AKU SUKA GRATISAN

pexels-ellie-burgin-6526078

AKU SUKA GRATISAN

Banyak orang bilang, “Aku paling suka gratisan, jika ada yang gratis mengapa mesti berbayar.” Saya sependapat dengan kalimat tersebut diatas. Karena gratis maka benda yang kita miliki pastinya sudah dipikirkan bagi yang akan memberi untung ruginya. Apakah maksud dibalik barang gratis itu. Barang atau benda yang saya maksud dapat berupa benda yang dapat kita pegang atau berupa jasa/ service.

Seseorang memberi mungkin karena ingin bersedekah, ingin menyenangkan sahabat atau koleganya, ingin mempromosikan karyanya, agar dirinya dilihat “Wah”  dimata orang lain dan masih banyak lagi maksud-maksud tertentu lainnya.

Jika seseorang bersedekah karena dia orang yang mampu maka sudah biasa. Jika seseorang yang bersedekah adalah orang-orang pas-pasan, itu sungguh luar biasa. Orang mampu maupun tidak mampu yang suka memberi sesuatu kepada orang lain, saya anggap sebagai seorang yang kaya. Hanya orang-orang kayalah yang dapat memberi apa yang dimilikinya kepada orang lain.

Bagaimana dengan bapak dan ibu, apakah ingin menjadi orang yang kaya? Saya yakin tentu mau bukan? Sayapun  juga mau karena saya akan bisa memberi sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain dan rejeki saya akan terus berlimpah.

Nah bagaimana dengan seseorang yang suka gratisan, apakah dia tergolong kaya atau miskin? Silakan bapak ibu jawab sendiri ya. Menurut saya jika seseorang suka yang gratisan bisa jadi karena memang dia hidup dalam kekurangan, atau dia berusaha menghemat atau dia tergolong orang pelit untuk dirinya sendiri. Jangan menjadi golongan terakhir ini ya. Jika alasannya ingin gratisan karena pelit terhadap diri sendiri maka dia tidak bisa menikmati hidup. Dia berusaha menabung dan menabung tanpa memikirkan bahwa dirinya butuh hiburan atau apresiasi. Menabung boleh untuk masa depan namun jangan sampai sesekali tidak bisa makan-makanan enak kecuali ada yang mentraktir.

Semoga tidak terjadi dengan bapak ibu ya. Nikmati hasil jerih payah kita untuk kebahagiaan sendiri semasa kita diberikan kesehatan oleh Tuhan YME. Namun juga jangan hidup berfoya-foya. Saya yakin bapak ibu tahu apa yang saya maksudkan.

Nah, bagaimana dengan kita yang berkecimpung di dunia literasi dan bapak ibu menjadi salah satu penulis. Mungkin bapak ibu belum menjadi penulis terkenal namun bapak ibu tentunya berharap suatu saat nanti karyanya akan dihargai banyak orang, buku-bukunya akan dibeli dan disukai oleh pembaca. Saya yakin itu harapan bagi banyak penulis.

Ketika kita mulai membulatkan niatkan niat untuk menjadi penulis apakah ilmu yang kita dapat semua gratisan? Tentu saja tidak. Mungkin ketika kita mengikuti group menulis gratis namun bapak ibu mesti menghargai waktu dan pikiran yang telah bapak ibu gunakan sebenarnya itu tidak gratis hlo. Bapak ibu berusaha menyediakan waktu untuk menulis dan tanpa disadari orang-orang disekeliling kita sedikit tidak mendapatkan perhatian dari kita. Ada beberapa pekerjaan rumah tangga yang mungkin dapat kita kerjakan saat itu namun kita tunda sesaat. Ditunda tidak mengapa yang terpenting jangan ditinggalkan.

Ketika kita ingin artikel kita menjadi buku, apakah gratis? Tentu saja tidak, mesti ada biaya administrasi dan cetaknya. Dan itu wajar karena mereka yang bergerak di dunia percetakan atau penerbitan mesti menghidupi karyawannya. Sudah sewajarnya ada keuntungan bagi mereka walau tidak banyak.

Penerbit yang terkenal pasti memiliki berbagai aturan yang cukup ketat untuk menerima karya penulis sehingga buku tersebut memiliki royalti bagi penulis. Bagi kita yang masih menjadi penulis pemula, untuk sementara baru bisa menerbitkan buku di penerbit Indie. Tentunya penerbit Indie berbayar terlebih jika kita menginginkan buku solo kita. Otomatis segala jerih payah dan dana, diri sendiri yang menanggungnya. Seperti pepatah Jawa, “Jer Basuki Mowo Beya.” Secara bahasa, jer berarti seharusnya. Basuki berarti kebahagiaan atau kesejahteraan. Mawa beya berarti butuh biaya dan pengorbanan. Nah agar kita bahagia atau sukses perlu adanya biaya dan pengorbanan.

Jika artikel-artikel telah menjadi buku maka kita berusaha memasarkannya melalui media sosial seperti Instagram, Face Book, blog dan WhatsApp baik group atau individu. Yang jadi pertanyaan apakah banyak yang membeli buku kita? Silakan bapak ibu menjawab sendiri. Sebagai penulis pemula memang belum dikenal, karyanyapun juga belum terlalu diakui. Tapi jika bapak ibu sudah dikenal pasti akan banyak yang membeli karya bapak ibu walau mungkin isi dari buku itu bukan sesuatu yang boom (luar biasa).

Beda lagi ketika kita share di group sosial media, buku ini diberikan secara gratis, pasti akan banyak yang menghubungi bapak ibu. Sahabat dekatpun juga tidak akan mau membeli namun request untuk diberi secara gratis itu pasti. Namun ada beberapa orang yang profesional menghargai karya orang lain dengan membelinya. Membeli dengan harga yang sudah ditetapkan atau lebih adalah suatu bentuk penghargaan terhadap karya seseorang. Terkadang orang yang memiliki tenggang rasa membeli buku tersebut karena ingin memotivasi penulis akan karyanya. Karena untuk menjadikan ide dan pikiriannya menjadi sebuah buku perlu dengan pengorbanan waktu, pikiran dan hari liburnya.

Nah, bagaimana bapak ibu apakah masih menginginkan benda atau buku yang gratisan?

Sebagai seorang yang profesional, marilah kita menghargai karya orang lain dengan membelinya, dengan memberikan reward kepadanya, agar perputaran roda ekonomi sesuai dengan mata rantainya.

Selamat membaca, semoga bermanfaat.

 

Jonggol, 29 Januari 2023

Nani Kusmiyati

 

 

 

Tinggalkan Balasan