KMAC H-38 Redundant 33: Si Kuning dan Si Pink

Redundant 33: Si Kuning dan Si Pink

Oleh Erry Yulia Siahaan

(Foto-foto: Bibit Bunga)

Ini cerita tentang si Kuning dan si Pink. Sebutan untuk dua jenis tanaman bunga di depan rumah. Penghias pagar. Berhadapan dengan teras.

Sudah berulangkali, tanaman itu dipangkas dan dirapikan. Akar si Kuning, sebutan untuk bunga lonceng kuning, sudah ke mana-mana. Banyak anak-anak tanaman bermunculan di tanah sekitarnya.

Batangnya coklat muda, menandakan sudah tua. Hijau dan lebih lunak jika masih muda. Batang coklat tersebut ramping seperti lidi tapi lebih gemuk, panjang-panjang dan ada bagian yang sampai melilit-lilit. Sangking banyaknya, suatu hari saya mengikat seberapa banyak saya dapat, seperti membuat sapu lidi. Tanaman ini tidak bisa berdiri kokoh, karena ramping dan panjang sekali. Itu sebabnya, ia suka sekali menundukkan badannya, terjuntai sampai ke luar pagar. Begitu banyak, hingga bak rimbunan hijau-kuning dari kejauhan.

Bunga yang mirip lonceng memanjang dan biasa disebut “terompet emas” itu terlihat bersih dan cerah. Anggun, dalam warnanya yang kuning muda. Kadang warna putih muncul di sela-sela. Indah. Layak saja bila ia dijadikan simbol kecantikan.

Pagi hari, ketika sinar matahari meninggi, uap air mengembun, menjadi bulir-bulir berkilauan pada mahkota si Kuning yang halus dan lembut. Butiran itu berkilat-kilat terterpa cahaya surya. Membuat hati terpaut.

Beberapa hari yang lalu, ketika ada tukang kebun, si Kuning banyak dibabat. Cuma tersisa satu ikat. Namun, juntaian dari satu ikat itu saja sudah lumayan banyak, sampai nongol di luar pagar, dekat trotoar.

Sementara si Pink, sebutan untuk bunga kembang sepatu berwarna pink, sama cantiknya dengan si Kuning. Ia juga sudah tua. Batangnya sudah besar, keras pula.

Sebelum ditebang tempo hari, tubuhnya sampai miring-miring, seperti batang yang tertidur, rebahan di teras depan. Rindang. Namun, sinar matahari menjadi tak leluasa menembus area teras. Juga menjadi penghalang bagi yang lalu-lalang di tanah. Sebab, batangnya yang kekar melintang, seperti jembatan kayu antara pagar dan lantai teras.

Sepulangnya tukang, ia tinggal berupa batang buntung, setinggi setengah meter, dengan satu-dua ranting. Hari ini, terlihat dedaunan mulai tumbuh dari si Kuning. Subur nian. Puji Tuhan.

Allamanda cathartica (Sumber: pngegg.com)

“Bunga Bapak”

Anak saya menyebut mereka, “Bunga Bapak”. Setelah suami saya meninggal, si Kuning dan si Pink merupakan bunga “wajib” untuk dibawa ziarah. Kami memetiknya dengan leluasa, apalagi ketika mereka sedang banyak-banyaknya seperti beberapa bulan belakangan ini. Tanah sering diguyur hujan dan tanaman merasa senang.

Selain si Kuning dan si Pink yang kami bawa dari rumah ketika berziarah, kami juga membeli bunga kubur dalam plastik, yang biasa dijual di pinggir jalan ke arah tempat pemakaman, di mana suami saya ditidurkan. Biasanya kami membeli yang putih dan kami biasa menyebutnya si Putih.

Di makam, kami menata ketiga kawanan itu sedemikian rupa supaya terlihat apik. Pada awal-awal suami saya dikuburkan, kontur tanah makam tampak normal. Belum ada legokan atau yang terperosok ke dalam. Belakangan ini, di sana-sini mulai ada yang anjlok. Tanah makam malah menjadi sedikit miring. Ini membuat bunga-bunga itu menjadi lebih sulit diatur. Suka menggelinding, mengikuti takdir alam, dari arah atas ke bawah. Ya, sudah, apa boleh buat, pikir saya. Sebisanya saja.

Kami belum merenovasi makam, mengikuti saran petugas. Alasan petugas itu, ketika berbincang-bincang dengan kami pada Desember 2022, sampai akhir Maret diperkirakan masih banyak turun hujan. Percuma, katanya, kalau dibeton sekarang. Tanahnya belum padat, nanti buang-buang uang. Kami mengikuti saran dari petugas di sana yang tentu lebih paham.

Sayangnya, si Kuning lekas layu, demikian pula si Pink. Saya masih mencari cara untuk membuat mereka bisa bertahan lama. Masih dalam taraf mencoba. Sudah ada satu-dua ide. Antara lain, mencelupkan mereka ke dalam larutan encer yang mengandung desinfektan. Semoga saja bisa.

