Pagi-pagi ibunya Vina, panggil aja namanya Bu Ani menghampirinya. Saat itu Vina lagi asyik melakukakan aktivitas pagi di dapur. Ia sedang membantu mencuci piring.
“Vin! Panggil Bu Ani dari belakang dan bikin kaget dia. Dengan menoleh ke belakang Vina menjawab: “Ada apa Bu?
“Mukenamu besok kan dibawa ke sekolah, kok belum kamu cuci”, kata Bu Ani mengingatkan dia.
“Ooo iya Bu”, jawab Vina teringat kalau besok ia harus membawa mukena untuk salat berjamaah di sekolah.
Kebetulan setiap satu minggu sekali tepatnya tiap Hari Jum’at di adakan Salat Dhuha berjama’ah.
Keadaan musim hujan membuat sinar matahari malas menerangi alam. Begitu juga manusia juga ikut terbawa dalam kemalasan menjemur barang-barang di bawah terik cahaya matahari. Mereka khawatir barang yang dijemur bukannya kering malah kehujanan jika lupa membereskannya.
Vina yang melihat langit semakin mendung menjadikannya semakin malas mencuci mukenanya. Tapi ia terpaksa harus mencucinya karena besok mau di bawa ke sekolahan.
“Tapi mendung Bu”, kata Vina dengan wajah cemberut melihat suasana cuaca yang tidak bersahabat.
“Ya nanti setelah dikeringkan di mesin cuci kamu jemur di samping rumah”, kata Bu Ani memberi solusi sambil menunjukkan di mana harus dijemur mukenanya.
“Semoga nanti ada belas kasihan mendung menyingsing”, kata Vina berharap.
Setelah membereskan piring dan barang-barang yang dicuci. Ia meletakkan pada rak piring dan melangkahkan kakinya mengambil mukenanya yang harus dicuci.
Ia masukkan mukenanya ke mesin cuci. Di putar keran airnya untuk mengisi tabung mesin cuci.
Ia lakukan aktivitas mencuci hampir satu jam karena bersamaan dengan baju-baju kotor yang lain.
Mukena dan baju-baju yang sudah dikeringkan di mesin cuci, ia gantungkan dijemur di samping rumahnya.
“Waduh! Kok semakin gelap”, gumam dia dalam hatinya sambil tetap mengantungkan baju jemurannya.
Vina langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia akan pergi ke sekolah karena waktu sudah menunjukkan jam 6 tepat.
“Bu! Nanti tolong baju-baju dan mukenanya dimasukkan rumah ya? Pinta Vina sambil berjalan ke kamar untuk berpakaian seragam sekolah.
“Ya, tenang aja”, jawab Bu Ani yang sedang menyiapkan makan pagi.
“Makasih Bu! Jawab Vina yang berjalan ke dapur untuk makan pagi.
Vina lalu pamit untuk berangkat ke sekolah. Ia ke sekolah naik sepeda mini. Biasanya ia berangkat bersama ayahnya. Ayah Vina sebut aja namanya Pak Umar. Pak Umar seorang pegawai Bank Swasta di kotanya.
Setiba di sekolah ternyata mendung semakin gelap. Vina khawatir dengan jemuran yang tidak bisa kering termasuk mukenanya.
“Tik tik tik….” bunyi air mulai berlomba turun menatap genting-genting sekolah.
“Waduh! Hujan”, gumam Vina yang berjalan di teras sekolah menghindari air hujan.
“Semoga ibu tidak lupa dengan jemuranku”, harap Vina dalam hatinya.
Ia mencoba menenangkan diri mengikuti materi pelajaran yang disampaikan guru.
Hampir satu jam lebih air hujan tak henti terjun ke bumi. Vina mencoba menenangkan diri dan yakin ibunya seorang yang bertanggung jawab.
Setengah hari penuh Vina di sekolah dan sudah waktunya untuk pulang. Ia menuju ke parkiran mengambil sepedanya. Otot kakinya tanpa diperintah langsung mengayuh sepedanya dengan cepat. Sesampai di rumah Vina langsung menghampiri pakaiannya.
“Alhamdulillah! Gumam Vina dalam hati yang melihat pakaian yang dijemur sudah dibereskan ibunya.
“Makasih Bu! Ucap Vina sambil mencium tangan ibunya yang berada di ruang tengah.
“Iya sama-sama”, jawab ibunya yang sedang melipat baju-baju yang kemarin belum sempat dilipat.
Ada kekhawatiran Vina karena mukenanya belum kering. Kalau besok belum kering berarti ia tidak bisa ikut Salat Dhuha berjama’ah. Sekolah akan memberi sanksi bagi siswa yang tidak membawa mukena/tidak ikut Salat Dhuha berjama’ah.
Waktu Subuh telah tiba, Vina tidak segera mengambil air wudu. Ia menuju mukenya memastikan apakah bisa dibawa ke sekolah.
“Lhoooo! Kok masih basah kumal gini”, gumam hatinya kecewa menyentuh mukenanya yang belum kering.
Dengan sedikit kecewa ia berjalan ke kamar mandi mengambil air wudu untuk melaksanakan Salat Subuh.
Sehabis itu, ia membantu ibunya di dapur sambil ngomong tentang keadaan mukenan yang belum kering dan akibat yang dia terima di sekolah kalau tidak membawa mukena.
Sebenarnya ada mukena tapi warnanya agak buram. Malu kalau dibawa ke sekolahan.
“Masak saya harus berbohong”, kata hatinya sebelum berangkat ke sekolah.
Bersama ayahnya, Vina berangkat ke sekolah. Ia menjadi semakin tidak tenang karena harus berbuat bohong atas pelanggaran yang ia lakukan, yakni tidak membawa mukena. Ia berbohong kalau lagi libur atau menstruasi.
Setiba di sekolah, Vina sedikit menunjukkan wajah cemberut. Ia bingung milih antara “bohong” dan “jujur”. Hatinya bergejolak dalam ketidakberdayaan melihat kenyataan.
Kegiatan Salat Dhuha berjama’ah dilaksanakan sebelum kegiatan belajar mengajar. Semua siswa mulai berkumpul di masjid sekolah siap melaksanakan salat.
Bagi yang belum mempunyai wudu diminta segera mengambil air wudu.Walau Vina tidak membawa mukena ia tetap ke masjid. Vina belum mempunyai wudu melangkahkan kakinya ke tempat wudu. Sebelum wudu, rupanya ia merasakan sakit di perutnya. Ia menuju kamar kecil untuk buang air kecil. Saat buang air kecil, ada air warna merah keluar. “Alhamdulilah! Gumam hatinya. Ini bisa dijadikan alasan dia yang tidak membawa mukena.
Ia tidak jadi menuju ke masjid, tapi kembali ke kelas. Serasa ada kegembiraan dalam hatinya karena terhindar dari kebohongan.
“Lho! Kok tidak ikut salat? Tanya seorang guru yang memeriksa setiap kelas mencari siswa yang tidak mengikuti salat.
“Maaf! Pak! Saya lagi libur tidak salat.
“O iya”, jawab Pak guru sambil berjalan menuju ruang kelas berikutnya.
Vina mengucapkan rasa syukur terhindar dari kebohongan. Maunya ia akan berbohong karena libur. Tapi memang hari itu “Si Merah” sudah waktunya datang. Vina lupa menghitung kalender menstruasinya. Ia langsung menuju kantin membeli pembalut untuk ia pakai.
Salam Literasi,
AHSANUDDIN, S.Pd, M.MPd