SAYA GAGAL MENDIDIK ANAK
Sabtu tanggal 27 Maret adalah penerimaan Raport PTS hari terakhir, giliran kelas 9 yang menerima Raport PTS. Namun ada beberapa wali murid kelas 7 dan kelas 8 yang datang untuk mengambil Raport PTS anaknya. “Tidak tahu” merupakan alasan mereka datang ke sekolah. Mereka tidak mengetahui jadwal pembagian Raport PTS. Anak mereka tidak memberitahukan pengumuman yang disampaikan sekolah lewat WA grup kelas
Seorang ibu dari kelas 7C datang ke ruang guru untuk mengambil Raport anaknya. Bu Umi datang menemui ibu tersebut “Panjenengan kok baru datang? Padahal jadwal pengambilan rapot PTS kelas 7 sudah berlalu dua hari yang lalu?” tanya bu Umi “Saya tidak tahu bu, tidak diberi tahu Bayu” Ibu itu menjelaskan ketidaktahuannya karena sang anak jarang memberitahukan pengumuman dari sekolah. Bu Umi segera memberikan map warna merah untuk dibaca ibunya Bayu. “Ini nilai Bayu, sangat memprihatikan!” Bu Umi menunjukkan nilai-nilai Bayu yang jatuh. “Bu Juni!” Bu Umi memanggilku “ya!” jawabku sambil memandang Bu Umi . “Ini ada ibunya Bayu, mungkin panjenengan mau bicara” kata bu Bu Umi sambil berlalu. “Oh ya, sebentar” jawabku sambil beranjak dari tempat duduk, tak lupa kubawa daftar nilai.
Kutunjukkan nilai harian Bayu yang kosong blong padanya “Bu, ini nilai Bayu” tunjukku pada daftar nilai tepat dimana nama bayu tertera di sana “Kosong, tidak ada nilainya, hanya nilai PTS saja yang ada. Itupun Pak Gunadi yang datang ke rumah sambil membawa kertas ulangan” kataku prihatin “Ya bu, saya gagal mendidik Bayu” kata ibu Bayu sedih “Panjenengan tidak gagal, masih ada waktu. Bayu masih bernafas! Panjenengan masih hidup! Tidak ada kata gagal untuk orang yang masih hidup!” jelasku berapi-api “panjenengan ibu kandungnya kan?” tanyaku. Beliau mengangguk pelan. “Seharusnya panjengan paham karakter anak sendiri! apa maunya apa keinginannya!” aku berusaha menyakinkan ibu Bayu masih ada kesempatan untuk memperbaiki kelakuan dan nilai Bayu.
“Saya cerai dengan suami. Semua kebutuhan Bayu, saya yang memenuhi. HP yang diminta, saya penuhi untuk dia belajar, ternyata dia gunakan untuk main game. Ketika ada masalah dengan HPnya, dia banting HP itu. Anak saya sudah di luar kendali. Saya tidak tahu lagi harus bagaimana lagi?” Ibu Bayu sedih memikirkan kelakuan anaknya. “Sekarang gini aja bu, Panjenengan kirim nomer HP ke sekolah. Panjenengan yang ikut sekolah. Bayu tidak usah diberikan HP. Panjengan yang memantau perkembangan Bayu”. “Silakan tulis nomor HP di sini” aku menyodorkan kertas untuk ditulis nomor HP. “terima kasih bu, sudah memberikan solusi, semoga saya bisa mengajar Bayu” Kata Ibu Bayu yang ternyata mantan Guru Tidak Tetap SD. “Buku paket sudah diambil bu?” tanyaku sambil mengemasi daftar nilai “Belum bu”. Wow, Aku terperanjat, Kenapa belum diambil? pikirku “Ok, ibu ikut saya ke perpustakaan”. Kami berdua berjalan menuju ke perpustakaan untuk mengambil buku paket
Ternyata pembelajaran jarak jauh di SMP ku tidak berjalan sesuai rencana. Pantas saja ketika aku masuk di google class room. Kelasnya sepi. Murid-murid asyik bermain game. Orang tua memang membelikan HP, tetapi mereka tidak mengawasi anaknya. Apakah anaknya menggunakan HP untuk belajar atau untuk main game. Lebih sulit mengawasi kegiatan anak ketika menggunakan HP daripada sekedar membelikan HP