Surat Bebas Virus Corona Bumerang dalam Penanganan Pandemi Covid-19

Edukasi43 Dilihat

Hasil tes Covid-19 bukan vaksin virus corona sehingga tidak ada jaminan bebas Covid-19 justru jadi bumerang bagi percepatan penanganan Covid-19.

“IDI Imbau Dokter Tidak Sembarangan Beri Surat Bebas Virus Korona ke Pemudik.” Ini running text di sebuah stasiun televisi nasional, 26 Mei 2020. “Surat Bebas Virus Corona” akan jadi bumerang dan kontra produktif terhadap penanggulangan penyebaran virus corona baru (Coronavirus Disease 2019/Covid-19) di Indonesia karena hasil rapid test Covid-19 bisa negatif palsu atau positif palsu.

Imbauan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) itu benar karena rapid test tidak mencari virus corona (Covid-19), tapi mendeteksi antibodi terhadap virus corona di dalam darah. Sedangkan virus corona ada di cairan tubuh saluran pernapasan. Cairan yang mengandung virus berbentuk butiran yang disebut droplet. Maka, tes Covid-19 dilakukan melalui spesimen swab dengan menggesekkan alat ke saluran pernapasan, seperti tenggorokan dan hidung.

  1. Hasil Tes Covid-19 dengan PCR, TCM dan Rapid Test Bukan Vaksin

Ketika seseorang menjalani rapid test virus corona atau Covid-19 hasilnya bisa reaktif dan non reaktif. Reaktif dan nonreaktif ini bisa sebagai reaktif palsu dan nonreaktif palsu. Antibodi virus corona baru terbentuk dalam tubuh orang yang tertular Covid-19 antara 4-5 hari. Jika seseorang yang tertular atau terpapar Covid-19 di bawah 4-5 hari, maka hasil rapid test akan negatif, tapi negatif palsu.

Baca juga: Hasil Rapid Test Covid-19 Reaktif dan Nonreaktif

Jika disebut hasil tes Covid-19 negatif itu artinya tidak ada virus corona di dalam tubuh, tapi ini juga hanya sampai pada tanggal dan jam ketika sampel darah diambil. Soalnya, tes Covid-19 bukan vaksin. Maka, ketika contoh darah seseorang diambil tanggal 26 Mei 2020 pukul 12.00 WIB, misalnya, ini tidak jaminan ybs. akan bebas Covid-19 karena setelah pengambilan darah bisa saja ybs. tertular Covid-19.

Itu artinya masa berlaku rapid test yang dikeluarkan instansi yang ditunjuk pemerintah disebutkan selama 3 (tiga) hari adalah hal yang konyol. Jangankan tiga hari, dalam hitungan jam pun seorang yang baru rapid test Covid-19 dengan hasil non reaktif bisa saja tertular virus corona dengan berbagai cara.

Risiko tertular Covid-19 setelah melakukan tes karena tes bukan vaksin. (Mantriks: Tagar/Syaiful W. Harahap).

Begitu juga dengan hasil tes metode Polymerase Chain Reaction (PCR) atau Tes Cepat Molekuler (TCM) negatif disebutkan masa berlaku surat keterangan selama 7 (tujuh) hari. Ini juga benar-benar tidak masuk akal sehat karena hasil tes Covid-19 dengan PCR dan TCM bukan vaksin. Sekali lagi bukan vaksin sehingga dalam hitungan jam pun bisa saja seseorang yang memegang surat keterangan sehat dengan kondisi Covid-19 negatif tertular virus dengan berbagai cara.

  1. Skrining Awal Untuk Meminimalisir Hasil Nonreaktif Palsu

Maka, amat disayangkan justru instansi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengeluarkan Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) tanggal 6 Mei 2020 yang jadi bumerang bagi penanggulangan Covid-19 di Indonesia.

Di pasal huruf besar C ayat 2 huruf kecil a ayat 3 disebutkan persyaratan pengecualian perjalanan orang yang bekerja pada lembaga pemerintah atau swasta: “Menunjukkan hasil negatif COVID-19 berdasarkan Polymerase Chain Reaction (PCR) Test/Rapid Test atau surat keterangan sehat dari dinas kesehatan/puskesmas/klinik kesehatan.”

