IKN, Antara Kolonial Dan Neokolonialisme

Terbaru65 Dilihat

Cukup viral tentang penuturan Presiden RI Jokowi bahwa dirinya kerap dibayang-bayangi oleh bau kolonial selama menempati Istana Kepresidenan Jakarta di Bogor.  Hal tersebut dituturkan  saat memberi arahan kepada para kepala daerah di Istana Negara,  Selasa (13-8-2024). Menurutnya, istana di Jakarta tersebut merupakan peninggalan penjajah Belanda dan Indonesia harus punya istana kepresidenan sendiri, bukan istana sisa penjajahan.

Realitas Kolonialisme

Berbicara soal penjajahan atau kolonialisme, sebenarnya bukanlah semata soal fisik bangunan yang itu warisan dari siapa. Namun  terkait erat  tindakan yang diambil oleh pemerintah kepada rakyat yang merupakan aktifitas menjajah atau sebaliknya.

Realitasnya, kepemimpinan rezim Jokowi  mengeluarkan banyak kebijakan yang  justru bukan untuk kepentingan masyarakat. Kebijakan itu bahkan merampas hak rakyat dan  lebih memihak oligarki,  termasuk pemodal Asing.

Banyak undang-undang, aturan, kebijakan yang  merampas hak rakyat, dan menzalimi mereka. UU Migas telah membuat eksploitasi sumber daya alam besar-besaran lebih parah dari pada eksploitasi yang dilakukan kolonial Belanda. Eksploitasi SDA dilakukan bukan untuk kesejahteraan rakyat, namun untuk dinikmati oleh segelintir oligarki dan korporasi asing yang sangat rakus. Sampai-sampai mereka diberikan konsensi pengelolaan SDA kepada asing. Inilah wajah penjajahan gaya baru (Neokolonialisme) yang tampak selama ini.

Kolonialisme didefinisikan senbagai suatu sistem yang dimiliki suatu negara yang digunakan untuk menguasai rakyat dan sumber daya negara lain, tetapi masih tetap berhubungan dengan negara asal tersebut.

Pemimpin Dalam Sistem Islam

Di dalam Islam pemimpin atau imam disebut khalifah. Ia adalah seseorang yang mengurusi rakyat. Penguasa adalah pengurus umat (raa’in). Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. dalam hadis riwayat Bukhari yang artinya, ‘Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.

Dengan kapasitas tersebut, penguasa dalam sistem Islam akan menyibukkan dirinya untuk mengurus urusan rakyatnya, agar seluruh urusan tersebut diatur dengan hukum dan aturan Allah Taala. Kepemimpinan ini akan mengantarkan kepada kesejahteraan masyarakat secara luas. Tak layak dalam sistem Islam,  penguasa  merampas tanah milik rakyatnya sendiri, kemudian sibuk membangun gedung istana  demi ambisi dan harga diri.

Dalam Islam, seorang penguasa diharuskan memiliki beberapa karakter kepemimpinan, seperti takwa, lemah lembut terhadap rakyat dan tidak menimbulkan antipati. Sifat takwa dalam diri penguasa dan dalam kepemimpinannya terhadap umat akan melindunginya dari kejahatan tirani dan dari keinginan merampas hak-hak rakyatnya.

Muslim dan Ahmad, meriwayatkan dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya, ia berkata, “Dahulu jika Rasulullah saw. mengangkat seorang pemimpin atas pasukan. Beliau berpesan kepadanya dengan ketakwaan kepada Allah dalam dirinya sendiri agar ia memperlakukan kaum muslim yang bersamanya dengan baik.

Jika seorang penguasa, ia bertakwa, takut kepada Allah, dan selalu merasa diawasi oleh-Nya dalam keadaan rahasia maupun terang-terangan, maka semua itu akan mencegahnya bersikap tirani terhadap rakyatnya. Allah Swt. juga memerintahkan penguasa agar bersikap lemah lembut dan agar tidak menyusahkan rakyat.

Terdapat hadis yang dikeluarkan Muslim yang diriwayatkan dari Aisyah, “Aku mendengar Rasulullah saw. berkata bahwa di dalam rumahku ini, ‘Ya Allah, barang siapa memimpin umatku, lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia. Barang siapa memimpin umatku, lalu ia bersikap lemah-lembut terhadap mereka, maka bersikaplah lemah-lembut terhadapnya.”

Pertanyaannya,  mungkinkah penguasa seperti itu lahir dari rahim sistem kapitalisme sekuler sebagaimana yang diterapkan hari ini? Jawabannya, pasti tidak. Justru sistem kapitalisme tersebut yang melahirkan penguasa yang jauh dari sifat takwa, tak takut berlaku buruk dan menyusahkan rakyatnya.

Hanya dalam sistem Islam yakni dalam negara Khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kafah yang akan melahirkan sosok-sosok penguasa dengan karakter sebagaimana yang ditetapkan dalam Islam.

Tinggalkan Balasan