Sahabat Literasi dalam Karya Antologi
Oleh: Sri Sugiastuti
Persahabatan bukanlah sebuah kesempatan, tapi merupakan tanggung jawab yang manis.”
– Khalil Gibran-
Apa yang dinyatakan Khalil Gibran seorang seniman dan penyair hebat dunia yang berasal dari Lebanon tinggal di Amerika beberapa abad yang lalu benar adanya.
Kata tanggung jawab memiliki makna yang bermacam-macam. Bagaimana kita merawat persahabatan tersebut. Sementara Bu Kanjeng merawat persahabatan dengan Literasi.
Persahabatan itu harus diikat. Diikat dengan apa? Diikat dengan tulisan. Bu Kanjeng berbicara dengan hatinya. Teringat di penghujung tahun 2019. Saat ia memulai satu kegiatan yang diawali dari satu persahabatan di dunia maya pada sebuah komunitas Literasi.
Berawal dari saling sapa di satu grup menulis yang merasa dicuekin oleh Penanggungjawabnya. Bu Kanjeng menuliskan klaideskop mini catatan demi catatan yang sudah dilalui selama 12 bulan di tahun 2019 dalam komunitas sahabat Literasi.
Setiap saat ia selalu bersyukur dan saat syukur itu dirasakan dan dinikmati, muncul nikmat yang lain. Lagi, lagi dan lagi. Tentu ini bukan suatu kebetulan. Tangan dan kasih sayang Allah yang mengizinkan semua itu.
Potensi Bu Kanjeng ada di silaturahmi dan persahabatan. Ia paling suka berbagi. Walaupun wujudnya hanya berupa senyumnya dan rasa simpati pada orang lain. Dan ia merasakan bonus yang Allah berikan luar biasa.
Ia tidak membayangkan bahwa berada di satu komunitas persahabatan di dunia Literasi itu sangat membahagiakan. Ini menjadi bukti bahwa suatu potensi bila digali dan ditekuni pasti berbuah manis. Dengan catatan bila dijalani dengan niat yang lurus dan semata karena mengharap rida-Nya.
Akhir tahun 2019 Bu Kanjeng dapat hibah untuk menyelesaikan proyek buku Antologi yang sempat mangkrak 1 tahun diam di tempat tanpa tindak lanjut. Padahal buku antologi yang digagas itu berbicara tentang Pelangi Literasi dengan 25 penulis dari seluruh Indonesia di bawah bendera AGM ( Asosiasi Guru Menulis).
Ini jadi pengalaman Bu Kanjeng yang pertama sebagai PJ. (Penanggung jawab). Bermodal niat dan tidak malu bertanya, rajin menyapa sahabat penulis, editor, juga penerbit, akhirnya muncul penampakan dari buku tersebut. Plong. Cetak pertama 150 exps. Alhamdulillah.
Komunitas itu tetap ada, bahkan Bu Kanjeng semakin banyak memiliki komunitas sahabat Literasi
. Kadang di satu komunitas lain ia bertemu lagi dengan sahabat mayanya. Ya karena punya satu misi, jadi mengalir saja untuk bisa berbagi. Salah satunya Bu Kanjeng menjadikan tahun 2019 tahun menulis Antologi. Ia ikut menulis di lebih 10 buku antologi dengan berbagai tema.
Dalam berproses itu akhirnya Bu Kanjeng mengajak sahabat dalam komunitasnya untuk menulis buku secara keroyokan. Ternyata sambutan dari komunitasnya luar biasa terutama sahabat penulis muda. Mereka sangat asyik untuk diajak kolaborasi. Dengan kolaborasi itu Bu Kanjeng terpompa semangatnya. Terasa ide bermunculan. Karena bak gayung bersambut.
Ternyata kerja bareng itu lebih gayeng. Bisa saling mengingatkan, memberi masukan dan semangat menulis tetap terjaga. Bagaimana mengupayakan agar target tercapai. Muncul ide baru agar bisa berkembang dan menularkan virus cinta literasi ke seluruh Indonesia. Akhirnya lebih dari 100 buku Antologi berhasil digawangi Bu Kanjeng.
Berawal dari mimpi, lalu dijalani dengan ikhlas, selalu berbaik sangka pada semua orang, tidak pelit ilmu. Biarkan hati bicara dan jangan lupa pakai kacamata 5 dimensi untuk membaca dan memahami apa yang diterima atau dibaca.