Sebagai tujuan utama wisatawan dunia kini Bali menghadapi ketakutan yaitu kriminalitas dan kejahatan seksual yang bisa membuat pariwisata Bali terpuruk.
Masih mengiang gaung ketakutan wisatawan mancanegara (Wisman) terhadap kemungkinan kriminalisasi zina karena ada rancangan UU yaitu Revisi KUHP (RKUHP) yang akan memenjarakan orang-orang yang melakukan hubungan seksual tanpa ikatan nikah yang sah. Selain itu wisata Bali juga kembali diguncang isu kriminalitas dan kejahatan seksual.
- Kejahatan Seksual
Lihatlah judul berita ini: Bali sex ban: Australia updates travel advice for Indonesia following new law proposal (7news.com.au, 20 September 2019). Ini terkait dengan RKUHP. Berita tentang inipun membuat pembatalan kunjungan ke Bali. Maklum saja, mau liburan ke Bali dengan pasangan lalu ditangkap dan masuk bui 1 bulan. Ini ‘kan konyol. Mending ke negara lain.
Penipuan yang dihadapi Wisman yang berlibur ke Bali mendorong media asing menulis berita tentang bentuk-bentuk kejahatan yaitu kriminalitas dan kejahatan seksual. Kejahatan yang dirilis media asing benar-benar membuat kita malu karena penipuan yang sangat tidak berperikemanusiaan.
Yang perlu diingat bahwa Wisman yang berlibur ke Bali sudah merancang kegiatan dengan anggaran yang juga sudah dirancang. Ketika mereka ditipu atau uang mereka di ATM dikuras, sama saja dengan ‘membunuh’ Wisman. Tentulah tidak mudah bagi mereka menghubungi kenalan atau sanak keluarga di negara asalnya. Jika memakai telepon perlu biaya berupa pulsa. Padahal, uang mereka sudah dikuras.
Baca juga: Pariwisata Bali Dihantam Kriminalisasi Zina
Kita tidak perlu lagi menyoal pelaku kriminal penduduk lokal atau pendatang, tapi perlu sinergi dari semua pihak membantu Polri untuk membasmi berbagai bentuk kejahatan yang merugikan Wisman dan orang-orang yang berlibur ke Bali. Selain itu pelaku kriminal antarnegara pun masuk ke Bali.
Lihatlah judul berita di “dailymail.co.uk” (3 Juli 2019) ini: “Waspadalah semuanya!’ Turis ditipu di Bali setelah kehilangan kartu ATM mereka dan ditagih ribuan dolar.” Di lead berita disebutkan bahwa banyak ATM di Bali yang rusak dan bisa ditarik uang ribuan dolar dari ATM tsb. Disebutkan sudah banyak kasus skimming yang merugikan Wisman. Maka, narasumber media itu, Profesor Allan Manning, memperingatkan Wisman agar hanya menggunakan mesin ATM di dalam bank.
Tentu saja usul Prof Manning itu jadi persoalan besar karena kantor bank terbatas. Jika sedang di lokasi yang jauh dari kantor bank tentulah Wisman atau siapa pun yang berlibur ke Bali akan mencari ATM terdekat.
Data di Polda Bali menunjukkan tahun 2008 ada 205 orang asing, Wisman dan ekspatriat yang jadi korban kriminal. Jumlah ini naik jadi 293 di tahun 2009 (tourismcambodia.com, 9 April 2010).
Bali Sexual Assault Raises Liability Question for Travel Agents. Ini judul berita di sixthtone.com (6 Mei 2019). Ini terkait dengan kekerasan seksual yang dialami oleh seorang turis perempuan WN Cina. Tentu saja ini promosi buruk terhadap wisata Bali.
Daily Mail – ‘Bali isn’t safe for women’: Tourist issues a chilling warning for Australians heading to the idyllic island after she was sexually assaulted by an Indonesian teenager. Ini judul di msn.com (26 Juni 2019).
