Memaknai Perjalanan Pendidikan dari Perjuangan Kartini

Edukasi, Pendidikan57 Dilihat
Hari Kartini
Memperingati Hari Kartini, 21 April 2021 oleh Yulius Roma Patandean

Perubahan Kebijakan Pendidikan

Dunia pendidikan terus berbenah di Indonesia. Sejak masa penjajahan, hingga saat ini dalam masa menikmati kemerdekaan. Pendidikan berbenah tidak hanya dalam lingkup institusi penyelenggara pendidikan melainkan juga dalam hal kesetaraan gender. 

Pada lingkup institusi penyelenggara pendidikan, perubahan hampir terjadi pada setiap pergantian kepala negara.  Beragam peraturan pemerintah dan peraturan menteri pendidikan telah mewarnai perubahan kurikulum pendidikan nasional. Tujuan semua perubahan tersebut adalah memajukan pendidikan bangsa.

Persamaan Gender

Dari setiap perubahan itu, satu hal yang paling utama adalah adanya kesetaraan gender bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mengenyam pendidikan yang sama, baik laki-laki maupun perempuan. Tak bisa disangkal bahwa munculnya ibu Megawati Soekarno Putri yang pernah menjadi presiden RI, Susi Pudjiastuti sebagai salah satu menteri yang fenomenal, Tri Rismaharini, Khofifah Indar P., Irene Kharisma Sukandar, dll. adalah wujud kemajuan pendidikan yang terkait dengan persamaan gender.

Upaya mewujudkan pendidikan untuk semua ini adalah wujud perjuangan dari Raden Ajeng Kartini. Memang tidak mudah pada awalnya. Tetapi, tiada awal perubahan yang baik-baik saja. Pastinya melalui proses perjuangan yang bahkan seringkali berderai air mata dan mengorbankan nyawa.

Habis Gelap Terbitlah Terang

Seperti ucapan R.A. Kartini, “Tiada awal di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan.” Kalimat-kalimat ini telah menjadi slogan Habis Gelap Terbitlah Terang

Setiap perubahan pendidikan tentunya tidak langsung memberi pengaruh baik. Butuh proses panjang, bahkan hingga puluhan tahun. Setiap kebijakan pemerintah terkait pendidikan tidak selalu langsung terasa manfaatnya. Kondisi ini berlaku hingga kini. 

Namun, kita tidak boleh hanya mengkritisi kebijakan pendidikan. Guru dan segenap pelaku pendidikan harus menjadi pelaku praktek baik pendidikan yang nyata. Dengan kata lain kitalah yang harus bertindak sebagai interpreter, translator atau penerjemah setiap kebijakan.

Hadirnya kebijakan baru sebagai upaya memajukan pendidikan akan menjadi wujud pergantian suasana dari yang belum baik menjadi lebih baik. Seperti malam gelap gulita yang tergantikan oleh pagi merekah yang hadirkan perubahan dalam keindahan. 

Tidak ada kemajuan, keberhasilan, dan kesuksesan tanpa riak-riak rintangan mendahuluinya. Kepahitan terkadang harus mendahului sebelum sampai pada senyum cerah kesuksesan. Ya, terpatlah yang dikatakan mendiang ibu Kartini:

 “Terkadang kesulitan harus kamu rasakan sebelum kebahagiaan datang padamu”

Pendidikan yang membebaskan yang sebenar-benarnya harus berawal dari rintangan-ringatan dan beragam kesulitan. Karena dari sanalah lahir motivasi, inovasi dan kreatifitas untuk berbuat lebih baik. Pendidikan untuk semua orang, untuk semua kalangan, dan untuk semua kelas sosial masyarakat.

Tinggalkan Balasan