Si Kuning (Sumber: Erry YS)

Jangan Ditebang

Kami sayang pada bunga-bunga itu. Sejauh ini, kami bersepakat untuk tidak menebang habis mereka. Selain menyimpan kenangan, bunga-bunga ini bisa mempercantik halaman dan ternyata bermanfaat.

Menyimpan kenangan, karena suami saya selagi sehat senang sekali mengurusi mereka. Jika tidak kuat, suami saya tetap tidak mau ketinggalan mengkoordinasikan, mana saja yang perlu dirapikan di taman. Termasuk bagian mana saja dari si Kuning dan si Pink yang perlu disiangi oleh tukang.

Ketika sakitnya mulai serius, suami saya tidak bisa lagi ke taman seperti biasa. Untuk sekadar mencabuti rumput, juga tidak bisa. Saya dan anak-anak suka menjadi perantara, supaya apa yang dikerjakan oleh tukang kebun (atau oleh kami sendiri) bisa membantu menyenangkan hatinya. Terlebih ketika suami saya masih bisa berdiri sendiri dan berjalan keluar, atau masih bisa memperhatikan taman ketika didorong di kursi rodanya, baik untuk berjemur ataupun menuju mobil.

Khasiat Kesehatan

Si Kuning bernama Latin Allamanda cathartica. Ia tidak hanya dikenal sebagai tanaman hias, melainkan bisa sebagai obat.

Situs Bibit Bunga menyebutkan, tanaman Allamanda berasal dari Brazil dan memiliki banyak manfaat atau khasiat bagi kesehatan. Daun Allamanda mengandung senyawa alkaloid yang berfungsi sebagai detoksifikasi. Alkaloid dari Allamanda bisa digunakan untuk mengobati bisul, eksim, dan kurap. Buahnya mengandung saponin dan flavanoid, kulitnya juga mengandung tanin dan saponin.

Lengkapnya, seperti disebutkan dalam situs Bibit Bunga, keluarga si Kuning bisa untuk mengobati penyakit kulit, hati, disentri, obat pencahar, sembelit, obat untuk mengatasi bengkak, membunuh bakteri, mencegah radikal bebas, penawar racun dalam tubuh, penurun panas dan demam.

Allamanda blanchetii (Sumber: National Parks Board, Singapura)

Allamanda cathartica mempunyai saudara yang berwarna violet atau pink keunguan (Allamanda blanchetii). Atau, biasa disebut Allamanda purpurea atau Allamanda violacea. Ia biasa tumbuh mekar di bulan November, perlahan dan satu per satu. Karena, kata situs Three Bouquets, bunga ini memang tidak bisa tumbuh bersamaan langsung. Species ini jarang di Indonesia.

Sedangkan Allamanda schotti ditemukan di daerah Brasil Tenggara dan Selatan, tepatnya di Sao Paulo, Santa Catarina, Minas Gerais, dan Rio de Janeiro. Khususnya di tepian sungai dan hutan terbuka yang tergolong lembab. Daun dan getah bunga ini bisa menimbulkan iritasi.

Teh Hibiscus

Si Pink tak kalah hebat dari si Kuning. Tanaman yang bernama Latin Hibiscus sp. ini, meskipun tidak menyerupai sepatu, ia mempunyai riwayat yang terkait sepatu. Konon, dulu di India, bunga ini digunakan untuk bahan semir sepatu dan akhirnya dikenal sebagai bunga kembang sepatu di Indonesia.

(Sumber: Wild Root)
(Sumber: Amazon)

Tanaman ini berasal dari Asia dan Kepulauan Pasifik. Namun, kata Bibit Bunga, ia mampu tumbuh di seluruh dunia dan tersebar sebagai lebih dari 200 spesies. Selain pink, ada juga varian yang merah, jingga, putih, biru, dan kuning, bahkan ada yang dua warna.

Ukurannya juga bisa berbeda-beda. Yang menonjol dari bunga ini adalah mahkotanya yang besar dan terdiri dari lima helai dan kepala benang sarinya tinggi, sangat jelas ke luar memanjang dari tengah helaian mahkota.

Tidak cuma cantik. Ia juga bermanfaat untuk makanan dan minuman. Ia bisa dibuat teh. Teh bunga kembang sepatu cukup dikenal di sejumlah negara sebagai orhul (di India), bissap (Afrika), agua de jamaica (Meksiko), karkadé (Mesir dan Arab), sorrel (Jamaika), dan soobolo (Ghana).

Teh dari bunga yang dikeringkan ini bisa untuk membantu meringankan gejala flu dan mengurangi tekanan darah. Namun, teh ini tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan menyusui, juga bagi orang yang sedang mengonsumsi obat yang mengandung paracetamol.

Selain sebagai obat, Hibiscus cannabinus juga banyak digunakan dalam pembuatan kertas.***

Tinggalkan Balasan