Kata Pengantar Budiman Hakim (Ombud) Untuk Buku Terbaru OMjay

ISTIQOMAH

Lelaki itu punya kebiasaan bekerja di halaman rumahnya. Mungkin karena tubuhnya yang tambun membuat dia sering merasa sumuk. Mungkin, loh, kebenarannya bisa ditanya sendiri pada yang bersangkutan. Jadi dia menaruh meja di teras, meletakkan komputer di atasnya lalu mulai mengerjakan tugasnya sehari-hari.

Saat sedang bekerja di teras, pria ini sering melihat tukang bakso lewat di depan rumahnya tapi dia tidak pernah berniat untuk memanggil apalagi membeli. Dia teralu asyik dengan pekerjaannya. Peristiwa itu berlangsung dari hari ke hari sampai akhirnya lelaki itu menyadari bahwa di lingkungan itu tidak ada satu pun pemilik rumah yang memanggil tukang bakso tersebut.

Karena iba, Si Lelaki akhirnya memanggil Si Abang dan memesan semangkok bakso. Sembari makan, keduanya bercakap-cakap untuk mengisi kekosongan yang ada.

“Kamu kok tiap hari lewat sini? Padahal saya perhatiin gak ada yang beli. Kenapa gak nyari lokasi lain?” tanya Sang Pria Tambun.

“Tuhan itu sudah ngasih rejeki masing-masing. Tapi kita nggak tahu kapan rejeki itu diberikan,” jawab Si Tukang Bakso.

“Maksudnya gimana?” tanya Si Lelaki kebingungan.

“Maksud saya kita gak tahu kapan Tuhan akan memberi rejeki pada kita. Jadi kita harus istiqomah. Kita nggak boleh putus asa. Makanya saya selalu lewat di sini. Coba kalo hari ini saya gak lewat, pasti Bapak gak akan membeli bakso saya.”

“Oooh…” Si pemilik rumah mulai tersadar.

“Kalo saya putus asa, rejeki yang sudah dipersiapkan Tuhan melalui Bapak akan hilang. Itu sebabnya saya selalu lewat sini.”

________________________________

Cerita di atas adalah cerita OmJay yang diceritakannya pada saya. Sebuah pembelajaran hidup yang terlihat sepele tapi mengandung kedalaman yang luar biasa. Pada saat kita telah melakukan pilihan hidup, kita harus konsisten dengan pilihan tersebut, Kita harus berkeyakinan teguh bahwa Tuhan itu tidak tidur. Tuhan selalu memberikan hadiah pada orang yang bekerja. Kapan kita bisa menerima hadiahnya? Tentunya saat kita lulus dari ujian apakah kita cukup Istiqomah melakukannya.

Ada beberapa persamaan antara OmJay dan saya. Pertama berkenalan ketika kami sama-sama menjadi penulis, generasi pertama, di Kompasiana. Kami sama-sama dipanggil Om. Kami berdua juga sama-sama guru. Bedanya OmJay adalah guru formal, bekerja sebagai pengajar TIK SMP Labschool Jakarta. Sementara saya guru lepas. Artinya saya cuma mengajar kalo ada Perguruan Tinggi atau komunitas UMKM yang manggil.

Sebagai guru, OmJay tidak hanya mengajar di sekolahnya. Dia mengajar di mana-mana di berbagai workshop, di berbagai tempat dan berbagai kota di Indonesia. Selain sebagai guru, dia juga seorang blogger. Pokoknya OmJay ini adalah guru funky yang tidak mau ketinggalan jaman. Dia selalu belajar dan terus-menerus meng-up date diri. Tulisannya tersebar di berbagai blog dan media sosial.

Tulisan OmJay kebanyakan berupa human interest. Fokusnya tidak hanya pada pendidikan formal tapi dia juga mempunyai perhatian besar pada pelaku UMKM. Di buku ini kita akan menemukan bagaimana OmJay berempati pada Mak Enok yang berjualan nasi kuning. Teh Ida yang punya toko kelontong. Akang Kholid yang piawai dalam membuat pagar rumah. Kang Dadang seorang tukang ojek yang tidak bisa beroperasi karena asam uratnya kambuh dan banyak cerita lain lagi yang dikemas apa adanya tanpa berusaha menjual kesedihan.

Buku yang ditulis OmJay ini adalah buku yang sederhana namun mengandung pembelajaran hidup yang bagus untuk pembacanya. Jadi sebagai guru, OmJay ini benar-benar istiqomah dalam melakukan pekerjaannya. Banyak yang telah mendapat pelajaran darinya. Termasuk saya di dalamnya.

Selamat membaca.

OmBud

Book Writer/Storyteller