Ini Tentang Siapa, Bagaimana, dan Dimana

Coretan Tanpa Bekas

Ini Tentang Siapa, Bagaimana, dan Dimana

Oleh: Arfianto Wisnugroho

 

Memiliki penghasilan tetap adalah idaman bagi kebanyakan orang. Sehingga banyak dari mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan pekerjaan yang benar-benar layak. Begitu pentingnya pekerjaan tersebut sampai seseorang rela melakukan berbagai hal demi mendapatkannya. Meski terkadang mereka harus berurusan dengan yang namanya suap. Memang terdengar ngeri, apalagi jika pekerjaan tersebut bukanlah pekerjaan yang layak menurut pandangan orang. Bukan tidak layak, tetapi orang tidak cocok saja dengan hati mereka.

“Lha, pekerjaan seperti apa yang membuat orang nekat seperti itu Om?” Tanya mas Nyentrik pada anak pamannya tersebut.

Om mas Nyentrik yang selalu ingin tahu itu tidak menjawab dengan jelas. Ia hanya melanjutkan bercerita tentang beberapa orang tersebut. Ia mengatakan kalau untuk menjadi seperti sekarang si A menghabiskan 100 jt. Terdengar sangat mahal karena itu sudah berlangsung sekitar 12 tahun lalu. Si B habis 75 jt dengan posisi yang tidak seberapa seperti itu. Sedangkan si C habis 120 jt dengan ijazah terakhirnya. Ternyata banyaknya uang yang dikeluarkan dan ijazah berpengaruh pada posisi di setiap pekerjaan. Itu baru beberapa saja, masih banyak orang seperti mereka yang kalau diceritakan tidak ada habisnya. Namun mereka saja sudah mewakili bagaimana seseorang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan. Dari mereka kita juga tahu kalau ternyata masih ada pekerjaan yang menggunakan sistem tersebut dalam proses seleksinya.

Tapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah hal tersebut benar atau hanya pendapat tanpa dasar? Pertanyaan tersebut yang biasanya tidak dapat dijawab dengan pasti. Kata Om mas Nyentrik kemungkinan itu benar. Dengan wajah meyakinkan ia mengatakan bahwa mereka bercerita pada orang dekat mereka. Kemudian orang dekat tersebut yang menyebabkan cerita mereka tersebar. Hampir semua orang di kampung mengetahui cerita tersebut. Kalau ingin membuktikan kebenaran dari cerita tersebut pasti akan sulit. Kemungkinan mereka juga tidak mau memberikan bukti. Kalau diminta baik-baik untuk menceritakan hal tersebut, mereka pasti akan menjawab kalau mereka lulus melalui tes murni. Itu berlaku bagi mereka dan semua keluarganya, terlebih orang tua mereka. 

“Wah gawat juga kalau hal tersebut benar, mau jadi apa generasi ini!” Gumam mas Nyentrik sambil mendengar lanjutan cerita.

Yang namanya juga cerita, pasti kemungkinan benar dan tidak pasti ada. Jika benar demikian, ada beberapa orang penting yang terlibat. Minimal ada tiga pihak yang berkepentingan terlibat di dalamnya. Kemungkinan pertama adalah sponsor yang bisa jadi orang tua atau keluarga bersangkutan. Kedua pasti pihak yang menjembatani, yakni orang penting dalam kasus tersebut. Dialah yang menghubungkan semua yang terjadi dari pihak pertama dengan pihak ketiga. Pihak terakhir atau pihak ketiga bisa jadi adalah tempat pihak pertama bekerja atau biasa disebut orang dalam. Kalau sudah demikian, berarti semua sudah di desain dari awal. Seperti apa desain sesungguhnya dari proses penerimaan seperti itu. Akan susah bagi kita mengungkapkannya karena sistem di dalamnya sudah pasti bobrok. Kalau sudah demikian tinggal kita lihat saja orang-orang di dalamnya sekarang. Tidak perlu jauh-jauh memikirkan generasi mendatang. Generasi sekarang saja sudah jelas seperti itu perangainya. Kalau sistem seperti itu terus dipakai, bisa dipastikan generasi mendatang lebih parah. 

Apapun sistem tersebut, pasti banyak yang dirugikan. Kerugian pertama dimiliki orang yang menjalani proses seleksi penerimaan dengan murni. Yakni mereka yang mengikuti seleksi tanpa adanya bantuan orang dekat atau orang dalam. Bisa dipastikan mereka yang murni ini akan tersingkir meski sebenarnya memiliki nilai lebih dari sekian tes yang dilaksanakan saat proses seleksi. Sedangkan kerugian kedua adalah masyarakat secara luas. Secara tidak langsung mereka terlibat dengan masyarakat. Sehingga jika pekerjaan mereka berhubungan dengan pelayanan masyarakat, bisa dipastikan masyarakat tidak puas.

Cerita demikian mungkin sering kita dengar selama ini. Sangat miris jika kita rasakan. Ternyata masih banyak kejadian nyata disekitar kita. Yang lebih menyedihkan adalah pelakunya sangat asik menikmati atas apa yang mereka lakukan. Bahkan di kalangan tertentu semua itu bisa terjadi secara terang-terangan. Lalu masyarakat yang mengetahui juga tidak bisa berbuat apa-apa. Bukan karena tidak peduli, tetapi pengetahuan yang mereka miliki adalah kalau hal demikian sah dilakukan. Kalau sudah demikian adanya apa bisa dikata. Mereka yang tahu dan menentang praktek semacam itu juga jadi bingung.

“Nah..bagaimana jika ada orang yang benar-benar murni dalam mengikuti suatu seleksi Om? Lalu orang tersebut akhirnya diterima? Bukankah si D katanya murni?” Tanya mas Nyentrik dengan penuh rasa ingin tahu.

Om mas Nyentrik hanya tersenyum lalu berkata, “Lha..kan sudah tahu, tanya lagi!”

Mas Nyentrik hanya mengernyit mendengar jawaban tersebut. Ia sebenarnya mau memastikan siapa saja yang dibicarakan, bagaimana mereka mengikuti seleksi saat mau bekerja, dan  mereka sekarang bekerja dimana. Mas Nyentrik hanya bisa berpikir, “Jawab saja sendiri!”

Tinggalkan Balasan