- Tipu-tipu Muslihat
Sistem keamanan banjar dan pecalang tentu saja bisa menjaga ATM agar terhindar dari ulang tangan-tangan jahil. Keamanan ATM jadi salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan kedatangan Wisman.
“Deutsche Welle” (dw.com, 14 Oktober 2019) merilis delapan kejahatan umum yang dihadapi Wisman, yaitu:
(1) Tipuan Sarung. Wisman yang mengunjungi kuil diharuskan memakai sarung jika datang dengan celana pendek atau rok di atas lutut serta bagian atas badan terbuka diharuskan memakai kain. Di sekitar kuil ada warga yang menawarkan kain dengan bayaran, padahal pemandu kuil menyediakan sarung gratis. Ada juga yang meminta uang untuk bayar tiket masuk kuil. Perlu juga dipikirkan untuk membuat papan pengumuman: Kain Sarung Disediakan Gratis! dan Tiket Masuk Gratis! Tentu saja dalam bahasa Inggris dan beberapa bahasa lain.
(2) Harga hotel tidak transparan. Jika reservasi penginapan atau hotel di Bali dilakukan melalui internet sebaiknya pemesan menghubungi penginapan atau hotel untuk menanyakan biaya dan ongkos-ongkos yang harus dibayar.
(3) Penukaran uang. Tempat-tempat penukaran uang (money changer) banyak terdapat di berbagai sudut, seperti di Kuta, Legian, dll. Kurs yang ditawarkan terkadang menggiurkan, tapi ketika menerima uang hitung di depan kasir karena sering terjadi jumlah nominal yang diberikan tidak sesuai dengan yang ditawarkan.
(4) Ongkos ekstra taxi online. Bagi Wisman dan orang-orang yang berlibur ke Bali taksi online jadi pilihan karena keterbatasan angkutan umum. Wisman dan pengunjung yang berlibur ke Bali diminta agar hati-hati karena pengemudi meminta uang tambahan sehingga tarif taksi bisa jadi dua kali lipat.
(5) Taxi gadungan. Dalam banyak buku pegangan untuk Wisman dianjurkan untuk memakai taksi Bluebird. Celakanya, banyak taksi di Bali yang memakai cat yang mirip dengan Bluebird. Jika naik taksi yang bukan Bluebird bisa jadi ongkos yang diminta tidak sesuai dengan tarif. Ini tanggung jawab Dinas Perhubungan dan Polantas karena terkait dengan izin.
(6) Dipaksa secara halus. Penjual barang kerajinan, seperti gelang, dan tukang pijat keliling memakai cara-cara yang halus tapi memaksa. Mereka menawarkan barang dan jasa dengan senyuman, tapi dengan cara tidak mau beranjak dari dekat Wisman memaksa Wisman membeli barang atau menerima jasa pijat. Penjual barang kerajinan dan pemijat perlu dilatih cara-cara menawarkan barang dan jasa yang baik dan benar.
(7) Sewa dan parkir motor. Lahan parkir di Bali banyak yang merupakan milik pribadi sehingga mereka yang menentukan tarif parkir. Ada baiknya sebelum kendaraan diparkir ditanya tarif parkir per jam atau tarif per hari. Begitu juga dengan kendaraan yang disewa sebaiknya diteliti bahan bakarnya dan kondisi mesin. Bisa jadi bahan bakar kosong dan mesin rusak sehingga harus keluar uang untuk memperbaikinya.
(8) Arak “oplosan”. Penipuan arak oplosan sangat berbahaya karena ada beberapa kasus keracunan metanol akibat produksi arak yang tidak standar. Jika ingin minum arak sebaiknya beli arak di toko yang resmi menjual arak dan minuman beralkohol. Ini jadi urusan Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Polri. Jika ada Wisman yang mati karena arak oplosan tentu jadi berita buruk bagi pariwisata Bali (Sumber: dw.com, dailymail.co.uk, dan sumber-sumber lain) (tagar.id, 15 Oktober 2019). *
1 komentar