Habib, Jakarta dan bapak-bapak

Terbaru246 Dilihat

 

 

Habib, Jakarta dan bapak-bapak

Jakarta adalah kota metropolitan, semua orang sudah tahu, dimana-mana macet, orang dari seluruh negeri, numplek di Jakarta untuk mencari sesuap nasi.

Persaingan mendapatkan pekerjaan terasa sangat berat di Jakarta, masih mending jadi TKI menurut saya, dimana persyaratannya lebih simpel.

Di jakarta seorang kandidat pencari kerja kudu muda (segar) berpenampilan menarik, minimal D3-S1, punya ordal (orang dalam) dst…

Tetapi Jakarta tidak hanya penuh dengan persaingan hidup, dikota ini kita juga dapat menemukan semaraknya majelis ilmu dan dzikir.

Kebetulan saya tinggal di kampung tengah, enggak jauhlah dari condet, di kawasan condet kita dapat berziarah kemakam para kekasih Tuhan, disana beberapa habib terkemuka dimakamkan.

Kalangan Habib masih punya pengaruh di jakarta, hampir setiap sudut jalan besar selalu ada baliho besar, isinya ajakan pengajian yang pematerinya rerata berasal dari kalangan para habib.

Tidak hanya dijalan-jalan besar, pernah saya melihat selebaran yang ditempel di gang-gang, maklumat untuk menghadiri pengajian, seperti biasa, pematerinya berasal dari kalangan habib. Itu sebelum ada “tante” corona ya.

Sejak Corona mewabah, pengajian untuk Sementara off dulu, spanduk para habaib tidak lagi terlihat disepanjang PGC menuju Condet.

Di Jakarta dakwah berjalan dengan aman, tidak ada halangan sama sekali, hampir setiap RW punya masjid dan khusus di bulan maulid ramai sekali diselenggarakan berbagai pengajian.

Semoga suasana keagamaan di Jakarta tetap terjaga, warganya makin tertib, tidak neko-neko, menghargai keragaman, tidak suka tawuran.

Wabil khusus buat pecinta Habaib Semoga kecintaan kita kepada beliau-beliau membuat hidup semakin bermakna.

Buat Bapak-bapak, tetep semangat tholabul ilmi, ngerti banget, badan udah capek mencari nafkah, belum lagi kudu ngasuh anak-anak, tapi inget. Mencari ilmu agama jangan dikesampingkan.

Bagaimana mensiasati waktu Yang sedikit, untuk mencari ilmu agama?

Pertama, jangan pernah tidak memprioritaskan mencari ilmu apalagi mencari ilmu agama. Kalaupun dalam prakteknya susah. Artinya jangan menyepelekan ilmu agama.

Kedua, belajarlah dari ustadz jebolan pesantren, syukur-syukur diantara jamaah masjid dekat rumah ada ustadz seperti itu. Jangan belajar agama dari ustadz “dadakan” takutnya nanti mendapatkan pemahaman yang tidak seimbang alias parsial.

Kalo dimasjid dekat rumah enggak ada jebolan pesantren, maka belajarlah agama dari jebolan pesantren di mba Google dan You tube.

Waktunya kapan?

Ya, disempet-sempetin aja, yang penting berkelanjutan, punya niat terus belajar.

Apa Yang pertama harus dipelajari?

Ada bapak-bapak Yang memang “buta” sama sekali soal agama, maksudnya kagak bisa ngaji, kagak tahu fiqh, enggak tahu cara mandi besar Yang benar, bleng sama sekali.

Buat Bapak-bapak Yang seperti ini, pertama Yang dilakukan adalah membeli iqro, lalu cari guru ngaji, bisa dimasjid, bisa ikutan private kalo rada gengsi.

Ketika aja di Google, guru ngaji private. Kalo serius, bisa cepet kok, apalagi kalo guru ngajinya berpengalaman.

Sambil belajar ngaji, belajar juga cara beribadah yang benar ( sholat) belajar dengan siapa? Ya dari guru ngajilah.

Bisa juga dari ustadz di masjid dekat rumah. Karenanya sholat dimasjid biar bisa nanya. Tapi dimasjid enggak ada ustadz jebolan pesantren. Kalo begitu tanya ustadz jebolan pesantren di mba Google dan you tube.

Bagaimana dengan membaca buku? Walau sudah membaca buku juga, kita mesti tetep nanya ke ustadz. Takutnya apa Yang kita fahami dari buku kurang tepat.

Semoga tante corona segera enyah, sehingga masjid-masjid kembali semarak, majelis taklim hidup kembali, disanalah para Bapak-bapak bisa menimba Ilmu kepada para habaib dan ulama lainnya.

Disana dapat bertanya langsung, face to face, tentang berbagai aspek ajaran Islam, kangen suasana seperti itu.

Intinya belajarlah agama kepada mereka Yang sudah belajar agama sejak lama, belajarnya juga dipesantren, agar sekali lagi, pemahaman Yang kita dapatkan lebih seimbang. Enggak terlalu “kekanan” enggak juga terlalu “kiri”

Mencari nafkah dan ngasuh anak jangan sampai melalaikan para bapak dalam mencari ilmu agama. Pokoknya disempet-sempetin.

Karena ilmu agama akan membawa kita kepada sesuatu Yang lebih bermakna.

Percaya deh.

Tinggalkan Balasan

1 komentar