Tren Childfree dan Perubahan Cara Pandang Tentang Peran Mulia Ibu

Terbaru70 Dilihat

Fenomena gaya hidup childfree belakangan ini semakin mengemuka, terutama di kalangan perempuan muda. Berdasarkan data BPS terbaru, sekitar 8,2 persen perempuan Indonesia usia 15 hingga 49 tahun memilih tidak memiliki anak. Fenomena childfree ini meningkat di wilayah urban, dengan Jakarta mencapai angka tertinggi 14,3 persen. Tren ini semakin kuat pasca-pandemi Covid-19, dengan perempuan memilih fokus pada karier atau pendidikan karena ekonomi dan kesehatan  (rri.co.id/nasional,15/11/24).

Anggota Komnas Perempuan, Maria Ulfah Ansor, berpendapat bahwa setiap perempuan memiliki hak untuk menentukan pilihan hidupnya, termasuk memiliki anak. Menurutnya, hal ini merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati oleh semua pihak. “ Pro 3 RRI (rri.co.id/nasional/15/11/24).

Merujuk pada laman HeylawEdu, istilah childfree mengacu kepada keputusan seseorang ataupun pasangan untuk tidak memiliki keturunan atau tidak memiliki anak. Sementara, menurut Oxford Dictionary, istilah childfree merupakan suatu kondisi seseorang atau pasangan yang tidak memiliki anak karena alasan yang utama, yaitu pilihan.

Fenomena peningkatan
childfree secara signifikan,   membawa dampak besar terhadap perubahan cara pandang perempuan hal peran mereka dalam masyarakat. Ada banyak faktor yang memengaruhi keputusan ini, mulai dari pertimbangan ekonomi, kesadaran akan isu lingkungan, hingga gerakan kesetaraan gender dan hak-hak perempuan.

Motif Ekonomi

Pada 2022, sebanyak 8,2% perempuan usia subur di Indonesia atau sekitar 71.000 orang memilih secara sadar untuk tidak memiliki anak  dibandingkan sebelumnya (pada 2019, sebanyak 7,0% perempuan memilih childfree).  

Salah satu faktor  yang mendorong perempuan memilih childfree adalah masalah ekonomi. Biaya hidup yang kian melangit, beban pekerjaan dan karir menjadi alasan utama mengapa perempuan  enggan untuk memiliki anak. Mereka merasa bahwa memiliki anak akan mengurangi kesempatan  untuk berkembang terutama dalam dunia pekerjaan yang makin kompetitif.

Khawatir tidak mampu membiayai anak menjadi faktor pemicu sebagian pasangan  untuk menganut childfree. Alasan utama kesulitan ekonomi tersebut relevan dengan hasil dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2022, ternyata 57% perempuan childfree tidak terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi.

Isu Gender dan Pergeseran Cara Pandang

Gerakan feminisme telah membawa pengaruh yang beragam pada perubahan di segala bidang, termasuk mendorong  perempuan dan pasangan untuk memilih childfree. Konsep “my body is my choice”  telah diterima secara luas, hingga perempuan merasa memiliki hak penuh untuk memutuskan ingin memiliki anak atau tidak, tanpa harus memperhatikan tekanan sosial atau budaya.
Cara pandang perempuan tentang peran mereka dalam kehidupan telah bergeser dan berubah seiring dengan makin masifnya kampanye childfree. Bila dahulu, menjadi seorang ibu dianggap sebagai keberhasilan  dalam hidup perempuan, kini telah bergeser. Banyak perempuan yang merasa bahwa mereka lebih memiliki hak untuk mengejar karier, pendidikan, dan kebebasan pribadi tanpa harus terikat pada kewajiban keibuan.

Perubahan perspektif ini juga dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial  yang menggeser nilai-nilai agama dalam kehidupan. Dalam tatanan ini,  liberalisme dan kesetaraan gender menggeser pandangan. Bila dahulu peran keibuan dipandang sebagai puncak kebahagiaan seorang perempuan, sekarang telah berubah. Kini justru dianggap menghambat kemajuan dan partisipasi perempuan di masyarakat. Feminisme makin mendorong perempuan untuk mengambil keputusan. Terdapqt kecenderungan untuk mendefinisikan pilihan jalan hidup mereka secara mandiri, termasuk soal keputusan untuk tidak memiliki anak.

