Nikmat Allah Jangan Dustakan Dari Prespektif Kesehatan
dr Irsyal Rusad, Sp. PD.
Kita pasti sudah pernah melihat, reaksi seorang anak kecil ketika memperoleh hadiah, mainan yang disenanginya. Walaupun si anak tidak mengucapkan terimakasih, dari wajahnya akan terpancar perasaan senang, gembira, bahagia. Bahkan bila sebelumnya si anak merengek, menangis, tangisnya itu dapat berhenti seketika. Anak lalu tertawa, lari berlompatan ke sana-kemari, dengan mainannya itu. Hanya karena sebuah hadiah kecil, barangkali hanya sebuah balon sang anak menjadi bahagia.
Kenapa anak itu bahagia? Karena dia tahu berterimakasih dan menghargai hadiah yang didapatnya.
Senang, gembira, bahagia ketika mendapatkan sesuatu tidak hanya milik anak-anak. Kita yang sudah dewasa pun, bahkan orang kaya sekali pun sama saja. Hanya sayang, kita berterimakasih, gembira, senang, bahagia ketika mendapat hadiah dari seseorang. Tapi, hadiah dari Allah, Sang Pencipta seolah-olah kita lupakan, ingkari.
Padahal, pemberian, kemurahan, hadiah, nikmat Allah sangat berlimpah, tidak dapat dibandingkan dengan pemberian, hadiah dari seseorang. Kemurahan, hadiah dari Allah seperti melingkupi diri kita, dari bawah, atas, depan, belakang, dan sekeliling kita.
Itu lah sebabnya barangkali, karena Tuhan tahu bahwa kebanyakan manusia sering mengingkari, hadiah-hadiah, nikmat-nikmat Allah, maka berulang kali Allah memeperingatkan manusia dalam firman-Nya “Maka nikmat apalagi yang masih kamu dustakan? ( An Nahl 81)”. Suatu pertanyaan, sekaligus, peringatan yang seharusnya mendorong manusia senantiasa berkontempelasi, merenungkan nikmat-nikmat, hadiah dari Allah itu, sehingga manusia tahu berterimakasih, bersyukur kepada Allah.
Kesehatan yang baik, makanan yang kita komsumsi, pakaian yang menutup aurat, air yang diminum, udara yang dihirup, matahari yang menghidupi, malam yang membuat kita dapat tidur lelap bermimpi, sehingga waktu bangun pagi kita lebih segar dan bersemangat, semuanya kita dapatkan atas kemurahan, hadiah dari Allah.
Semua diperoleh tanpa kita harus bersusah payah memperolehnya, semua tersedia begitu saja. Semua itu adalah kemurahan, hadiah Allah agar kita bisa hidup dan menikmatinya di dunia ini.
“Sudah sempurnalah kemurahan Allah untuk kamu, baik yang kelihatan maupun yang tidak (Lukman: 20)”.
Kemudian, untuk menyadari bahwa hadiah dari Allah itu berlimpah, tidak perlu melihat jauh-jauh, perhatikan saja diri sendiri. Kita mempunyai dua mata, telinga, lubang hidung, dua tangan, dua kaki. Dengan ke dua kaki kita dapat melangkah, berlari mencapai tujuan. Dengan ke dua kaki itu kita bisa menari, berdansa, berlenggang lenggok di atas pentas.
Dengan ke dua kaki juga kita dapat memanjat pohon, memetik, menikmati buah yang ranum, tanpa perlu takut akan jatuh, karena Allah telah merancangnya dengan baik. Coba kita bayangkan, andaikan disain Allah itu tidak sempurna, kaki tidak sama kiri-kanannya, senjang sebelah, yang cantik sekalipun, akan kelihatan berjalan sepeti ayam patah kaki.
Perhatikan juga ke dua mata. Ia dirancang dengan bentuk yang indah, menarik, ditempatkan ditempat yang aman, dijaga oleh tulang yang keras sehingga kedua mata yang sangat lembut tersebut, terlidungi dengan baik. Pelupuk mata yang berkedip tanpa kita sadari, akan memelihara dan melindungi mata sehingga mencegah mata menjadi kering, cacat dan kerusakan akibat benda asing.
Disamping itu, dengan ke dua mata, kita dapat melihat luasnya dunia luar, dapat menikmati lautan luas yang biru, hutan belantara yang hijau, hamparan taman bunga berwarna-warni yang lagi mekar. Dengan ke dua mata kita dapat tertawa riang melihat anak-cucu yang lagi lucu-lucunya sedang belajar merangkak, berdiri, berjalan, dan berlari.
Karena tidak ternilainya sebiji mata saja, seorang penulis arab mengatakan,
“Apakah kamu bersedia matamu itu diganti dengan emas sebesar gunung Uhud? Lalu kamu tidak dapat melihat. Apakah kamu mau membeli sebuah istana yang megah dengan lidahmu sendiri? Kemudian anda tidak dapat berbicara?. Dan, pada dirimu sendiri, apakah kamu tidak melihatnya? ( Az Zariyat:31)”.
Dengan demikian berterimakasihlah, bersyukurlah selalu kepada Allah. Karena, Allah telah melimpahi kita dengan kemurahan-Nya, hadiah-hadiah-Nya yang tidak ternilai.
Dan, terimakasih, syukur itu pada dasarnya bukan pula untuk dan kepentingan Allah, tapi untuk kita sendiri. Seperti ilustrasi anak kecil di atas yang mendapat hadiah mainan. Terimakasih akan membuat kita senang, gembira, bahagia. Perasaan senang, gembira bahagia ini akan memacu otak melepaskan hormon kebahagian seperti erdorphin, oksitosin, dan asetilkolin, sekelompok hormon yang membuat kita menjad tenang, damai, bahagia.
Bayangkan saja kalau setiap saat hati, pikiran kita diselimuti rasa terimakasih, syukur kepada Allah, maka hormon kebahagian itu juga akan melimpah deras dalam darah. Kita akan lebih bahagia.
Tidak itu saja, denyut jantung kita akan berdetak lebih lambat, otot terasa lebih rileks, pikiran lebih tenang, damai, dan tidur pun lebih lelap.
Dan, seperti seorang anak yang tidak mau mainannya rusak, hilang maka kita juga pasti akan memperhatikan, memelihara tubuh dengan baik, sehingga akan jauh lebih sehat.
Oleh karena itu, apakah pantas kita larut dalam kesedihan bila hanya kehilangan sesuatu, atau mengalami musibah yang nilainya tidak sebanding dengan kemurahan, pemberian, hadiah Allah yang tidak ternilai yang ada dalam diri kita sendiri selama ini?
———
Salam Sehat
BHP, 17 Januari 2025
TD