Tale Naik Haji, Peninggalan Kebudayaan Islam di Kerinci

Penulis: Fatmi Sunarya

Jemaah haji dari Kerinci pada abad ke 19/Sumber foto Kompas.com

 

Dengan Bismillah mulo batale hu Allah

Alhamdulillah mulo badu’a hu Allah

Laillahaillallah kalemah tale hu Allah

Sholawatkan nabi tidak boleh lupo hu Allah

 

Nagerai yang tigo dilebihkan Allah hu Allah

Pertamo mekkah kaduo madinah hu Allah

Baitul Mugaddis tempat katigo hu Allah

Haji ke baitullah rukun kalimo hu Allah

 

Sayup-sayup syair pembuka tale ini terdengar ketika menjelang keberangkatan naik haji. Tale dalam bahasa Kerinci diartikan sebagai nyanyian atau bernyanyi dengan nada tinggi. Konon kata  “tale” ini berasal dari kata “tahlil” yang berarti mentauhidkan Tuhan (Allah). Terdapat kata “hu Allah” atau “alaahu ala”  yang diselipkan dalam sampiran dan isi pantun dalam tale  dari kata “hu Allah” dan “Allahu ta’ala” yang berarti  Dia Allah dan Tuhan yang Maha Tinggi.

Jemaah haji yang akan menunaikan rukun Islam ke lima ini, mengundang batale (acara tale) ini dirumahnya masing-masing dan juga diundang kerumah kerabat/keluarga, sesama jemaah haji yang juga saling mengundang dalam acara tale. Dengan kata lain, jemaah haji yang akan berangkat naik haji ini, siap mengundang dan diundang dalam acara batale.

Tale naik haji ini sudah lama berkembang di masyarakat Kerinci, sejak masuknya Islam ke Kerinci. Peta negeri Mekkah pusaka Mangku Sukarami yang diperkirakan dari abad 18-19 M, menunjukkan orang Kerinci di masa lalu sudah mengarungi lautan untuk melaksanakan ibadah haji.

Peta Negeri Mekah abad 18-19 M, Sumber foto https://www.facebook.com/397900873646224/posts/802916229811351/

 

Tale ini tidak menggunakan alat musik, hanya suara berpantun dengan irama khas. Tale ini berupa pantun-pantun yang berisi doa-doa serta pujian kepada Allah SWT. Pantun-pantun ini juga berisi kesedihan melepas keberangkatan keluarga yang naik haji, selain itu juga berisi harapan mereka yang berangkat naik haji pergi dan pulang dengan selamat. Serta mendapat haji yang mabrur.

Kenapa sampai sedemikian melepas keberangkatan naik haji? Karena zaman dulu, perjalanan menuju Mekkah itu tidak gampang.  Zaman dahulu, Kerinci masih termasuk daerah yang terkunci, dengan kata lain akses jalan dan transportasi  sangat sulit. Dari Kerinci menuju Mekkah itu memakan waktu 3 (tiga) bulan. Dengan perjalanan darat kemudian dilanjutkan menggunakan kapal laut.

Jemaah Haji dari Kerinci, Sumber foto https://www.facebook.com/397900873646224/posts/802916229811351/

 

Zaman dulu, diperkirakan orang Kerinci yang hendak naik haji, melakukan perjalanan darat menuju pelabuhan dengan dua jalur pelayaran. Yang pertama dari Muara Sakai, Indrapura, Pesisir Selatan (Sumatera Barat)  berlayar menuju Batavia (Jakarta) lalu menuju Malaka yang merupakan titik utama untuk berlayar ke Jeddah. Jalur yang kedua menghiliri sungai Batanghari ke Muara Sabak (Jambi) dan berlayar ke Malaka kemudian berlanjut ke Jeddah.

