Menjadi Pramugari Haji

Karir39 Dilihat

Dokpri

Menjadi Pramugari Haji

Ketika aku berpangkat Sersan Kepala (Serka), aku mendapat kesempatan untuk mengikuti test menjadi pramugari haji dengan maskapai Garuda. Test cukup sulit dan hampir mirip seperti test menjadi prajurit TNI. Selain test fisik juga kemampuan berbahasa Inggris menjadi prioritas.

Setelah lulus aku mengikuti pelatihan selama enam bulan di Kosambi, Jakarta Barat. Kami tidak diasramakan namun pulang ke rumah. Saat itu aku tinggal di Meruyung, Depok. Jarak yang sangat jauh untuk di tempuh. Ketika pelatihan diadakan di pagi hari aku berangkat dengan truk milik TNI AL dan turun di Slipi kemudian lanjut ke Kosambi dengan mengendarai kendaraan umum. Sungguh penuh perjuangan karena saat itu putraku berumur 3 tahun. Aku mengikuti test pramugari juga atas ijin suami.

Setelah selesai pelatihan aku mendapat penugasan sebagai pramugari haji dengan home base di Makasar. Makasar-Jedah dan sebaliknya adalah rute aku dan team-ku mendampingi bapak dan ibu dari Makasar yang akan melaksanakan ibadah haji. Pilot yang terbang bersama kami adalah para pilot dari Perancis yang bekerja sama dengan maskapai Garuda. Ketika berkomunikasi dengan para pilot Perancis beberapa temanku dan para pilot masih mengandalkan Alfalink (alat penerjemah portable). Body language juga menjadi penolong agar kami (para pramugari dan pilot) dapat saling mengerti dalam berkomunikasi.

Team kami dikepalai oleh seorang Purser (Pramugara Senior Garuda) yang baik dan ramah. Beliau suka bergaul dengan kami para Pramugari Haji 1995. Banyak cerita yang aku alami selama menjadi pramugari Haji Garuda. Ketika aku berinteraksi dengan bapak ibu jemaah haji dari Makasar aku lebih banyak memberikan contoh bagaimana menggunakan toilet karena mayoritas mereka dapat berbahasa Indonesia namun terbatas.

Ketika menjadi pramugari, aku merasa lebih berani menghadapi kondisi yang mendebarkan ketika di pesawat namun ketika aku menjadi penumpang ada rasa takut jika terjadi turbulensi. Mungkin karena sebagai pramugari sudah menjadi kewajiban untuk menenangkan dan membuat nyaman penumpang. Alhamdulillah saat itu para penumpang dari Makasar sangat kooperatif dan penurut.

Ketika aku dan teamku tinggal lebih lama di Jedah karena giliran kami tidak terbang, kami bisa berjalan-jalan di pertokoan yang tidak terlalu jauh dari hotel Al-Salam, Jedah. Kami menaiki taksi tidak sendiri namun selalu masuk dan keluar dari taksi secara bersamaan.  Biasanya kami naik taksi dengan pengemudi dari  Indonesia karena selain memudahkan berkomunikasi kami juga merasa lebih aman. Kami membeli beberapa oleh-oleh untuk keluarga dan tetangga. Oleh-oleh kami bawa ketika kami terbang ke Indonesia dan ada kesempatan untuk pulang ke rumah.

Ketika tinggal agak lama di Makasar kami yang berasal dari Jakarta atau Surabaya dapat ijin untuk menengok keluarga. Ketika saatnya terbang, pihak Garuda akan menjemput kami di depan rumah kami masing-masing dan benar-benar tepat waktu. Menjadi pramugari haji sangat disiplin seperti halnya menjadi seorang prajurit TNI.

Pengalaman menarik lainnya kami dapat melaksanakan ibadah haji bersama-sama bapak ibu dari Makasar dan dari home base lainnya seperti Jakarta dengan biaya sangat terjangkau saat itu. Kami membayar dengan gaji sebagai pramugari haji sehingga tidak mengganggu keuangan rumah tangga.

Pengalaman menjadi pramugari haji menjadi cerita kehidupanku yang tak pernah terlupakan karena kesempatan itu tidak akan datang untuk kedua kalinya.

 

Jonggol, 27 April 2025

Nani Kusmiyati

Pecinta Literasi

 

Tinggalkan Balasan

1 komentar