HARI itu, Sabtu (06/05/2023) pagi. Bertempat di Gedung Nilam Sari, Kantor Bupati Karimun, ada acara perpisahan. Namun di spanduk nama acaranya tertulis Pisah-Mesra. Pengganti istilah perpisahan itu sendiri. Saya mendapat undangan hadir pada acara Pisah-Mesra siswa-siswi kelas tiga (XII) SMA Negeri 3 Karimun (Smantika) pagi itu. Konon, karena pernah menjadi Kepala Sekolah di situ maka saya diundang hadir. Artinya, saya mantan Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Karimun diundang bersama dalam acara setahun sekali ini. Dan saya memang melihat semua mantan Kepala Sekolah SMA Negeri 3 ada di ruangan itu.
Pisah Mesra atau apapun namanya adalah satu hal. Kehadiran kami para mantan Kepala Sekolah adalah hal lain. Bagi siswa kelas XII (kelas akhir SMA) dan orang tuanya hari ini adalah hari terpenting dalam catatan sejarah pendidikan mereka di sekolah. Setelah tiga tahun sebelumnya mendaftar menjadi siswa dan hari ini akan mengikuti acara perpisahan sebagai acara resmi mengakhiri status sebagai siswa, maka acara Pisah Mesra yang dulu lebih dikenal sebagai acara ‘perpisahan’ itu adalah hari teramat penting dalam sejarah keberadaan mereka di sekolah.
Sebagai orang yang pernah memimpin di sekolah ini, tentu saja acara seperti ini setiap tahun ada dan dilaksanakan. Namun setelah pindah dan atau dimutasi ke sekolah lain, tentu saja acara seperti ini tidak lagi akan dirasakan. Satu-satunya kemungkinan akan merasakan dan mengikutinya adalah jika sekolah mengudang hadir. Itulah yang saya (atau kami) rasakan pada hari ini.
Bagi kami para mantan Kepala Sekolah diundang oleh sekolah yang pernah diterajui adalah satu penghargaan yang cukup tinggi dirasakan. Kita menyadari, setelah tidak lagi menjadi bagian dari sekolah tersebut artinya tidak ada lagi sangkut-paut kita dengan sekolah tersebut. Tidak perlu berharap akan diundang atau diajak bersama dalam acara-acara yang dibuat sekolah. Namun, andaikan sekolah tetap mengajak dan mengundang kita ikut bersama, itulah penghargaan dan hubungan silaturrahim yang tidak terputus antara sekolah dengan kita sebagai mantan Kepala Sekolah itu sendiri.
Dalam hal itu sepenuhnya tergantung kepada pihak sekolah. Sekolahlah yang memiliki sikap, hak atau otoritas untuk mengundang atau tidak para mantan Kepala Sekolah. Jika diundang, alhamdulillah merasa di haragai. Jika tidak diundang, tidak ada yang salahnya. Mungkin secara etis kurang baik, itu tergantung penilaian setiap orang.
Seperti dulu merasakan dan menyaksikan aneka acara dalam kegiatan Pisah Mesra, pada acara kali ini saya juga menikmati berbagai kegiatan yang sekolah (panitia) buat. Acara hari ini diawali dengan penampilan tarian persembahan oleh para siswa, lalu menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Juga ada Mars Smantika dan Solawat Busyro serta mengaji alquran. Semua itu adalah bagian acara awal.
Seperti biasa pula ada sambutan Kepala Sekolah (Ibu Fitri) yang menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua yang terlibat, termasuk kepada guru dan orang tua siswa. Bu Fitri juga melaporkan jumlah siswa kelas XII yang berjumlah 150 orang dan dinyatakan lulus semuanya dalam ujian akhir sekolah. Bu Kasek juga melaporkan bahwa sebanyak 20 orang siswa kelas XII tahun diterima di Perguruan Tinggi Negeri. Satu prestasi yang membanggakan, kata Bu Fitri.
Karena Pak Bupati masih ada acara lain, maka sambutan Bupati disampaikan juga di bagian awal ini. Meskipun ada banyak acara yang seharusnya dilalui sebelum pidato bupati, namun sambutan orang nomor sati kabupaten itu harus disampaikan lebih awal. Pak Bupati dalam sambutannya menyatakan rasa bangganya atas prestasi siswa Smantika. Dia juga menjelaskan data siswa SLTA se-Kabupaten Karimun yang mengikuti ujian akhir dan menamatkan pendidikan di jenjang SLTA pada tahun 2022/2023 ini. Dia pun berpesan agar para siswa meneruskan pendidikannya untuk meneruskan pembangunan di daerah ini. Pesan yang penting bagi calon generasi penerus pembangunan bangsa.***
Sekolah yang tetap mengingat mantan guru atau kaseknya adalah sekolah dengan warga sekolah yang baik.