Coretan Tanpa Bekas
ASN Kok Tidak Netral
Oleh: Arfianto Wisnugroho
Netralitas itu sebenarnya bagus bagi mereka yang notabene Aparatur Sipil Negara (ASN). Apalagi kalau hal tersebut tidak hanya di lisan saja, tetapi juga tindakan. Karena masyarakat juga melihat kenetralan seseorang dari perilakunya. Jangan sampai kalau kalau ditanya tentang pilihan menjawab, “Siapa yang jadi sama saja,” tetapi dalam keseharian mengajak orang lain untuk memilih salah satu calon. Tentunya hal tersebut akan membuat tingkat kepercayaan masyarakat menurun. Lebih-lebih kalau dalam keseharian malah meninggikan salah satu kubu. Pastinya masyarakat tidak akan percaya akan kenetralan tersebut.
Meski demikian, seharusnya sistem yang berlaku mendukung kenetralan seseorang atau sekelompok. Karena sistem yang bagus memungkinkan seseorang dapat menjaga kenetralan yang ia miliki. Akan lebih bagus lagi jika mereka yang mencalonkan diri juga menghormati kenetralan tersebut. Pastinya mau pilihan apa saja dan di tingkat manapun akan menghasilkan keadilan. Seperti pemilihan ketua RT di tingkat desa atau pilihan calon legislatif di tingkat kota. Hasilnya pasti murni sesuai dengan yang diharapkan masyarakat.
“Tapi itu semua hanya angan-angan saja to Le..!” Kata Pakdhe kepada mas Nyentrik.
“Ya bisa juga Pakdhe, kita gak tahu pasti arah pikiran orang-orang itu.” Balas mas Nyentrik sambil melempar kapal kecil yang ia buat dari daun waru ke sungai.
Kebetulan siang itu mas Nyenyrik dan Pakdhe Ijo sedang ingin menikmati sejuknya sungai di kampung mereka. Menurut Pakdhe kebanyakan orang tidak akan netral. Meskipun mereka selalu meyakinkan diri mereka netral kepada masyarakat, itu hanya di sosial media saja. Hal tersebut terjadi karena ia mempunyai seorang teman yang selalu berkata kalau dirinya tidak memihak manapun. Tetapi saat mendekati pilihan malah membantu kampanye salah satu partai.
Begitulah keadaan jika berkaitan dengan pilihan. Pakdhe mas Nyentrik mengatakan kalau penyebab ketidaknetralan juga bisa berasal dari mereka yang mencalonkan. Seperti di kampung tetangga, ada calon yang menawarkan suatu bantuan kepada masyarakat. Tetapi harus ada timbal balik dari dari masyarakat atas bantuan tersebut. Jika kemungkinan suara mencapai target, maka kampung bisa meminta bantuan tertentu dari calon tersebut. Karena para pengurus kampung setuju, beberapa anggota terpaksa harus memberikan suara kepada calon saat pemilihan nanti. Meski hanya beberapa yang memilih calon tersebut, tetap saja mereka yang tidak memihak salah satu calon jadi tidak sepenuhnya netral.
“Wah gak asik nih, kalau kampung kita gimana Pakdhe?” Tanya mas Nyentrik mendesak.
“Kalau kampung kita ya.. begitulah!” Jawab Pakdhe sambil tersenyum lebar.
Pakdhe tidak memberitahukan keadaan kampung sendiri terkait pemilihan. Tetapi mas Nyentrik mendengar kabar dari seorang teman kalau ada tim sukses dari salah satu calon mendatangi pengurus kampung. Meski tidak tahu pembahasan secara khusus, pengurus belum menyetujui usulan tim sukses tersebut. Kabarnya calon tersebut akan memberikan tenda untuk kampung jika ada lebih dari 80% warga memilihnya. Beberapa warga setuju dengan hal tersebut karena saat ini kampung membutuhkan tenda yang dimaksud. Namun beberapa pengurus berpendapat kalau sebaiknya tidak perlu mengikat apa yang menjadi pilihan warga masyarakat. Mereka memiliki pilihan masing-masing, sehingga biarkanlah semua seperti apa adanya. Tidak perlu dicampuri dengan dalih untuk kebaikan kampung.
Kalau dipikir kembali, keputusan pengurus kampung tersebut sangat bijak. Karena ada beberapa warga kampung yang berstatus sebagai ASN. Jika mereka harus memilih calon tersebut dalam pilihan, secara tidak langsung ia sudah tidak netral. Meskipun ada embel-embel demi kepentingan bersama, tetap saja ia telah melanggar janji dan sumpahnya.
“Janji dan sumpah apa ya Pakdhe?” Tanya mas Nyentrik saat Pakde menyinggung janji dan sumpah terkait ASN.
“Lha kemarin para ASN beramai-ramai berikrar untuk netralitas pegawai saat ….!” Pakdhe Ijo berpikir akan lanjutan dari apa yang akan disampaikan.
“Oalah..kalau itu tidak usah dipikir Pakdhe…!” Mas Nyentrik nyambung karena ia mengerti maksud Pakdhe Ijo.
Mas Nyentrik yang mengetahui maksud Pakdhe Ijo tersebut senyum sambil mengangguk-angguk. Ia paham maksud dari Pakdhe Ijo terkait ASN ditempatnya yang ramai-ramai berikrar atas netralitas mereka sebagai ASN saat pemilihan. Namun ia juga mengerti kalau Pakdhe Ijo tidak yakin akan netralitas tersebut. Tentu saja demikian, belum ada seminggu setelah melakukan ikrar sudah ada pesan yang diteruskan berkali-kali. Yakni pesan dari salah satu anggota komisi tertentu dari fraksi tertentu. Menurut Pakdhe Ijo, inti dari pesan tersebut terkandung ajakan terselubung untuk memilih salah satu calon. Sebenarnya isi dari pesan tersebut masih bisa dimaklumi oleh mas Nyentrik. Hanya saja hal tersebut menjadi aneh ketika ada beberapa ASN yang malah menyebarkan ke beberapa grup melewati media sosial yang ia miliki.
“Eee.lha dalah, ASN kok tidak netral..!” Gerutu Pakdhe Ijo sambil berdiri dengan sewot.
Karena terlalu semangat berdiri, sesuatu menyerupai kartu jatuh dari kantong Pakdhe Ijo. Ternyata kartu tang dimaksud adalah beberapa gambar calon dari partai tertentu. Melihat hal tersebut mas Nyentrik hanya tersenyum sambil menirukan perkataan Pakdhe Ijo sebelumnya, “Eee..lha dalah, ASN kok tidak netral.”