HARI YANG DINANTI
Oleh:
Sutri Winurati, S.S
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, salam selalu sehat dan semangat produktif berkarya. Hari ke 27 di bulan Februari 2021 untuk mengikuti lomba blog
Ikatan Guru TIK PGRI.
Tetapi kendala latihan bisa kami kendalikan dengan maksimal. Hari itu adalah hari dimana kita mempersiapkan segala sesuatunya untuk berangkat menuju Jakarta. Sebelumnya aku dan suamiku berdebat masalah anak semata wayangku apakah kami mengajak atau meninggalkannya. “Mah, bagaimana dengan Akhtar?”, tanya suamiku. Tak bisa aku menjawabnya. Ada dua alternative mengajak atau meninggalkannya. Apabila kami meninggalkannya berarti Akhtar harus dititipkan di bude Atik yang sudah mengasuhnya sejak dia berusia 2,5 tahun. Bude Atik sangat tidak keberatan apabila Akhtar kami tinggalkan sekitar 5 hari. Tetapi kami tidak tega untuk meninggalkannya di sana. “Mah, dari pada resiko, sudah Akhtar kita ajak saja”, saran suamiku. Aku menerimanya dengan segala resikonya. Tetapi harus ada persetujuan dari pihak provinsi untuk mengijinkannya.
Kami beranikan diri untuk memintanya kepada Pak Hari sebagai Kasi yang menangani semua ini. “Pah Hari sebelumnya saya mohon maaf untuk meminta anak kami dibelikan tiket pesawat atas beaya pribadi, Akhtar kami ajak pak Hari, maaf karena lumayan lama sehingga kami tidak mau resiko untuk meninggalkannya walaupun yang kami titipi sanggup untuk dititipi akhtar dalam kurun waktu hampir 1 minggu”, penjelasanku. Pak Hari sangat paham dengan kondisiku dan beliau memintakan ijin kepada Bu Harti sebagai kepala bidang saat itu. Beliaupun sangat memaklumi semuanya. Bersyukur dan lega kami mendapatkan ijin untuk membawa serta anak kami ke Jakarta.
Gladi kotor dan gladi bersih sudah kita lewati lengkap dengan kostum yang nantinya dipakai pada saat Festival Nasional Teater (FNT) 2016. Tak lupa kami juga ziarah ke makam Kyai Kasan Mukmin yang tidak jauh dari sekolah kami. Seraya kita bermaitan dan berdoa supaya mendapatkan safaat dari semua yang sudah beliau ajarkan kepada kita semua. Kami persiapkan segala sesuatunya dengan sebaik-baiknya. Ada tiga kloter pemberangkatan yang kami rencanakan. Yang pertama kali berangkat adalah semua property yang kami gunakan di sana termasuk alat musik gamelan dan semua property. Pak Wisnu yang biasa membantu kami di bagian perlengkapan kali ini juga sanggup membantu kami di bagian yang sama. Pak Hari adalah sopir yang menemani Pak Wisnu untuk membawa semua perlengkapan melalui darat dengan menggunakan pick-up milik Pak Edi. Kloter kedua adalah aku, Iwan dan akhtar. Dan yang terakhir suamiku dan semua anggota tim 15 pemain dan pemusik.
Aku, Iwan, Pak Wisnu, Pak Hari dan suamiku menginventaris semua yang dimasukkan ke dalam pick-up. Saat itu sangat larut malam karena packing semua alat music dan juga property harus benar-benar rapi dan aman karena perjalana jauh. Pukul 00.00 dini hari sudah terlewati, Pak Wisnu dan Pak Hari sopir pick up siap berangkat malam itu juga menuju Jakarta dengan perjalanan darat. Hujan begitu deras, sampai plataran masjid yang kami gunakan untuk berkemas tergenang air sebagian. Saat itu anakku masih balita, terlelap dilantai plataran masjid yang hanya kuberi alas dengan selimut dan serpihan kardus untuk membuat property. Rasa iba dan kasihan muncul pada saat itu, kasihan melihat anakku yang kedinginan dan menjadi santapan nyamuk ketika itu. Segera kami bergegas pulang untuk melanjutkan petualangan menuju Jakarta.
Sesampai di rumah langsung aku packing keperluan pribadiku, anak dan suamiku. Sedapatnya baju dan keperluan yang kita butuhkan di sana kuambil dan aku. masukkan ke dalam 2 tas rangsel. Masih terbayang tubuh lunglaiku yang merasakan beban selama 1 bulan penuh berlatih dan menyiapkan semuanya. Selama diperjalanan Iwan tidak mau melihat luar pesawat. Ternyata baru tahu aku kalau dia pobia ketinggian. Sesampai Bandara di Jakarta kami dijemput oleh panitia dan kita bersama-sama naik bis menuju hotel.
Beda cerita dengan Pak Wisnu dan Pak Hari, sesampai Tuban pada saat setelah melakukan sholat subuh, Pak Wisnu sudah mendambakan tidur melungker selonjor tapi perjalanan masih sangat jauh. Dia berangkat ke jakarta perdana dengan kondisi berangkat jam 00.00, naik pick up yng sangat “nyuaaamann” (untuk barang,tp buat Manusia tidak). Pengorbanan yang benar-benar totalitas. Ketika sudah nyampai hotel dan dia bisa tidur kurang lebih 3 jam. Anugrah untuk orang-orang yang punya loyalitas tinggi. Nikmat tidur akhirnya dirasakan walaupun hanya 3 jam. Bangun tidur terus langsung menuju Taman Ismail Marzuki, dengan kondisii perut trasa berbisik minta untuk diisi. Hari-hari tersebut tidak mungkin dilipakan begitu saja. Hari yang dinanti begitu banyak cerita suka dan duka mewarnai hidup kita.