Terbayang bukan, betapa sulitnya akses jalan dan angkutan darat yang tidak selancar sekarang.  Jadi melepas keluarga yang naik haji itu seakan-akan mereka tak kembali lagi. Sehingga, sebelum keberangkatan doa pengharapan, kesedihan bercampur dalam tale naik haji ini.  Selain sebagai ucapan perpisahan bagi mereka yang akan naik haji, tale naik haji ini juga sebagai penghiburan bagi keluarga yang ditinggalkan oleh keluarga yang naik haji.

Cara ritual tale naik haji ini adalah semua orang boleh ikut tale naik haji, baik perempuan maupun laki-laki, dengan membentuk formasi lingkaran atau syaf.  Dengan dipandu oleh satu orang dan diikuti dengan yang lain, kemudian saling berbalas pantun dengan gerakan melangkah ke depan dan ke belakang secara perlahan mengikuti irama tale. Dan juga bisa duduk berhadapan  dengan menggoyangkan badan ke kiri dan ke kanan sesuai irama tale. Biasanya tale naik haji dilakukan pada malam hari, namun juga sering di siang hari sesuai undangan tale naik haji.

https://min.wikipedia.org/wiki/Tale_Haji#/media/Berkas:Tale_Haji.jpg

 

Orang yang membawakan tale atau disebut petale ini, harus menguasai tale yang berisi pantun dan saling berbalas dengan petale yang lain. Beberapa pantun yang dinyanyikan dalam tale naik haji, seperti berikut ini :

Parak siang mbam balabuh (hari siang malam berlabuh)

Bulang bagantai dengan matuahai (bulan berganti matahari)

Sanak suhang bajalang jauh (saudara seorang berjalan jauh)

Kamai lepeh daengan hatai sucai (kami lepas dengan hati suci)

 

Pio padai simubu inih (kenapa padi subur seperti ini)

Idak buraye nyu masak jugo (tidak berair namun masak juga)

Pio hatai saibo inih (kenapa hati seiba ini)

Sanak nga suhang bajalang pulo (saudara yang seorang berjalan pula)

 

Balaye kpa pgai kajudah (berlayar kapal pergi ke Jeddah)

Barangkatnyu dari teluk bayur (berangkat dari teluk bayur)

Kaman badu’a kapada Allah (kami berdua kepada Allah)

Supaya dapat haji mabrur (supaya menjadi haji mabrur)

 

Kalu ado pule ngan patah (kalau ada pule yang patah)

Ma diblah dibagi minin (mari dibelah dibagi sekarang)

Kalu ade tale ngan salah (kalau ada tale yang salah)

Mohon maaf lahir dan batin (mohon maaf lahir dan batin)

 

Setiap daerah di Kerinci dalam tale naik haji ini, terdapat cara penyampaian pantun dengan perbedaan dialek tiap daerah, namun tujuannya satu, batale melepas kepergian handai taulan ke tanah suci. Apakah tale ini masih berlanjut sampai sekarang ini? Masih, hanya di masa pandemi karena tidak ada keberangkatan menunaikan haji, tale ini tidak dilakukan. Namun jika keberangkatan menunaikan rukun Islam ke lima ini sudah diizinkan,  tentu saja tale naik haji ini masih berkumandang di tiap dusun di Kerinci.

Tale naik haji ini merupakan warisan budaya Islam di Kerinci, dan juga merupakan kesenian yang ada pesan-pesan di dalamnya. Bukan hanya sebagai hiburan tapi terkandung pesan-pesan moral yang dikemas dalam pantun-pantun khas Kerinci. Kita berharap anak-anak muda mau mempelajari tale naik haji ini dari petale-petale tua pendahulunya. Semoga tradisi ini tidak lapuk oleh zaman dan bisa tetap lestari.

Sumber : 1dan 2

September 2021

Fatmi Sunarya untuk Komunitas Inspirasiana

***

 

Jogokariyan, Yang Tidak Megah namun Membawa Berkah

Anis Hidayatie

Tinggalkan Balasan