Kegiatan KBM pada masa pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama beberapa bulan secara online menuntut adanya kegiatan literasi di rumah masing-masing. Banyak manfaat dan kemudahan yang bisa kita ambil dari kegiatan literasi digital, khususnya untuk mendukung suksesnya kegiatan KBM online. Meski demikian, literasi digital tersebut ibarat pisau bermata dua yang memiliki efek positif dan efek negatif. Tinggal bagaimana kita mampu mengendalikan dan mengontrolnya!
Kondisi ini makin menyadarkan kita bahwa kegiatan literasi bukan hanya terjadi di bangku sekolah/ kampus, tapi juga bisa dilakukan di lingkungan rumah/keluarga. Sebagai unit terkecil dari masyarakat, keluarga adalah pondasi pembentukan karakter dan perilaku anak. Dari situlah awal sejarah tumbuh dan kembangnya terbentuk, mulai kemampuan berpikir, bertindak hingga membentuk habit. Apa yang dilihat, didengar dan dirasakan anak melalui media digital akan menjadi perilakunya sehari-hari, baik perilaku positif maupun negatif, itulah dampak pisau bermata dua dari literasi digital.
Menurut Goddy (1999), pengertian literasi dalam arti sempit adalah kemampuan untuk membaca dan menulis yang dilakukan seseorang dalam menggambar fenomena sosial secara ilmiah. Sedangkan menurut Alberta (2009), literasi bukan hanya sekedar kemampuan untuk membaca dan menulis namun menambah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dapat membuat seseorang memiliki kemampuan berpikir kritis, mampu memecahkan masalah dalam berbagai konteks, mampu berkomunikasi secara efektif dan mampu mengembangkan potensi dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Media literasi di zaman teknologi saat ini sudah bergeser, dari yang menggunakan serba kertas menjadi serba teknologi atau yang dikenal dengan literasi digital. Revolusi literasi digital tersebut merupakan perubahan dari teknologi mekanik dan elektronik analog ke teknologi digital yang terjadi sejak tahun 1980 dan berlanjut sampai hari ini. Revolusi itu awalnya dipicu oleh generasi remaja yang lahir pada tahun 80-an yang berkaitan dengan revolusi pertanian, revolusi Industri, dan revolusi digital menandai awal era Informasi.
Revolusi digital ini telah mengubah cara pandang seseorang dalam menjalani kehidupan yang sangat canggih saat ini. Sebuah teknologi yang membuat perubahan besar kepada seluruh dunia, dari mulai membantu mempermudah segala urusan sampai membuat masalah karena tidak bisa menggunakan fasilitas digital yang semakin canggih ini dengan baik dan benar.
Dalam dunia pendidikan terdapat istilah yang berbeda dalam penyebutan literasi digital, seperti TIK atau ICT (teknologi informasi dan komunikasi). Pelajaran ini diajarkan di sekolah sebagai kurikulum pelengkap kurikulum lainnya. Namun semua teknologi itu kini bisa disediakan oleh orang tua dirumah, terutama untuk kalangan mampu dengan asumsi untuk membantu anak dalam belajar dan mengerjakan PR.
Media literasi digital bermacam-macam bentuknya misalnya handphone, notebook, laptop, tablet dengan dukungan koneksi internet lebih luas jangkauannya. Meski demikian, kemajuan literasi digital tersebut ibarat pisau bermata dua. Memang anak bisa dengan mudah dan cepat berliterasi digital di lingkungan keluarga atau masyarakat. Tapi ingat, tidak semua konten (informasi) positif yang bisa didapat, informasi negatif pun bisa dengan mudah diperoleh. Diantara konten literasi yang berbahaya bagi anak adalah tayangan televisi (TV) dan film, apalagi yang belum lulus sensor oleh Lembaga Sensor Film (LSF).
Pepatah bijak mengatakan “Dari mata turun ke hati, dari hati mengalir ke dalam pola pikir dan jadilah perilaku. ” Secara psikologis anak yang notabene siswa masih usia remaja sangat mudah meniru apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Hal itu sebagaimana yang dikatakan Ulama terkenal Ibnul Qayyim, menurutnya manusia itu bagaikan burung, sangat senang meniru di antara mereka. Betapa banyak orang yang tidak menginginkan kebaikan dan keburukan hingga ia melihat orang lain melakukannya. Jika ada orang yang melakukan sesuatu maka ia akan melakukannya.
