Foto: close-up-7592442_1280
MENJADI PRAJURIT WANITA ADALAH TAKDIRKU
Tidak pernah terbayangkan menjadi prajurit TNI Angkatan laut yang disebut KOWAL (Korps Wanita Angkatan Laut) menjadi takdirku. Setelah lulus SMA pada tahun 1986 di Kota Kediri, aku mencoba mengikuti test menjadi prajurit wanita Angkatan Laut dan lulus. Aku juga mencoba mengikuti Test Sipenmaru D3 Fisika di Universitas Sebelas Maret Solo.
Alasan mengikuti test untuk menjadi KOWAL adalah karena ingin mendapatkan pekerjaan dan rasa ingin tahu bagaimana rasanya menjadi prajurit TNI AL. Saat itu yang sedang dibuka adalah calon menjadi KOWAL, CABAWAN MILSUK V.
Sedangkan mengikuti test Sipenmaru D3 Fisika dengan alasan karena ingin mencoba apakah aku masih bisa lulus untuk menjadi mahasiswi di suatu perguruan tinggi. Saat itu tidak ada S1 untuk Fisika namun yang ada hanyalah D3. Sebenarnya aku menyukai mata pelajaran Fisika ketika aku duduk di bangku SMP. Nilai Fisika di SMA tidak sebagus ketika di SMP karena pada saat SMA banyak mengikuti kegiatan Paskibra daerah. Seandainya luluspun aku tidak yakin bisa kuliah karena kemampuan ekonomi keluargaku.
Ayah seorang pensiunan TNI AD sementara ibu sudah tidak bekerja lagi di Pabrik Gudang Garam karena harus merawat ayah yang sering sakit. Aku anak kelima dari lima bersaudara. Saat itu kakak pertamaku sudah menjadi perwira TNI AL dan sudah berkeluarga. Kakak tinggal di Surabaya dekat dengan tempat test KOWAL.
Walau pelaksanaan test KOWAL dan Sipenmaru hampir bersamaan, dengan ijin Allah SWT aku bisa melaksanakan kedua test tersebut. Test KOWAL di Surabaya dan test Sipenmaru terpusat di Universitas Brawijaya Malang. Keberhasilanku atas dukungan keluarga khususnya kakak perempuanku yang senantiasa mendampingi ketika aku test. Sedangkan keluarga kakak pertamaku menjadi tempat untuk menginap. Ayah dan ibu dan kakak-kakak lain turut mendoakan keberhasilanku.
Setelah dinyatakan lulus test KOWAL, aku mengikuti pendidikan dasar pembentukan (basic training) selama 3 bulan dan pendidikan kejuruan selama 9 bulan. Disini aku dilatih untuk menjadi prajurit wanita yang tangguh dan memiliki berbagai skill kemiliteran maupun skill jika bekerja di kantor.
Tiga bulan pertama di Pendidikan adalah hal terberat karena banyak kegiatan fisik baik siang dan malam. Namun aku dan teman-temanku juga mendapatkan pelajaran di kelas. Pada saat belajar di kelas sangat sulit membuka mata karena kegiatan fisik di pagi hari dan setelah sarapan. Banyak cerita lucu ketika di pendidikan dasar (Basic Training) dengan segala kehebohan kegiatan kami yang menjadikan kami siap setiap saat dalam segala cuaca.
Saat terindah ketika aku bisa tidur nyenyak di atas rumput setelah kegiatan fisik. Terlebih jika ada hembusan angin semilir dalam hitungan menit aku dan kawan-kawanku tertidur. Pembimbing siswa (Bingsis) memberikan waktu tidur 15 menit. Jika kami ketahuan tidak tidur kami pasti dihukum. Menarik bukan? Jika semua perintah Bingsis kami ikuti pasti semua akan baik-baik saja. Tidak ada yang sulit di tempat pendidikan.
Saat itu kami belum punya gawai (HP) untuk berkomunikasi dengan keluarga. Selama tiga bulan benar-benar kami tidak dapat terhubung dengan dunia luar selain tempat pendidikan. Menonton TV pun tidak sempat. Pada saat weekend hari Sabtu dan Minggu masih kegiatan fisik termasuk korve (bersih-bersih) kamar dan lingkungan mess.
Ketika salah satu dari kami ada kiriman makanan dari salah satu keluarga maka makanan tersebut otomatis milik kami bersama. Semua di bagi rata walau hanya dengan potongan-potongan kecil kue. Disini kami dididik untuk merasakan senang bersama. Ketika salah satu dari kami membuat kesalahan maka kami akan di hukum semua. Namun yang berbuat kesalahan ada tambahan hukuman. Hukumanpun ada pilihannya seperti sit ups, push ups atau lari. Aku lebih suka hukuman sit ups dan biasanya hukuman biasanya boleh dicicil jika hukuman terlalu banyak.
Pada saat Basic Training kami kami mengenakan seragam doreng setiap hari kecuali lari pagi kami mengenakan baju olah raga. Sedangkan pada saat kejuruan kami mengenakan Pakaian Dinas Harian (PDH) pada saat belajar di kelas pagi hingga siang. Pada saat belajar sore kami mengenakan baju doreng. Demikian juga pada saat lari malam sebelum tidur kami mengenakan doreng.
Banyak ilmu yang kami dapat. Yang semula kami tidak dapat menembak akhirnya kami dapat menembak dengan senapan panjang atau pistol. Aku pribadi tidak begitu ahli namun beberapa teman-temanku sangatlah ahli. Kami berkembang sesuai dengan bakat dan kemampuan setelah berlatih.
Tanggal 22 November 1987 kami lulus sebagai Sersan Dua (Serda) dan penempatan pertamaku sebagai Spri Dirminpersal (Direktur Administrasi Personel).
Jonggol, 8 April 2025
Nani Kusmiyati