Pemuliaan Peran Keibuan

Islam menempatkan wanita pada posisi mulia dimana peran keibuan merupakan   bentuk penghormatan yang diberikan oleh Allah.   Rasulullah saw. menjelaskan dalam hadis sahih bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Bertolak belakang dengan pandangan sekuler yang menganggap peran ibu sebagai hal yang membebani perempuan.

Islam memberikan jaminan agar peran mulia ibu dapat dilaksanakan dengan baik. Jaminan itu berupa aneka hukum syariat yang memudahkan seorang wanita menjalankan peran keibuannya mulai dari mengandung, melahirkan, menyusui mengasuh hingga mendidik anak-anaknya. Islam tidak mewajibkan perempuan bekerja, namun memerintahkan setiap ayah dan wali untuk bekerja agar dapat menafkahi istri dan anak- anaknya. Seperti tertuang dalam ayat Al-Qur’an berikut, “Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf…” (QS Al-Baqarah [2]: 233).

Islam juga mengharuskan para ayah untuk memperlakukan para istri mereka dengan baik. Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik perlakuannya terhadap istrinya. Aku adalah yang terbaik perlakuannya terhadap istri di antara kalian.” (HR at-Tirmidzi dan Ibnu Hibban)

Ibu memegang peran yang sangat penting dalam membentuk karakter mulia anak-anaknya. Karenanya, meskipun Islam tidak melarang perempuan untuk mengejar karier, Islam tetap menempatkan peran keibuan sebagai bagian integral dari kehidupan perempuan.

Jaminan Pemenuhan Kebutuhan Pokok

Islam menjamin ketenangan masyarakat melalui peran negara yaitu jaminan kebutuhan pokok komunal (masyarakat) yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis dan layak. Karenanya tak ada alasan bagi para ibu untuk khawatirkan akan biaya buat anak-anak mereka. Termasuk biaya pendidikan dan kesehatan, semua dalam tanggungan negara.

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ‘alaih).

Keberadaan imam (khalifah) sebagai tameng bagi orang yang dilindunginya dalam hadis ini mengandung konotasi dalam seluruh keadaan; karena seorang al-imam menjadi pelindung bagi kaum muslim dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara berkelanjutan

Khilafah Sistem Terbaik untuk Peran Keibuan

Dalam kehidupan Islam, keluarga merupakan unit dasar yang sangat diperhitungkan, dimana peran seorang ibu dianggap pemberi kontribusi terbesar terhadap kebagusan masyarakat. Dengan perannya yang mulia itu seorang ibu tidak harus mengorbankan potensi atau kebebasan pribadi mereka. Dengan adanya dukungan dari suami, keluarga, dan masyarakat, perempuan dapat menjalani perannya secara optimal.

lDalam Islam, suami berkewajiban untuk membantu tugas istri dalam pekerjaan rumah tangga, termasuk dalam merawat anak-anak. Dengan demikian, perempuan tidak perlu merasa terbebani oleh peran keibuan karena Islam mengatur semua aspek kehidupan dengan sangat harmonis.

Fenomena childfree yang terus meningkat menunjukkan adanya pergeseran perspektif perempuan terhadap diri dan kehidupannya. Sementara dalam kehidupan sekuler dan kapitalistik yang membuat sengsara, pilihan untuk tidak memiliki anak merupakan sebuah keniscayaan akibat tatanan

Alhasil, tren bebas anak karena khawatir tidak mampu membiayai dan menafkahi kehidupan dan pendidikan merupakan upaya bertahan dari kondisi akibat penerapan sistem kapitalistik sekuler. Demikian juga adanya isu lingkungan cukup membuktikan bahwa ekonomi kapitalistik yang merusak, telah mengeksploitasi alam untuk mengeruk harta oleh para oligarki. Semua itu
turut menambah kekhawatiran para perempuan yang kemudian direspon dengan keputusan memilih jalan childfree.

Sementara dalam Islam, peran keibuan dipandang sebagai sebuah kemuliaan bagi perempuan. Ekosistem negara khilafah mendukung perempuan dalam menjalani perannya yang secara kodrati akan megantarkannya pada kemulian justru pada posisi sebagai ibu dari anak-anaknya.
.

Tinggalkan Balasan