Seri Santet #31 – Lintah Menarik Racun Santet dari Tubuh

Sosbud35 Dilihat

Banyak cerita dan kabar tentang terapi lintah. Terus terang kalau pun kemudian saya juga menjalani terapi lintah sama sekali bukan untuk menyembuhkan penyakit tertentu yang disebut-sebut bisa dengan terapi lintah.

Ketika dokter mengatakan kaki saya bengkak dan meminta agar tidak dipijat tentulah saya turuti. Akupunkturis pun mengatakan kaki saya bengkak. Memang, sejak betis dan paha saya sering kram di malam hari betis sampai ke bawah bengkak. Mata kaki rata dengan betis. 

Baca juga: Seri Santet #25 – Kaki Kram di Tengah Malam Buta

Untuk memastikan penyebabnya saya jalani pemeriksaan jantung dengan tes Echo (tes ekokardiografi atau USG jantung). “Untuk umur Bapak kondisi ini tidak jadi masalah,” kata dokter spesialis jantung di sebuah rumah sakit kelas B di Jakarta Timur setelah melihat hasil Echo.

Ketika benda-benda penyebab kram di paha dan kaki ditarik oleh Pak Ajie di Cilegon, Banten, dia anjurkan agar kaki yang bengkak disedot lintah. Pikiran saya baru berubah dan menerima anjuran ini setelah dokter membaca hasil Echo.

Saya pun pergi ke Jatinegara di dekat Pasar Lokomotif di Jalan Bekasi Raya, Jakarta Timur, kira-kira 200 meter arah barat dari Stasiun KA Jatinegara. “Wah, itu eksim, Pak,” kata Pak Caca, yang melayani terapi lintah di trotoar seberang arah utara halte bus Transjakarta “Stasiun Jatinegara 2”.

Setelah saya jelaskan mengapa betis kanan saya bengkak dan ada bekas-bekas luka, barulah Pak Caca paham. Dia pun menempelkan dua lintah di betis kanan dan satu di bahwa mata kaki kanan 

Baca juga: Seri Santet #30 – “Terapi Lintah” Mengatasi Kaki Bengkak karena Racun Santet

Ketika pertama kali jalani terapi lintah saya tidak pernah mencari informasi tentang terapi lintah karena pikiran saya hanya tertuju kepada upaya menarik racun yang tinggal di tubuh ketika benda-benda, hidup dan mati, berupa santet ditarik oleh Pak Ajie. Paku, misalnya, setelah ditarik dari badan sudah mengecil karena paku itu dibalut dengan racun. Ketika ditarik serpihan paku yang beracun tinggal di badan.

“Lintah akan menyedot darah yang beda dengan darah kita,” kata Pak Ajie memberikan penjelasan mengapa dia menganjurkan terapi lintah untuk mengatasi kaki saya yang bengkak. Darah yang keluar dari bekas gigitan lintah encer seperti air dicampur gincu dan hitam kental jika tisu atau kapas ditempelkan ke bekas gigitan lintah.

Kondisi kedua kaki saya dari betis sampai telapak kaki sudah seperti biasa setelah beberapa kali jalani terapi lintah di Pak Caca. Persoalan yang muncul adalah banyak noda hitam di betis. “Ya, itu bekas racun yang menghambat aliran darah, Pak,” kata Pak Ajie. Dan, noda hitam itu akan lama baru bisa hilang. Sudah jalan tiga bulan tapi noda-noda hitam masih ada.

Dikabarkan bahwa lintah medis Eropa, hirudo medicinalis, sudah lama dipakai untuk mengeluarkan darah (phlebotomi) secara medis. Lintah (Hirudinea) yang hidup di air menempel di permukaan kulit akan menyuntikkan enzim dan senyawa berwarna putih. Selanjutnya lintah akan menghisap darah. Darah yang dihisap lintah encer dan berwarna cerah. Setelah ‘kenyang’ lintah akan lepas sendiri dari permukaan kulit. Tampaknya, yang disebut lintah bukan ‘darah kotor’, tapi zat-zat asing yang ada di darah.

Selain melayani terapi lintah Pak Caca juga menjual lintah, minyak lintah, dll. Lintah juga dijadikan umpan pancing. “Saya dapat lintah dari Banten,” kata Pak Caca yang sudah melakoni pekerjaannya itu sejak tahun 1995. Dia tinggal di Bekasi Utara. Setiap hari naik KRL ke tempatnya mangkal.

Ya, biarlah ada noda yang penting racun sudah disedot lintah. “Noda itu sengaja agar kaki Bapak jelek,” kata Bu Haji Emun, di Pandeglang, Banten, yang juga mengobati saya. Mereka, orang-orang yang sekongkol membayar dukun untuk menyantet saya rupanya ingin agar kaki saya jelek penuh dengan noda.

Saya juga bingung apa yang mereka inginkan karena ‘status’ sebagai tumbal untuk pesugihan sudah putus. Agaknya, mereka marah besar karena aib keluarga sebagai ‘pemuja setan’ yang memelihara buto ijo sebagai ‘sumber kekayaan’ saya bongkar. Yang saya lakukan adalah melindungi saya sendiri dan dua anak saya yang dijadikan sebagai tumbal nomor 9, 10 dan 11.

Dalam dunia pesugihan tumbal tidaklah orang sembarangan karena ada kriteria tertentu sesuai dengan permintaan makhluk yang dipelihara sebagai ‘pencari kekayaan’. Nah, kalau saya membela diri dan anak-anak dan ulah mereka mencari kekayaan dengan cara bersekutu dengan iblis terbongkar, mengapa saya lagi yang jadi sasaran kebencian?

Saya tidak pernah meminta sesuatu kepada mereka. Saya tidak ada urusan apa pun dengan mereka. Itu yang jadi masalah besar. “Ya, Bapak ‘kan orang baik,” kata Bu Haji Emun memberikan alasan mengapa saya dan dua anak saya mereka pilih jadi tumbal atau wadal untuk mencari kekayaan dengan cara bersekutu dengan setan.

Kembali ke lintah. Informasi di Internet bertebaran tentang manfaat terapi lintah. Namun, sekali lagi saya menjalani terapi lintah bukan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit dimaksud jika ada pada diri saya. Soalnya, penyakit-penyakit yang disebut bisa disembuhkan dengan terapi lintah adalah fakta medis sehingga kalau dengan terapi lintah disebut sembuh maka harus diuji secara medis.

Berbeda dengan yang saya lakukan bukan untuk pengobatan penyakit tertentu, tapi untuk menarik racun santet yang tertinggal di tubuh. (wawancara dengan Pak Caca dan dari berbagai sumber) (Kompasiana, 17 September 2018). *

Tinggalkan Balasan