Hati-Hati Menulis Opini, Jangan Sampai Jatuh Ke Jurang Hoaks yang Dalam!

Puluhan Jurnalis di Magelang Mendeklarasikan Perang Melawan Hoaks (Sumber gambar: https://jogja.tribunnews.com)

Oleh: Dionisius Agus Puguh Santosa, SE, MM

Dewasa ini perkembangan media massa, media sosial, dan beragam platform lainnya terjadi begitu pesatnya. Bukan tidak mungkin di suatu ketika kita pernah mengalami peristiwa dimana awalnya kita bermaksud menuliskan opini di salah satu platform tersebut, namun tak dinyana malah kemudian menjadi sebuah hoaks! Kok bisa, guys?

Biasanya opini kita tulis untuk memberikan tanggapan terhadap sebuah peristiwa atau kejadian yang sedang hangat-hangat dibahas oleh banyak orang. Opini bisa bernada positif pun bisa bermuatan negatif, tergantung tujuan si penulis saat menuliskannya.

Nah, jika kita membahas soal peristiwa dan kejadian yang sedang hangat dibahas media, maka sudah dapat dipastikan bahwa hukumnya menjadi wajib untuk mendapatkan informasi yang valid atau bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Tentu hal tersebut dapat kita peroleh atau dapatkan dari media massa, media sosial, atau saluran berita yang kredibel.

Dan sudah menjadi rahasia umum bila di jagat maya juga selalu bertebaran situs-situs abal-abal yang menyajikan berita “seolah-olah benar” sesuai dengan fakta yang terjadi dan berkembang; padahal isi pemberitaannya sebenarnya bisa dikatakan hoaks karena sudah mengalami manipulasi dan suntingan di sana-sini.

Tentu sebagai penulis kita harus berhati-hati terhadap kemungkinan mempergunakan sumber-sumber bacaan atau referensi yang isinya tidak dapat dipertanggung jawabkan tersebut. Sebab, jika kita tidak berhati-hati, kita bisa terjebak menghasilkan opini yang dapat dikategorikan sebagai hoaks!

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “hoaks” bermakna berita bohong. Sedangkan menurut Cambridge Advanced Learner’s Dictionary – 3rd Edition, yang dimaksud dengan hoax adalah “a plan to deceive someone, such as telling the police there is a bomb somewhere when there is not one, or a trick” (rencana untuk menipu seseorang, seperti misalnya memberi tahu polisi bahwa ada bom di suatu tempat padahal tidak ada, atau tipuan).

Sekitar sepuluh tahun yang lalu, beragam konten atau berita yang bermuatan hoaks dengan mudah akan kita temukan di internet. Jumlahnya pun begitu banyak dan menjadi semakin banyak akibat “duplikasi” yang dilakukan terhadap konten hoaks tersebut. Duplikasi konten hoaks biasanya marak dilakukan di berbagai jenis platform media sosial yang ada.

Sejak tahun 2008 Pemerintah Republik Indonesia sebenarnya sudah menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.

Seperti yang dinyatakan melalui Pasal 28 UU ITE tersebut, mereka-mereka yang membuat konten hoaks dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yaitu:

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.”

Meskipun dalam kutipan bunyi pasal tersebut di atas disebutkan bahwa yang mendapatkan sanksi adalah apabila berita hoaks tersebut mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik, namun seperti dikemukakan oleh Dimas Hutomo melalui situs hukumonline.com, kerugian dimaksud tidak hanya sebatas kerugian konsumen saja, melainkan sanksi pidana juga akan diterapkan :

  1. Jika berita bohong bermuatan kesusilaan maka dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UU ITE;
  2. Jika bermuatan perjudian maka dapat dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (2) UU ITE;
  3. Jika bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE ;
  4. Jika bermuatan pemerasan dan/atau pengancaman dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (4) UU ITE;
  5. Jika bermuatan menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA dipidana berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU ITE;
  6. Jika bermuatan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dipidana berdasarkan Pasal 29 UU ITE.

Ternyata para pembuat konten hoaks di beragam media yang ada saat ini dapat diancam dengan sanksi pidana seperti ditegaskan dalam berbagai aturan di atas. Untuk itu saya mengajak kita semua untuk selalu berhati-hati saat akan menulis, meskipun itu hanya sekedar menulis opini di media sosial.

Semakin mendalam Anda membuat ulasan yang Anda buat berdasarkan aneka sumber yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, maka bersiap-siaplah jika sewaktu-waktu Anda dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang ITE di atas.

Untuk itu selalu biasakan diri melakukan verifikasi berita sebelum menuliskannya kembali dalam bentuk analisa atau opini. Sebab jika tidak berhati-hati, tulisan kita bisa terpeleset dan akhirnya jatuh ke jurang hoaks yang dalam!

Banjarmasin, 5 Februari 2021

Tinggalkan Balasan