Ramai-Ramai Gadaikan SK, Bukti Mahalnya Demokrasi

Terbaru49 Dilihat

Fenomera Ramai-ramai gadaikan Surat Keputusan (SK) pengangkatan mereka ke bank yang dilakukan oleh sejumlah Anggota DPRD di Jawa Timur Pascapelantikan
menarik perhatian.

Pengamat politik Universitas Brawijaya (UB) Prof. Anang Sujoko menilai hal ini sebagai fenomena yang bikin prihatin.

Berbiaya Mahal

Terdapat beban keuangan yang berat di pundak anggota DPRD terpilih itu. Beban ini muncul akibat mahalnya harga unruk proses demokrasi. Artinya perlu biaya besar untuk pemilu legislatif. Para caleg harus mengeluarkan biaya yang  hingga ratusan juta bahkan bisa melebihi angka satu miliar rupiah. Realitas seperti ini nyaris terjadi merata & seluruh negeri. Hai ini juga pilpres maupun pilkada.

Untuk menjadi seorang caleg, setiap kontestan wajib ain untuk menyediakan mahar, demi mendapat kursi pada salah satu parpol. Adapun untuk melakukan kampanye, sang caleg membutuhkan tim sukses yang bersedia untuk bekerja meloloskannya.

Belum lagi praktik jual beli suara yang tak bisa dihindari. Masyarakat pada umumnya hanya mencukupkan diri sebagai konstituen yang siap menunggu  amplop  “serangan fajar”. Praktik  money politic dalam sistem demokrasi telah menguras biaya yang tidak sedikit.

Jadilah SK sebagai senjata andalan yang dapat diuangkan guna memulihkan modal. Dengan menggadaikan sertifikat akan menjadi langkah kilat guna mengembalika mahar politik atau modal.

Gaya Hedon Wakil Rakyat

Masyarakat kapitalistik hari ini yang hidup dalam lingkup sistem sekuler melahirlan gaya hidup konsumtif. Demikian para wakil rakyat, mereka sama saja. Bahkan lebih hedon.  Banyak fakta yang menunjukkan betapa konsumerisme telah menjadi keboasaan keseharian para pejabat dan wakil rakyat.

Hidup dalam lingkungan tata sosial yang menempatkan  materi dan kemewahan sebagai ukuran kebahagiaan, membuat mereka memanfaatkan kekuasaan. Tqk jarang mereka ⁹ hidup berfoya-foya dari hasil bancakan berbagai proyek. Mendapatkan gaji fantastis dan gadaikan SK ternyata masih kurang untuk menopang gaya hidup mewah para wakil rakyat itu.

Lexing alias pamer harta, agaknya juga menjadi tren di tengah-tengah masyarakat.Tindakan tak terpuji ini justru lekat dengan perilaku para pejabat da keluarganya. Media berulang kali menyoroti hal ini sampai-sampai masyarakat terbiasa dengan suguhan gaya hedon para wakil rakyat.

Tak heran bila Nanjala Nyabola  anqlis politik dan penulis buku Digital Democracy, Analogue Politics, menyatakan bahwa Pemilu dalam sistem demokrasi tidak lebih dari sebuah bisnis besar.

Bekerja Untuk Rakyat Benarkah?

Kemewahan dan prestise sosial seakan merupakan hal  diburu oleh wakil rakyat, bisakah mereka menjadi perpanjangan suara rakyat?  Alih-alih bekerja untuk rakyat, para wakil rakyat ini akan balas budi yang telah menjadikan mereka sukses berada di kursi kekuasaan.

Mereka adalah ada para pemodal yang menopang modal awal untuk bursa kontestasi. Mereka adalah para oligarki yang ada di lingkaran kekuasaan. Begitu kursi kekuasaan mereka peroleh, bagi-bagi jatah kekuasaan pun terjadi. Adapun suara dan kepentingan rakyat sangat mudah untuk dilupakan.

