Kita tentu pernah menatap diri sendiri untuk beberapa waktu ketika sedang bercermin. Sekilas, kita akan langsung mengamati dan menilai secara fisik, bayangan diri yang terpantul pada cermin. Pengamatan dan penilaian awal biasanya terpusat pada area wajah seperti kondisi panca indera, pipi, warna kulit dan gestur wajah. Setelah itu perhatian beralih kepada bagian tubuh lainnya. Wah … ada jerawat nih.
Di sisi lain, bercermin dapat menjadi sarana untuk mengamati dan menilai sisi bagian dalam diri yaitu karakter diri. Ketika bercermin, ada hal-hal yang hendaknya diperhatikan yaitu:
- Menerima semua hal yang tampak tidak sempurna dalam diri.
Sang Pencipta telah menciptakan manusia beragam, tidak ada yang sama. Menerima diri apa adanya merupakan ungkapan rasa syukur atas karunia Tuhan.
- Mencintai diri sepenuh hati.
Apapun adanya, diri sendiri merupakan karya Tuhan yang unik dan spesial. Setiap pribadi telah diciptakan sesuai dengan rencana yang sudah disiapkan-Nya.
- Mengenali karakter diri dengan baik.
Hal yang sangat baik untuk mengetahui ciri karakter apa yang dimiliki. Misalnya periang, rendah hati, ramah, luwes dan sebagainya. Hal ini menjadi modal utama untuk menjalin relasi yang baik dengan lingkungan sosial.
- Mengembangkan potensi diri yaitu ciri karakter tersebut.
Potensi tersebut terus diasah agar dalam prakteknya menjadi sebuah habitus atau kebiasaan yang tampak alami (tidak dibuat-buat).
Mandiri dan Kesepian
Penting untuk dikatahi bahwa kesepian dan mandiri tidaklah sama. Seseorang yang tampak mampu melakukan berbagai hal sendirian sering dikatakan sebagai orang yang mandiri.
Jika terdapat kesulitan untuk bergaul dan bekerja sama dengan orang lain, alangkah baiknya membangun komunikasi dengan orang terdekat dan lebih memahami serta dapat dipercaya.
Setiap orang memiliki gaya (style) tersendiri. Ada yang peduli, adil, koperatif, pemaaf dan sebagainya. Gaya yang menjadi ciri khas itu dapat menjadi icon pribadi bagi orang lain.
Itulah sebabnya, kita sering mendengar orang mengatakan: Si Sombong, Si Jahat, Si Pemalu, Si Murah Hati, dan sebagainya.
Cinta Diri dan Egois
Seringkali orang terperangkap pada dua kata yang nyaris tidak terlihat perbedaannya. Kedua istilah “cinta diri” dan “egois” dipisahkan oleh orientasi ketika diaplikasikan dalam hidup sehari-hari.
Cinta diri dimaknai sebagai sebuah sikap menerima diri apa adanya dan menjadikannya sebagai kekayaan karakter pribadinya. Kecintaan pada diri membuat seseorang percaya diri dalam berinteraksi dengan orang lain. Ia tidak menjadikan dirinya sebagai “pusat perhatian”. Ia berada pada garis lingkaran bersama-sama dengan orang lain.
Karakter egois menempatkan dirinya sebagai sentral atau pusat perhatian orang. Ia berada di titik tengah lingkaran dan berusaha tampil sempurna dibandingkan orang-orang yang berada pada garis lingkaran. Biasanya, orang seperti ini akan gelisah bila pamor sentral itu mulai redup dan masalah dimulai.
Insight
Nah, mulailah mencoba mengenali ciri karaktermu dan berusahalah untuk mencintai dirimu apa adanya. Tidak ada manusia yang sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Dia, Sang Pencipta Semesta Alam.***
Penulis: Christpard Blog Pribadi: christpard.com
Referensi: Barbara Lewis, 2004