Salah satu dampak maraknya perilaku menyimpang pelajar adalah salah dalam menangkap dan memaknai informasi dari media literasi. Miris, jika kita saksikan berita kriminal di TV seperti tawuran pelajar, kekerasan, perampokan, pemerkosaan dll yang dilakukan oleh anak usia remaja. Dalam buku Strategi Komunikasi Karya Drs. Anwar Arifin dijelaskan bahwa Film dan TV termasuk jenis-jenis media yang berfungsi sebagai alat komunikasi massa dan menyampaikan isi pesan kepada khalayak (umum). Film mulai muncul dan memasuki masa perkembangannya pada awal abad 20, sekitar tahun 1900.
Sebagai salah satu alat komunikasi massa, film nampak berbeda dengan alat-alat komunikasi massa lainnya. Kalau surat kabar dan radio bisa tersebar dimana-mana, di desa-desa, di kota-kota, di gunung-gunung bahkan di pelosok-pelosok. Sedangkan film harus ditonton dalam suatu ruangan/media tertentu seperti televisi. Tentunya tiap film baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri memiliki budaya, karakter dan kultur yang berbeda, ada adegan kekerasan, kejahatan, percintaan, gaya hidup glamour dll yang tidak pantas/layak ditonton oleh anak.
Pengaruh positif dan negatif dari tayangan film, dalam teori komunikasi massa ibarat jarum suntik/hipodermik yang dapat menimbulkan efek yang kuat, langsung, terarah, dan segera. Teori tersebut berpendapat bahwa khalayak (pemirsa) sama sekali tidak memiliki kekuasaan untuk menolak informasi setelah disuntikkan melalui media komunikasi (film). Khalayak terlena seperti kemasukan obat bius melalui jarum suntik sehingga tidak memiliki alternatif untuk menentukan pilihan lain, kecuali apa yang disiarkan oleh media. Teori ini juga dikenal dengan sebutan Teori Peluru atau bullet theory. Meskipun ada teori lain mengatakan bahwa khalayak pun bisa menentukan sikap dan memfilter pengaruh dari tanyangan film.
Meski demikian kegiatan literasi digital dalam keluarga juga memiliki manfaat yang positif. Anak lebih suka belajar, mudah mendapat informasi dan pengetahuan untuk mendukung prestasi belajarnya. Karena literasi digital ibarat pisau bermata dua, tergantung bagaimana menggunakannya. Pengawasan dan kontrol dari orang tua sangat diperlukan untuk mendukung budaya Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dan Gerakan Literasi Nasional (GLN) sebagaimana yang dulu pernah digembor-gemborkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan (sekarang Gubernur DKI Jakarta).
Program GLS bertujuan untuk menumbuhkan budi pekerti. Dengan slogan “Bahasa Penumbuh Budi Pekerti” gerakan Literasi Sekolah dikembangkan berdasarkan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Sementara itu, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, Mahsun, mengatakan GLS bertujuan membiasakan dan memotivasi siswa untuk mau membaca dan menulis guna menumbuhkan budi pekerti. Dalam jangka panjang, diharapkan dapat menghasilkan anak-anak yang memiliki kemampuan literasi tinggi.
Kemajuan teknologi digital saat ini diharapkan dapat mendukung dan meningkatkan kualitas GLN. Para siswa bisa berliterasi di luar lingkungan sekolah yakni di lingkungan keluarga dam masyarakat, tentunya dengan pengawasan dan kontrol ekstra dari orang tua. Diantaranya ada 5 caranya yakni pertama, memberikan kesadaran pada anak pentingnya membaca, menulis dan mengikuti pesan positifnya. Kedua, memberikan pemahaman dan kesadaran akan dampak negatif dari media literasi digital. Ketiga, memasang aplikasi pengaman (blocker) pada media literasi anak seperti handphone, tablet, laptop yang terkoneksi internet sebagai filter dari informasi negatif. Keempat, membuat perpustakaan mini dirumah dengan buku-buku pendidikan yang disukai anak, hal ini penting sebagai penyeimbang agar anak tidak ketagihan dengan media digital sebagai sumber informasi. Kelima, sediakan film/cuplikan video bertema pendidikan untuk membentuk karakter anak serta jauhkan anak dari kebiasaan bermain game. Dengan suksesnya program literasi dalam keluarga maka otomatis akan mempercepat suksesnya GLN! Ayo rajin membaca, buka cakrawala dunia.
Terima kasih Pak Andy Abu Faris
Ulasan sangat menarik tentang Literasi Digital dikaitkan pandemi Covid 19. menjadi lengklap keyikan diakhir tulisan disampaikan solusi.
Lanjutkan Pak Guru posting di YPTD, Insha Allah akan semakin menambah khasanah Buku Pribadi menjadi 17.
Salam Literasi
YPTD
salam literasi, mari kita terus kampanyekan
Baik Pak Haji Thamrin… terimakasih