Student loan diwacanakan menjadi salah satu solusi untuk mengatasi meroketnya UKT. Meski masih wacana, skema pinjaman pendidikan ini masih berpeluang berlanjut. Dalam agenda rapat di DPR bersama Komisi X, Selasa (21/5/2024) pekan lalu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, menyatakan wacana student loan masih dalam tahap pembahasan di Kemendikbud. Dia juga menambahkan bahwa saat ini, wacana tersebut bakal dibahas cukup panjang bersama kementerian di luar bidang pendidikan. (Tirto.id, 29/05/2024).
Ide student loan sudah ada sejak 2018. Kala itu pemerintah menginisiasi pinjaman dana bagi mahasiswa ini untuk mengatasi biaya kuliah yang makin tinggi. Namun seiring waktu, skema pinjaman untuk mahasiswa ini terus mengemuka usai riuhnya kenaikan UKT secara besar-besaran. Pemerintah sendiri masih menggodok rencana ini. (Tempo, 23/05/2024).
Jauh sebelumnya, skema student loan sudah pernah diterapkan di negeri ini pada 1982, bernama Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI). Mahasiswa yang menyelesaikan 110—120 SKS bisa mengajukan KMI. Ada batasan jumlah pinjaman KMI yatu maksimal Rp750 ribu/tahun (S1), Rp1,5 juta (S2), dan Rp2,5 juta (S3), dengan bunga 6% per tahun.
Mereka diberi tempo selama 10 tahun untuk melunasi utangnya. Ijazah pun menjadi jaminan mahasiswa yang mengajukan KMI. Realitasnya, setelah berjalan sekian tahun, program tersebut berujung kredit macet, gegara banyak mahasiswa yang tidak bisa melunasi pinjaman. (Detik News, 290/01/2024).
Lingkaran Setan
Beberapa bank, seperti BCA, BNI, dan BSI, menyambut hangat wacana tersebut. Ketiga bank ini menyatakan akan mendukung jika memang student loan jadi diterapkan. Tentu saja lembaga keuangan ini menyambut baik. Karena namqnya bisnis jual beli uang, pinjaman harus mendapat untung yang didapat dari binga pinjaman.
Meski program ini bunganya kecil, tetap saja ini menjadi peluang bisnis bagi perbankan. Lembaga keuangan seperti bank pasti membuka berbagai program untuk menarik nasabah semaksimal mungkin agar bisnis keuangan terus berputar. Bagi mahasiswa , meski nampaknya program ini membantu hal pembiayaan, namun justru memberatkan mereka. Karena namanya utang, mereka harus mengembalikan pinjaman tersebut plus bunga. Setelah lulus pun, belum ada jaminan mereka langsung bisa kerja mengingat sempitnya lapangan pekerjaan.
Selain itu, terlibat student loan juga membuat anak muda terjerat utang berbunga pada usia produktifnya. Setelah lulus kuliah, bisa jadi mereka yang harus menanggung keluarga bila selepas kulian mereka menikah
Di sisi lain, jumlah mahasiswa yang orang tuanya mampu bayar UKT, sangat jauh lebih sedikit daripada yang tidak mampu. Artinya, program pinjaman ini akan menjerat mayoritas mahasiswa. Kondisi ini mungkin membawa untung bagi pihak bank, tetapi para mahasiswa bisa jadu malah buntung.
Ancaman kredit macet juga bisa terjadi. Dengan belajar dari pengalaman negara lain, skema student loan juga membuat rakyat selalu dikejar-kejar utang. Mereka terhalang untuk bisa menikmati hidup, yang harusnya tinggal merasakan jerih payah kerja, mereka masih dibebani pelunasan utang. Membuka hutang berbunga bagi mahasiswa merupakan lingkaran setan yang akan menyeret mereka pada kesulitan.
Lebih dari itu, solusi ini akan membelokkan arah perjuangan mahasiswa. Dengan kemampuan intelektual dan karakter kekritisannya, yang berpeluang menempati posisi agent of change mereka berubah menjadi “agent of money”. Orientasi mereka kuliah belok untuk mendapatkan nilai bagus, mendapat ijazah dan mendapatkan pekerjaan, lalu gajinya bisa untuk membayar utang. Mereka tidak akan sempat memikirkan masalah yang ada rakyat dan masa depan bangsanya.
