati posisi yang strategis sebagai penyelenggara utama pendidikan. Negara berkewajiban mengatur segala aspek terkait pendidikan, mulai dari kurikulum hingga hak mendapat pendidikan yang layak bagi setiap warga negara. Sarana dan prasarana sekolah hingga kesejahteraan guru pun dijamin oleh negara. Hal-hal pokok seperti ini tidak kita temui pada negara yang mengadopsi sistem sekuler kapitalisme sebagai ideologinya.
Merdeka Belajar merupakan produk dari ketidakjelasan arah pendidikan hari ini. Ketika terdapat problem serius krisis karakter generasi, malah dijawab dengan Kurikulum Merdeka yang konsepnya belum menyentuh masalah pokok pendidikan.
Negeri ini telah 11 kali berganti kurikulum, namun problem pendidikan masalah masih berkelindan belum kelar untuk diurai dengan tuntas. Karenanya, untuk menyolusi problem pendidikan, semestinya negeri ini mengambil Islam sebagai solusi mendasar. Mengapa demikian?
Bukti gemilangnya sistem pendidikan Islam adalah lahirnya ilmuwan-ilmuwan muslim yang mahir dalam ilmu dunia, namun juga piawai dalam ilmu agama. Dari sistem pendidikan islam, lahirlah dokter yang sekaligus ahli fikih. Selain ahli ilmu terapan, sebagian besar juga faqih fiddin, seperti Al-Farabi, Al-Khawarizmi, Jabir Ibni Hayyan, Ibnu Sina dan lainnya. Mereka adalah ilmuwan yang pribadinya dipenuhi dipenuhi dengan iman dan takwa.
Tidak ada satu sistem pendidikan mana pun selain Islam yang mampu membawa peradaban cemerlang. Unggul dalam sumber daya manusianya juga ilmu yang dicapainya. Mencari solusi atas problem pendidikain, saatnya pemerintah berbenah secara mendasar, yakni menerapkan sistem pendidikan Islam secara sempurna.