Dalam SE tidak ada penjelasan tentang masa berlaku surat keterangan hasil negatif COVID-19. Surat keterangan sehat tidak terkait dengan kondisi Covid-19 pada diri seseorang karena untuk mengetahui Covid-19 bukan dengan pemeriksaan kesehatan tapi tes Covid-19.

Untuk meminimalisir hasil palsu rapid test Covid-19, sebelum seseorang jalani rapid test Covid-19 perlu dilakukan skrining awal dengan mengajukan beberapa pertanyaan, yaitu:

  1. Dari negara mana atau kota mana saja Saudara dalam 5 hari terakhir?
  2. Apakah Saudara ada kontak dengan orang lain dengan kondisi keduanya tidak memakai masker? (Ya/Tidak)
  3. Apakah Saudara pernah berkumpul dengan beberapa orang dengan kondisi tidak memakai masker? (Ya/Tidak)
  4. Apakah Saudara ada kontak dengan pasien Covid-19 (PDP-Pasien dalam Pengawasan)? (Ya/Tidak)
  5. Apakah Saudara ada kontak dengan Orang dalam Pemantauan (ODP)? (Ya/Tidak)

Jika jawaban dari pertanyaan nomor 1 menunjukkan ybs. pernah ke negara atau daerah pandemi Covid-19, maka rapid test tidak bisa dilakukan. Ybs. dirujuk untuk jalani tes spesimen swab dengan PCR atau TCM.

  1. Nonreaktif Palsu Justru Jadi Sumber Penularan Covid-19

Kalau salah satu dari pertanyaan nomor 2, 3, 4 dan 5 jawabannya YA, maka rapid test tidak bisa dilakukan karena ybs. adalah orang yang berisiko tinggi tertular Covid-19. Ybs. justru dirujuk untuk jalani tes spesimen swab dengan PCR atau TCM.

Jika jawaban dari lima pertanyaan Tidak, maka rapid test bisa dilakukan. Tapi, yang perlu diingat adalah bisa saja terjadi hasil tes Covid-19 reaktif, tapi belum tentu ada antibodi corona di dalam darahnya karena tingkat sensitivitas reagen yang dipakai. Misalnya, antibodi Covid-19 warna merah, maka reagen akan reaktif terhadap semua warna yang terkait dengan merah, seperti merah muda, merah jambu, merah tua, dst. Ini disebut positif palsu. Apes amat orang yang hasil rapid test Covid-19 positif palsu karena menggagalkan perjalanan (dinas dan mudik).

Sebaliknya, hasil rapid test corona bisa pula nonreaktif (negatif). Tapi ini juga tidak jaminan ybs. tidak mengidap virus corona karena ketika jalani rapid test antibodi corona belum terbentuk di dalam tubuh sehingga reagen tidak mendeteksi ada antibodi corona sehingga hasil tes nonreaktif. Ini justru sangat berbahaya karena menyatakan ybs. dalam keadaan negatif corona, padahal sudah ada virus corona di dalam tubuhnya. Ini disebut OTG (orang tanpa gejala). Biar pun tidak ada gejala tapi OTG bisa menularkan virus corona ke orang lain melalui droplet yang keluar dari mulut ketika batuk atau berbicara dan bersin.

Seperti selalu dikatakan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, setiap hari melalui siaran langsung televisi deteksi kasus Covid-19 baru menunjukkan masih terjadi penularan antar warga di masyarakat. Maka, pemberian surat keterangan bebas corona bisa jadi ‘senjata makan tuan’ karena bisa jadi ada OTG yang memegang surat keterangan tsb.

Itulah sebabnya hasil rapid test corona harus dikonfirmasi dengan tes lain yang spesifikasinya lebih tinggi, seperti dengan PCR atau TCM. Maka, daripada buang-buang uang lakukan rapid test Covid-19 lebih baik jalankan tes spesimen swab dengan PCR atau TCM (tagar.id, 27 Mei 2020). *

Tinggalkan Balasan