Jejak Kreatifitas Sang Seniman Serba Bisa, Sebuah Mimpi

Humaniora, Literasi131 Dilihat
corat coret dengan pen Karya Joko Dwiatmoko

 

Bagaimanapun jejak kreatifitas tidak bisa dibatasi. Seseorang bisa saja menyukai menulis juga kegiatan melukis sekaligus, Remy Silado( Yapi  Panda Abdiel  Tambayong) sastrawan tetapi dia juga adalah seorang pelukis. Sudah banyak lukisannya begitu juga karya sastranya. Keduanya bisa saja menjadi passion bagi seseorang dengan sosok seniman sekaligus, penyair dan sastrawan.

Kalau dilihat sebetulnya banyak seni rupawan yang juga sekaligus penulis, begitu sebaliknya ada yang profesinya penulis tetapi diantara kesibukannya ia juga melukis dan berkegiatan musik. Artinya dalam sosok itu muncul allround. Seniman serba bisa. Sujiwo Tejo, ia adalah seorang fisikawan, wartawan, dalang sekaligus musikus dan sastrawan. Kecerdasan pengetahuan lebih lengkap bila disertai dengan kemampuan artistik yang juga tinggi.

Mengapa penulis menyandingkan kegiatan menulis dan melukis dalam buku ini. Salah satu tujuannya adalah ada keterkaitan antara seni rupa atau seni visual. Seorang pelukis akan mempunyai nilai plus jika disamping jagoan melukis, ia bisa menarasikan gagasan lukisannya menjadi sebentuk paper, artikel atau sinopsis yang menjelaskan tentang lukisannya. Mungkin orang memandang lukisannya dengan bingung, apalagi bila lukisannya berbentuk abstrak. Karena tidak ada bentuk, tidak ada realitas, maka awam kesulitan untuk memahami lukisan.

S. Sudjojono, kebetulan adalah seniman yang bisa melukis sekaligus menulis sama baiknya. Ia bahkan bisa menjelaskan lukisan dengan Istilah Jiwa Ketok. Istilah itu sangat dikenal sampai sekarang. Istilah yang bukan dari ahli linguistik atau ahli bahasa melainkan praktisi seni.

Dalam penulisan buku saya sadar bahwa harus ada nilai everlasting dalam sebuah produk karya, entah itu menulis dan melukis. Sebab karya tulisan akan bertahan lama begitu juga lukisan. Jika sebuah produk tulisan tentang aktual meskipun sudah melewati tahun, windu, dekade, abad berlalu tetap aktual maka tulisan itu akan memberi gambaran betapa sebuah tulisan atau lukisan akan selalu memberi input positif sampai kapanpun.

Manusia akan selalu mencari cari untuk meninggalkan jejak. Salah satunya adalah dengan menulis. Menurut Pramoedya menulis itu bekerja untuk keabadian. Maka jejak tulisan akan tetap bisa dinikmati, dibaca ketika sudah menjadi buku, atau pernah dipublikasikan di media massa. Jejak kreasi literasi itu akan selalu muncul sepanjang masa Karya Plato, Aristoteles, dan tokoh – tokoh dunia bisa dinikmati manusia zaman sekarang meskipun sudah melewati ribuan tahun.

Begitulah karya seni rupapun menjadi salah satu penanda sejarah, hingga bisa mengukur seberapa tinggi peradaban manusia. Maka aktifitas menulis dan melukispun bisa menjadi penanda sejarah yang bisa menjadikan tolok ukur peradaban makhluk hidup khususnya manusia.

Kebetulan manusia adalah makhluk yang dilahirkan mempunyai akal dan pikiran. Beda binatang yang hanya mempunyai naluri saja, manusia bisa berpikir dan melakukan kegiatan kreatifitas yang akhirnya bisa membangun kemajuan munculnya internet, teknologi informasi, produk mesin yang mempercepat kinerja manusia.

Bandingkan dengan makhluk lain yang hanya mengandalkan naluri. Merekapun bisa berkembang biak, tetapi tidak akan sebanding dengan jejak karya manusia. Manusia bisa berakal budi sedangkan hewan dan makhluk lain hanya berdasarkan naluri. Hukum alam hanya bisa mengatakan siap kuat dialah yang menang, itu adalah hukum alam yang menyangkut primordialisme.

Bandingkan manusia yang mempunyai akal untuk mengatur tentang bagaimana menerapkan etika, sopan santun, relasi antar manusia yang didasari oleh landasan toleransi. Manusia yang berbeda sikap dan sifat antara satu dengan yang lainnya memerlukan hukum untuk mengatur agar manusia beda dengan hewan dan makhluk lain. Manusia mempunyai agama, mempunyai kepercayaan, juga naluri dan aturan tidak tertulis maupun tertulis yang harus dipatuhi.

Dulu sebelum di zaman pra sejarah manusia mungkin tidak punya ikatan aturan. Sebab yang dikenal adalah siapa kuat, dialah yang menang, siapa yang tekun dan pantang menyerah dialah yang berhasil sukses membangun hidupnya. Sekarang manusia mengenal agama, norma norma kehidupan dan banyak perangkat aturan.

Namun terkadang dari banyaknya aturan ada efek positif dan negatifnya. Saking fanatisme pada aturan malah menimbulkan relasi antar manusia renggang, saking longgarnya aturan juga bisa membuat runyam, karena tidak adanya aturan muncul kekacauan di mana- mana. Apa yang sebaiknya dilakukan manusia adalah keberimbangan, tidak kurang tidak lebih. Takaran pas untuk membuat manusia dengan pola pikir yang berbeda antara satu dengan yang lain mau menghormati perbedaan, kelebihan dan kekurangan masing- masing.

Bakat dan kemampuan manusia dilakukan untuk memberi sentuhan harmoni, saling tenggang rasa meskipun dalam perbedaan. Begitu aktifitas menulis dan melukis kalau dilakukan berimbang akan menghasilkan karya kolaborasi yang saling menguatkan. Itu cita- cita saya. Dan saya pikir masih dalam proses penyempurnaan terus menerus karena sesuatu yang dilakukan setengah- setengah kadang hasilnya tidak pernah maksimal. Semua butuh totalitas. Dan itu perlu usaha keras terus menerus.

Semoga jejak kreatifitas penulis tidak berhenti sampai di sini. Malah bisa jadi titik pijak untuk mengembangkan kemampuan semampu penulis. Salam literasi.

Sebuah epilog dari rangkaian 40 artikel yang ditulis dalam waktu 32 hari. menjawab tantangan menulis 40 hari. 

 

Jonggol, 26 September 2021.

Tinggalkan Balasan