Puasa, Lebaran dan Pernikahan di Brunei

Wisata41 Dilihat

“Duh sudah lama ya kita tidak berjumpa”, demikian kata Azwar, sobat saya yang dulu pernah satu barak di sekolah, dan juga satu kos dan kantor di tanah air.

“Mungkin sudah 10 tahunan”,  jawab saya sambil menyeruput sirop Bandung.  Di Brunei, Bandung merupakan nama minuman sejenis sirop yang segar dan nikmat apalagi dinikmati sehabis berjalan lumayan jauh.

Sore itu, kita berjumpa di sebuah restoran kecil di kawasan Gadong. Kawasan di Brunei yang masih hidup walau matahari telah tenggelam cukup lama. Jadi kalau di Bandar sudah sepi sekitar jam 8 malam, di Gadong, kehidupan baru saja mulai.

Kami berdua bercerita panjang lebar tentang pengalaman selama sekian tahun tidak berjumpa. Pengalaman bagaimana Azwar juga bisa terdampar di Brunei.

“Saya ditugaskan di sini sebagai Technical Representative untuk pesawat CN 235 yang dipakai di Tentera Udara Diraja Brunei atau Angkatan Udara Brunei.   Kebetulan Skuadron ke 5 TNI AU Brunei ini memakai CN 235 dan kami bermarkas di Rimba Air Base masih di kawasan Bandara Internasional Brunei di Berakas”, demikian Azwar memulai cerita.

Azwar juga kemudian bercerita bahwa mula-mula datang ke Brunei, Ia mengajak istri dan ketiga anaknya, namun karena anaknya harus sekolah di Bandung, pada bulan ke empat mereka harus pulang dan meninggalkan Azwar bujangan di sini.

“ Mereka hanya sesekali datang atau saya yang sejenak pulang ke Bandung”.

Cerita kami kemudian mulai melebar ke pengalaman Azwar ketika baru datang di Brunei yang kebetulan tidak lama kemudian masuk bulan Ramadhan dan Lebaran.

Kebetulan dia mendapatkan rumah tinggal di kawasan Kampong Beribi tidak jauh dari Istana Nurul Iman. “Kalau naik mobil sekitar 7 menit saja”, tambah Azwar.  Nah asyiknya lagi adalah masjid di kawasan istana Nurul Iman dibuka untuk umum untuk salat tarawih.  Biasanya istana dan masjid hanya diperuntukkan bagi karyawan istana dan masyarakat umum tidak boleh masuk.

Nah selamat bulan puasa ini pula jika kita Shalat tarawih di masjid istana . maka pulangnya akan mendapat bingkisan berupa uang.

Selain itu bila lebaran tiba, selama tiga hari sultan mengadakan ‘open house’ dimana rakyat boleh masuk ke istana dan bersalaman dengan sultan.

Sesampainya di pintu gerbang istana, kita dijemput oleh bis menuju istana. Sesudah itu kita turun di gedung yang besar sekali dimana tersedia banyak makanan dari berbagai negara. Kita bebas memilih makanan tersebut. Juga tersedia hiburan Life music.

Setelah kenyang, baru kita antre untuk bersalaman dengan sultan dan keluarga. Antrean dipisahkan untuk lelaki dan perempuan. Kaum lelaki bisa bersalaman dengan sultan dan perempuan akan bersalaman dengan istri Sultan.   Nah di ujung antrean ini pula kita mendapat ’angpau’ berisi uang 25 Ringgit seorang.

Sebelum naik bis kembali ke pintu gerbang, setiap orang juga mendapat bingkisan berisi snack dan minuman ringan. Perut kenyang , dapat hiburan gratis, dan dapat angpau pula.

Demikian sekilas pengalaman puasa dan lebaran di Brunei yang diceritakan oleh sobat saya itu.

Selain itu, Azwar juga bercerita tentang pengalamannya kondangan ketika ada tetangga yang  hajatan menikahkan anaknya.  Dalam acara pernikahan, pengantin yang turun untuk menyalami semua tamu.

Uniknya lagi, para tamu biasanya tidak ada yang membawa kado dan bahkan selesai kondangan kita akan mendapat bingkisan alias hadiah dari pengantin, Bahkan ada juga yang mengadakan pesta sampai 7 hari 7 malam.

Hari sudah menjelang malam ketika kami berpisah dan berjanji kapan-kapan akan bertemu lagi. Saya kembali ke hotel tidak jauh dari restoran, dan Azwar pulang ke rumahnya di Kampong Beribi.

BSB, 1998

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan