Ketika Ajal Belum Sampai (Kisah Nyata Selamat dari Maut Sriwijaya)

Edukasi, Humaniora77 Dilihat

INI kisah nyata lolos dari maut. Maut atas kecelakaan pesawat Sriwijaya yang mengalami kecelakaan Sabtu (09/01/2021) lalu itu. Peristiwa lolos dari maut dialami oleh Bang Asrizal Nur yang lebih dikenal dengan Asnur. Bang Asnur yang seniman, itu merupakan Pimpinan Perruas (Perkumpulan Rumah Seni Asnur), Jakarta. Dia sendiri mengisahkan ini di salah satu grup WA, Grup Lolos Pantun Budaya. Catatan yang ditulis langsung oleh Bang Asnur itu dikirim lagi oleh beberapa orang termasuk seorang teman, Nensyi yang juga anggota grup Lolos Pantun Budaya. . Sungguh ini sebuah keajaiban dan perlindungan langsung dari Allah hingga Bang Asnur dan keluarganya selamat dari maut yang merenggut 65 nyawa penumpangnya itu.

Di saat semua keluarga penumpang Sriwijaya dengan nomor penerbangan SJ-182 berduka karena keluarga mereka mengalami kecelakaan pesawat udara Sabtu (09/01/2021) kemarin, beredar satu kisah nyata yang membuat kita haru, syahdu meskipun tetap ikut sedih atas musibah itu. Tentu saja keluarga itu sangat bersyukur karena sejatinya dia akan ikut bersama pesawat itu pada penerbangan yang sama karena semua persyaratannya sudah cukup. Pertolongan Tuhanlah yang mengelakkan keluarga ini dari kecelakaan tersebut melalui hasil uji kesehatan covid-19 yang tiba-tiba masih dipermasalahkan oleh pihak penerbangan. Tadinya Bang Asnur menganggap sudah aman untuk berangkat karena memang tidak ada pesan apapun atas surat keterangan sehat itu.

Seperti ditulis langsung oleh Bang Asnur di WAG, dia membuka kalimat catatan harunya dengan kalimat, “Alhamdulilah akhirnya Allah menolong sekeluarga, kalau tidak tentu kita tidak bertemu lagi,” tulisanya di WA Grup yang kami peserta penulis Pantun Mutiara Budaya Indonesia ada di dalamnya. Bang Asnur ingin berbagi rasa bahagia dan harunya itu kepada kami yang dalam beberapa bulan ini sama-sama berada di grup itu. Untuk diketahui, grup Lolos Pantun Budaya adalah grup yang dibuatnya untuk belajar menulis pantun. Telah dibuat sejak setengah tahun lalu. Grup itu kami pakai untuk diskusi dan belajar menulis pantun dengan Bang Asnur sebagai gurunya. Pantun-pantun itu kini sudah menjadi buku Kumpulan Pantun Mutiara Budaya Indonesia yang terabit pada November 2020 lalu.

Saya ingin meneruskan catatan ini kepada kita, kepada siapa saja dengan mengutip catatan Bang Asnur berjudul Lolos dari Maut itu sebagai iktibar kita. Mudah-mudahan bisa menajdi pelajaran juga buat kita semua. Selengkapnya, catatan Bang Asnur begini:

Tgl 7 Januari kami berniat sekeluarga ke Pontianak, Kalimantan Barat, berencana bertemu anak paling besar kami yang beberapa tahun di Pontianak. Di samping itu untuk menghadiri undangan dari para guru sebagai narasumber.

Tiket pesawat sudah dibeli, kami berempat, istri, saya dan 2 anak gadis kami yang cantik pun mengurus Rapid Tes dan antigen, mengatakan kepada Klinik bahwa kami akan ke Pontianak. Tidak ada keterangan apa pun dari klinik sehingga kami merasa  rapid tes dan antigen sudah cukup.

Setelah kami dapatkan Rapit tes dan antigen itu dg biaya hampir 300.000 per orang kami pun ke bandara dengan  rasa bahagia akan bertemu anak dan keluarga di Pontianak.

Sesampai di airport di saat masuk kami diperiksa, ternyata Rapit tes dan antigen itu tidak lengkap harus urus yg namanya Swap PCR , kami disuruh komunikasikan di maskapai. Hampir 1 jam mengurus di maskapai kami pun tetap tidak dizinkan masuk pesawat, hampir puluhan orang bernasib sama,  di antaranya para ibu yg tak cukup uang untuk mengurus SWAB PCR itu.

Pesawat pun sudah terbang, kami gagal hari itu ke Pontianak, Putri Thania anak saya sempat marah2.. “Inilah terakhir kali kita naik LION AIR tidak profesional, nanti kita naik SRIWIJAYA saja.” katanya

Lalu kami pun mengurus SWab PCr  , ternyata mahal sekali, bila 24 jam maka biayabya bisa sejuta perorang bila 2×24 Jam Rp.800.000

Kamipun berunding , Putri mengusulkan kita ambil yg 2x 24 jam saja , berangkat *tgl 9 Januari naik SRIWIJAYA, karena SWab PCr itu selesai pukul 11.00 atau 12.00WIB kita naik pesawat yg pukul 13.00 WIb*

Saya langsung mengiyakan, tapi istri saya sudah tidak semangat, tapi anak perempuan bernama hoki tetap ingin ke Pontianak.

Setelah berpikir sejenak, lalu saya memutuskan, “Sudahlah, kita batalkan saja ke Pontianak, pertama biayanya mahal karena kita harus tidur di hotel sekitar, hotel biaya lagi, bagaimana kalau hasilnya tak sesuai di harapkan. Pasti ada hikmah dari ini semua. Misal kalau paksakan berangkat juga, akan terjadi sesuatu yg  tak baik bagi kita.” sekeluarga .

Akhirnya setelah terdampar 4 jam di bandara kami pun pulang. Dan hari ini kami dengar kabar, pesawat SRIWIJAYA yang hendak kami tumpangi mengalami musibah, hilang tak ditemukan. Sujud syukur kepadaMu ya Allah yang telah menyelamatkan kami, aamin.

“Ketika ajal belum sampai, orang berpantang mati.” Kalimat itu, jika dibalik sama artinya dengan makna sepotong ayat yang menyatakan, “Jika ajal mereka sudah sampai, tidak akan bisa diperlambat atau bahkan dipercepat kematian itu, walaupun hanya satu detik.” Itu bunyi makna ayat dalam Alquran. Artinya, ketika sudah ajal maka kematian akan datang. Sebaliknya, jika belum ajal maka kematian tidak akan terjadi. Kenyataan itulah yang dialami oleh Bang Asnur dan keluarganya. Dia sudah jelas-jelas tercatat sebagai penumpang pesawat yang mengalami musibah itu. Tiket sudah, syarat sehat covid-19 pun sudah. Tapi masih dipermasalahkan pada detik-detik akan terbang. Jadilah dia tidak terbang.

Sekali lagi saya hanya ingin berbagi kisah ‘lolos dari maut,’ ini kiranya dapat menjadi pelajaran penting bagi kita. Insyaallah kejadian seperti ini akan menajdi iktibar dan pelajaran kita. Kita akan semakin kuat meyakini bahwa hidup kita ini memang ada yang ementukannya. Jika Sang Penentu sudah menentukan, maka kita akan mengikuti saja ketentuan itu. Semoga kita semakin kuat dalam keyakinan kita.***

Tinggalkan Balasan

2 komentar