Menguak Dapur Penerbit Mayor

Terbaru52 Dilihat

Menguak Dapur Penerbit Mayor

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah seiring waktu berjalan tak terasa kami peserta kuliah menulis online gelombang 20 telah sampai pada Rabu malam 4 Agustus di pertemuan kesebelas.

Sebelum memulai menyimak materinya, mari berkenalan terlebih dahulu dengan pak narasumber, intip yuuk 👇
https://omjaylabs.wordpress.com/2020/04/22/biodata-edi-s-mulyanta/

Pak Edi S. Mulyanta mengelola penerbitan dari tahun 2001 sehingga genap 20 tahun berkecimpung di dunia produksi buku. Sebelumnya beliau adalah penulis lepas yang hidup dari menulis buku. Hal ini menjawab pertanyaan beberapa calon penulis, apakah bisa hidup dari menulis buku.
Malam ini pak Edi akan berbagi ilmu untuk peserta dengan tema “Menguak Dapur Penerbit Mayor”

UU perbukuan
Penulis dan penerbit telah dilindungi undang-undang secara penuh sejak terbitnya UU no. 3 Tahun 2017 yag diikuti oleh Peraturan Pemerintah 2 tahun kemudian yaitu PP No 75 tahun 2019.
Dalam UU no. 3 dijelaskan dengan detail bagaimana proses industri penerbitan dan unsur-unsur yang ada di dalamnya. Diatur dengan detail dan kemudin disempurnakan dengan PP No 75 yang lebih detail mengatur proses membuat naskah hingga menyebarluaskannya.
Apabila ingin menjadi penulis, terlebih dahulu pelajari dengan seksama peraturan pemerintah no 75 tersebut, karena dengan PP ini proses penerbitan buku akan mejadi lebih cepat.
Kenapa lebih cepat? karena didalamnya dijelaskan aturan-aturan yang detail bagaimana sisi penulis mengajukan naskah hingga sisi penerbit dalam mengelola naskah menjadi buku.
Selanjutnya, bagaimana penerbit mayor dalam mengelola naskah untuk dapat disebarluaskan di outlet-outlet yang menjadi sumber pendapatannya.

Pembagian Mayor dan Minor Secara Alamiah
Pembagian penerbit mayor dan minor sebenarnya tidak ada dalam Undang-undang perbukuan no 3 tersebut. Ini hanya pembagian yang secara alamiah terjadi, dimana penerbit mayor tentu mempunyai jumlah produksi yang lebih tinggi dibanding dengan penerbit minor.
Oleh Perpustakaan nasional, kemudian digolongkan ke dalam penerbit yang berproduksi ribuan dan ratusan yang terlihat dalam pembagian ISBN yang dikeluarkannya.
Dikotomi penerbit mayor dan minor, kemudian terjadi juga di sisi pemasaran bukunya, dimana ada penerbit yang mampu menjangkau secara nasional dan ada yang regional saja.
Hal ini diperuncing lagi dengan pembagian yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tinggi di Indonesia atau Kemendikbud DIKTI, yang mensyaratkan terbitan buku harus berskala nasional penyebarannya.
Penerbit yang sudah terlanjur beroplah besar tentu tidak ada masalah dengan hal ini, karena memang skala produksi dan skala mesin produksinya memang sudah terlanjur besar, sehingga untuk memenuhi pasar nasional tidak terlalu sulit.

Pola Distribusi di Masa Pandemi
Outlet toko buku, merupakan sarana pemasaran yang cukup efektif. Di Era pandemi ini ternyata mengubah pola distribusi buku dengan cukup signifikan, dimana saluran outlet yang dahulunya menjadi jalur utama, saat ini justru menjadi korban dari keganasan virus Covid 19, karena ditutupnya jaringan-jaringan toko buku atau dibatasinya aktivitas pusat perbelanjaan.
Di sisi penerbit, sebagai dapur pengolahan naskah dari penulis, sebenarnya tidak ada masalah yang cukup berarti dari sisi penerimaan naskah baru. Di era pandemi ini, naskah masih saja mengalir dengan cukup baik. Mungkin karena banyak calon penulis yang melakukan WFH sehingga banyak waktu untuk melakukan penulisan naskah buku.
Tuntutan untuk tetap produktif kepada para pengajar baik guru maupun dosen, menjadikan laju naskah baru masih tetap terjaga dengan baik. Yang menjadi kendala adalah justru dipengolahan naskah, mulai dari editorial, setting perwajahan dan kover hingga produksi buku cetak.

Outlet toko buku fisik banyak terkendala kebijakan pemerintah, sehingga secara otomatis proses penerbitan buku menjadi melambat menyesuaikan dengan kondisi output penjualan buku yang melambat.
Dengan berlakunya PSBB di beberapa daerah, dengan otomatis Toko buku andalan penerbit yaitu Gramedia memarkirkan bisnisnya di sisi pit stop dan terhenti sama sekali. Dari omzet normal dan terhenti di pit stop menjadikan omzet terjun bebas hanya berkisar 80-90% penurunannya.
Outlet yang tertutup menjadikan beberapa penerbit ikut terimbas, sehingga mereposisi bisnisnya kembali. Hal ini berdampak secara langsung ke produksi buku hingga ke sisi penulis buku yang telah memasukkan naskah ke penerbit menanti bersemi di Toko Buku.
Sebelum hari raya 2021, perkembangan penjualan buku cukup baik, membuat banyak penerbit menaruh harapan yang cukup tinggi pada saat itu. Setelah hari raya, ternyata gelombang Covid mengembalikan penjualan buku ke titik terendah sejak 2020, sehingga kami sebagai penerbit akhirnya harus mencoba outlet-outlet baru.

 

 

Ciamis, 5 Februari 2022

LY. Belajar Menulis 🤗😍

Tinggalkan Balasan