Solusi Tambal Sulam
Student loan merupakan solusi tambal sulam. Pada era kapitalistik saat ini, semua diukur berdasarkan materi, tak terkecuali masalah pendidikan. Terdapat aturan dalam Pasal 76 ayat 1 UU Dikti 12/2012 bahwa instansi, baik pemerintah maupun perguruan tinggi, tidak boleh menerapkan bunga pinjaman kepada mahasiswa. Nampaknya aturan ini hanya sebatas formalitas. Saat pemerintah tidak mau terbebani naiknya UKT yang ugal-ugalan itu lalu mencari cara agar mahasiswa tetap bisa membayar UKT. Prakteknya, memerintah menggandeng pihak ketiga yang dengan itu mahasiswa tetap dibebani bunga pinjaman.
Penerapan sistem kapitalisme telah membuat kebanyakan masyarakat jatuh pada riba dan hidup sengsara. Perekonomian yang sulit akibat kekayaan hanya berputar pada para pemodal, membuat orang miskin tak berdaya. Pendidikan yang merupakan hak seluruh masyarakat Indonesia, realitasnya berlaku untuk orang berduit saja.
Inilah komersialisasi pendidikan. Pendidikan menjadi komoditas bisnis yang diperjualbelikan. Rakyat dipaksa sistem untuk merogoh kocek lebih dalam untuk memperoleh pendidikan. Berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah tidak menjadikan memudahkan rakyat, justru menyeret mereka dalam jerat utang. Perubahan PT menjadi Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTBH) memaksa kampus harus mendapatkan penghasilan berimbas pada melangitnya biaya kuliah yaitu UKT.
Nampak bahwa negara tidak bisa memenuhi tugasnya sebagai pengurus urusan masyarakat. Teori good governance berhasil membelokkan peran negara dari pengurus urusan umat menjadi fasilitator semata.
Penerapan kurikulum pendidikan yang sekuler juga tak bisa dipisahkan. Kurikulum yang menganulir peran agama ini telah menciptakan generasi yang lemah iman hingga kacau hal konsep rezeki. Buktinya, mereka lebih memilih solusi praktis dengan mengambil transaksi haram yaitu pinjaman ribawi. Generasi emas yang diidam-idamkan kelak, berubah menjadi generasi cemas karena terlilit utang. Lantas, mau dibawa ke mana arah pendidikan kita?
Tanggungjawab Negara
Pendidikan merupaka kebutuhan dasar masyarakat dan menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya. Islam mempunyai konsep yang jelas dan jernih tentang ini, tergambar dalam skema berikut.
Pertama, diwajibkan bagi pemimpin Islam menerapkan sistem Islam dan menjadikan akidah Islam sebagai landasan. Kedua, negara wajib menerapkan sistem ekonomi Islam yang di dalamnya ada pengelolaan keuangan yang berbasis baitulmal. Kas negara didapat dari jizyah, fai, kharaj, ganimah, hingga pengelolaan SDA. Kas itulah yang nanti akan dipakai untuk membiayai pendidikan seluruh masyarakat.
Ketiga, sistem ekonomi Islam melarang adanya praktik riba. Karena pendisikan menjadi tanggungjawab negara, maka negara akan memberikan fasilitas tersebut secara gratis. Keempat, negara akan menerapkan kurikulum pendidikan Islam sehingga terbentuk generasi yang berkepribadian Islam, yaitu berpola pikir dan pola sikap Islam. Ketika lulus, keinginan mereka adalah mengabdikan ilmu dan menjadi orang yang bermanfaat di masyarakat, bukan sekadar lulus untuk kerja mencari uang.
Kelima, negara akan membuka dan memperluas lapangan kerja agar para outputnya tidak menganggur, terlebih yang laki-lak yang kelak bakal menjadi kepala rumah tangga. Dengan penerapan yang menyeluruh ini, negara akan mengantarnya pendidikan ke arah yang benar, yaitu membentuk generasi unggul gemilang.