Saya sangat sepakat kalau di katakan adanya kekosongan Kepemimpinan seperti yang di katakan JK. Beliau orang yang bercokol sebagai pengusaha, politisi, dan pernah menjadi ketua Partai terbesar di Indonesia, jelas sangat tahu ‘kesalahannya sendiri.”
Pernah jadi ketua partai, tapi partainya tidak mampu melahirkan pemimpin yang berakhlak baik, karena apa? Karena beliau tidak fokus pada urusan negara, bagaimana partai harus melahirkan pemimpin yang baik, beliau hanya fokus pada kepentingan pribadi dan usahanya.
Bagaimana menempatkan orang-orang terdekatnya di kabinet, demi melindungi kepentingan bisnisnya. Dua kali menjadi Wapres, tetap saja yang lebih dipikirkan eksistensinya bisnis dan keselamatan orang-orang peliharaannya.
Saya tidak abaikan upaya-upaya positif yang pernah beliau lakukan, tapi dengan kecerdikannya sebagai seorang ‘pemain’ politik, tetap saja beliau selalu memancing di air keruh, dan selalu ingin dilihat memiliki kesan yang baik, di tengah berbagai manuver politiknya.
Sekarang di tengah aparat negara ingin melindungi dan mengamankan negara, dari berbagai kelompok yang ingin memecah belah banana dengan kedok agama, beliau kembali bermanuver sebagai sosok tokoh, yang tetap ingin mencari simpati publik, padahal beliau punya akses untuk tetap bisa mendamaikan suasana, bukan malah membuat percik api yang siap membesar.
Sebagai seorang pemain politik, JK lebih terlihat seperti pemain panggung komedi Srimulat, yang muncul terakhir di panggung, dengan lawakannya yang paling lucu.
Bagaimana mungkin seorang yang pernah menjadi ketua partai, jadi Wapres mempersoalkan kekosongan Kepemimpinan? Bukankah itu bagian dari tanggung jawabnya sebagai pemimpin politik?
Jangan menanam andil pada bibit-bibit perpecahan, kalau memang seorang negarawan. Seharusnya Sudan selesai pada urusan duniawi, masih belum kenyangkah JK? Masih sibukkah mencari-cari hal duniawi? Jangan terus haus pada syahwat kekuasaan, jangan memancing diair keruh, ditengah kekisruhan bangsa ini.