KMAB-H32-Cerpen 13-Gadis Pantai Part 4

Ilustrasi Cerpen Gadis Pantai. (Dok:yis)

Sebelum Fajar, Rino sudah siap dengan celana trainingnya. Ia siap berlari-lari di tepi pantai. Masih gelap dan sunyi. Teman-temannya masih tertidur pulas setelah semalaman bergadang. Rino berlari menyusuri pantai. ia berhenti untuk mengusir hawa dingin dengan melakukan beberapa gerakan. Hanya ada suara ombak, hingga akhirnya samar-samar ia mendengar suara alunan biola. Rino kenal lagu itu. Ya, lagu itulah yang dimainkah gadis pantai itu di kelasnya minggu lalu. Tanpa pikir panjang, Rino terus berlari. Suara itu makin terdengar jelas di telinganya.

Rino berhenti ketika melihat seorang gadis berambut panjang terurai duduk di atas karang sambil memainkan biolanya seolah ingin menandingi suara deburan ombak di pantai itu. Anehnya, alunan musik itu sangat pas. Ia seperti telah menyatu dengan alam dan hanyut dalam iramanya. Jantung Rino berdetak keras. Ia bersyukur bisa kembali bertemu dengan gadis pantai itu. Rino mendekatinya. Berdiri di belakang karang yang diduduki gadis itu. Mendengarkan hingga gadis itu selesai memainkan biolanya dan menghembuskan nafasnya panjang-panjang. Jantungnya berdegup kencang.

“Alunan biolamu sungguh indah sekali. Sangat menyentuh hati,” Komentar Rino.

Gadis itu menoleh ke arah Rino. Raut wajah terkejutnya tak dapat ditutupi ketika ia mengenali siapa Rino. Rino tersenyum bahagia, sementara gadis itu masih menatapnya serius.

“Aku senang kita dapat bertemu kembali dalam kondisi yang berbeda,” Tanpa permisi Rino memanjat karang itu dan duduk di sebelah gadis itu.

“Karang ini, cukup besar untuk duduk kita berdua kan?” Gadis itu mengangguk, lalu menunduk malu. Berarti ia telah mengingatnya, pikir Rino.

“Kau tahu? Kau punya bakat luar biasa dalam bermain biola. Aku senang kamu memilih untuk menekuninya,” Sanjung Rino mencoba mencairkan suasana. Ia hanya tersenyum. Masih tak berkata-kata.

“Namaku Rino. Kamu Reni kan?” Lanjut Rino. Mata gadis itu terbelalak kaget. Waktu pertama kali bertemu dengan gadis itu, mata itu penuh dengan air mata. Kini, mata itu tampak demikian indah.

“Kau tahu namaku?” Untuk pertama kalinya gadis itu berkata lembut. Rino diam, mengamati gadis itu.

“Aku melihatmu dua atau tiga kali di kampus. Kau tak melihatku. Tapi saat itu aku tak sempat mengejarmu. Hingga akhirnya, aku melihatmu saat bermain biola di kelas biolamu. Aku mendengar dosen itu memanggil namamu, Reni. Aku sedang penelitian bersama teman-teman di sini. Kau tinggal di sini?” Tanya Rino sambil menatap wajah gadis itu. Kali ini ia harus tahu lebih jauh akan gadis itu. Ia tak mau terbunuh oleh rasa ingin tahunya. Reni mengangguk.

“Aku tinggal di sini. Di rumah biru di atas bukit itu,” ujarnya menunjuk bukit di sisi kiri pantai. Sepertinya itu deretan vila, batin Rino. “Tapi aku juga kost di Karang Malang,” lanjutnya. Reni kembali menunduk seperti memikirkan sesuatu. Ini sulit, pikir Rino. Kini, Reni menjadi gadis pemurung. Ia harus mencari tahu sesuatu. Perasaan gadis itu atau latar belakangnya mungkin.

“Kau tahu? Sebelum aku tahu namamu di kelas biola itu, selama ini aku selalu menyebutmu Gadis Pantai. Saat itu, Kau meniggalkanku begitu saja tanpa menyebutkan nama. Dan…. Ternyata aku kalut karena aku sama sekali tak tahu apa-apa tentangmu.” Aku menunggu reaksinya. Tapi tak ada.

“Aku selalu berharap dapat bertemu denganmu kembali dan dapat berbicara denganmu, seperti ini. Aku senang akhirnya hal itu terwujud sekarang.” Lama tak ada tanggapan. Rino terdiam menikmati kedekatannya dengan gadis itu.

“Rino, terima kasih. Kata-katamu dan anak kecil itu membuatku tersadar bahwa ternyata aku telah menjadi orang yang paling bodoh di dunia. Maaf, sekarang aku tak berniat mengungkapkan apa alasannya, karena aku tak ingin mengingat-ingat semuanya kembali.” Ia terdiam, lalu mengamati wajah Rino. Rino balik menatapnya. Mencari jawaban di sana. Gadis itu tersenyum. Senyum yang lebih mengembang dari yang dilihatnya di kelas biola. Cantik sekali. Apa artinya kini ia bahagia? Kalau memang iya, persetan dengan masa lalunya.

“Tapi….jujur aku juga senang bisa bertemu denganmu kembali, Rino. Selama ini aku juga memikirkanmu dan selalu bertanya-tanya tentangmu. Aku….” ucapan gadis itu terputus. Sebuah suara lantang terdengar dari bawah karang.

“Rino! Pantas kami tidak dapat menemukanmu. Bersama gadis cantik rupanya. Kami menunggumu!” Teriakan temannya. Rino mengumpat dalam hati. Ah, apa yang akan disampaikan Reni tadi. Dia kenapa? Rino kembali didera rasa ingin tahu. Tapi tenang. Kelak masih banyak waktu. Ia akan mencari gadis itu dan mengukir kisahnya sendiri.

Rino tersenyum minta maaf ke gadis itu. Ia memberanikan diri memegang tangannya lembut di atas biolanya.

“Oke. Gadis pantaiku. Aku tak ingin membuat teman-temanku marah, dan mengusik kita. Aku akan mencarimu. Segera.” Rino meloncat turun dan melangkah pergi setelah melambaikan ciuman jauhnya untuk Reni, Gadis pantainya yang tersenyum bahagia di sana.

 

***Selesai***

Tinggalkan Balasan