Rakyat bisa melihat kalangan pengusaha dan penguasa berpegang erat dalam kolaborasi di sistem demokrasi ini. Itulah alasannya banyak regulasi pemerintah yang justru menguntungkan para korporat.

UU Ciptakerja, UU Penanaman modal, kebijakan reklamasi, serta akuisisi lahan masyarakat seperti yang terjadi di Rempang, hanyalah segelintir kisah pilu pengkhianatan para pejabat.
Jadi, kepentingan rakyat mana yang yang bisa diharapkan dari para pengkhoanat ini?

Para korporat yang kerap menganggap rakyat sebagai sandungan bagi berbagai kepentingannya, menggunakan pemerintah sebagai tameng. Demikian halnya pemerintah, yang seharusnya bekerja untuk rakyat, malah kerap berada di pihak yang berlawanan dengan kepentingan rakyat.

Wakil Rakyat Dalam Sistem Islam

Dalam sistem Islam terdapat istilah Majelis Umat yang merupakan bagi aspirasi rakyat.  Sebagai bagian dari struktur pemerintahan, Majelis Umat tegak atas landasan amar makruf nahi mungkar, yaitu dalam rangka melakukan fungsi kontrol bagi penguasa.

Majelis Umat ini berbeda dengan DPR yang ada dalam sistem demokrasi, yakni sebagai lembaga yang berwenang untuk membuat undang-undang.

Keimanan merupakan landasan dan motivasi dalam melaksanakan tugas di Majelis Umat. Dengan demikian, aspek kesadaran ini menutup celah praktik bisnis dan kepentingan bagi segelintir pihak. Islam benar-benar menanamkan pemahaman kepada siapa pun yang memiliki kedudukan untuk menjalankan perintah Allah Taala, bukan yang lain.

Allah Swt. berfirman, “Katakanlah, ’Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar, dan keluarkanlah aku dengan cara keluar yang benar, serta berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.’(QS Al-Isra’ [17]: 80).

Imam Ibnu Katsir menafsirkan dengan mengutip Qatadah, saat menjelaskan frase “kekuasaan yang menolong”, dengan mengatakan, “… untuk membela Kitabullah, menerapkan hukum-hukum Allah, melaksanakan hal-hal yang didiwajibkan Allah dan untuk menegakkan agama Allah.”

Teladan Pemimpin Dalam Islam

Role model pemimpin masa kini yaitu Umar bin Khaththab ra, merupakan pemimpin yang padanya menghujam rasa takut kepada Sang Khalik. Motivasi keimananlah yang membuatnya takut menggunakan harta negara untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz terkenal sebagai pemimpin yang dermawan dan sederhana. Pada masa pemerintahannya terwujud  kesejahteraan yang sempurna hingga para amil zakat kesulitan mencari  penerima zakat. Bandingkan dengan kondisi masyarakat di negari ini yang hidup dalam sistem demokrasi kapitalis sekuler.

Sosok pemimpin yang demikian memang tidak mungkin lahir dalam sistem sekuler. Jika dalam sistem demokrasi prestise para pejabat  adalah kesuksesan harta dan kemewahan dunia, maka dalam sistem Islam  sebaliknya.

Arah pandang sekuler kapitalisme yang ada hari ini telah membuat para pejabat menempatkan kekuasaan sebagai alat untuk memperkaya diri. Cara pandang ini  membuat praktik politik dalam sistem ini tidak lebih dari sekadar perputaran cuan para konglomerat yang jauh dari kemaslahatan takyat. Paradigma kapitalistik di kalangan para pejabat dan penguasa inilah yang harus diganti.

Saatnya, Islam hadir dengan konsep khasnya sebagai penyeledai dalam diskursus kepemimpinan hari ini. Di tengah maraknya pejabat yang berkhianat pada rakyat, Islam adalah satu-satunya sistem sahih yang akan melahirkan para pejabat yang amanah dan takut  pada Allah sebagai Al-Al-Mudabbir Khalik.

Tinggalkan Balasan