‘Ya Allah… semoga ini jalan yang terbaik demi penyembuhan pengakit Budi. Berilah kelancaran dan kemudahan tim dokter dalam melakukan operasi. Tolong beri kesembuhan Budi, anakku ya Allah. Hilangkan penyakitnya, beri umur panjang Ya Robb, beri kesembuhan dan tak kambuh lagi. Berilah kesehatan, keikhlasan dan kesabaran serta semangat untuk sembuh. Semoga setelah ini kehidupannya berjalan normal, hidup berbahagia, bisa mendampingi anak dan istrinya. Bisa mengantar anaknya satu-satunya meraih cita-citanya. Ya, Allah, ya Syifa, Ya Rahman ya Rahim hanya kepadaMu kami mohon ampun dan pertolongan, wahai Dzat Yang Maha Pengampun dan Pemberi. Amin.’
‘Bersimpuh. Dalam tahajudku malam ini. Menyebut namaMu, kebesaranMu dan kuasaMu. Berurai air mata, pasrah dan ikhlas..aku memohon dengan segenap jiwa dan rasa. Kutumpahkan semua yang ada di hati, Engkau Maha Tahu segala isi hati, Ya Allah. Engkau tahu yang aku rasakan. Ya, Allah. sembuhkan anakku, beri yang terbaik untuknya, kasih sayangi dia, beri waktu padanya untuk bertobat, untuk berbuat kebaikan antar sesama, untuk mengisi hari-harinya lebih bermanfaat bagi keluarganya, bagi orang lain, bagi sesama. Di sisa hidupnya yang kami tak tahu entah sampai kapan, berilah kesempatan kami untuk membahagiakannya. Kami orang tuanya, saudaranya, keluarganya sangat menyayangi dan mencintainya.’
‘Ya, Allah …Engkaulah yang berkehendak atas segala sesuatu, Engkaulah Maha Pengatur, Engkaulah Maha Pemberi, kami mohon kepadaMu Ya Allah, bimbinglah kami ke jalan yang Engkau ridloi, jalan yang senantiasa mendapat petunjukMu dan kami ridlo terhadap apa yang Engkau berikan pada kami. Semoga ujian ini memberi hikmah dalam hidup kami. Robbana atina fii dunya khasanah wa fiil akhirotu khasanah. Waqina adzabannar. Amiinn’
***
Tuuut..tuuut…tuuut….
Gawaiku berdering..
“Assalamualaikum ….Oma..”
“Walaikum salam warohmatullahi wabarokatuh. Iya Lus. Ada apa?”
“Kita mau bezuk Om Budi. Oma ikut nggak? Hari ini masuk ruang operasi jam delapan pagi. Selesai operasi dan keluar ruangan mungkin jam sepuluhan.”
“Iya, Lus. Aku ikut. Mbak Asih sudah di sana dari tadi pagi,” sahut Oma. “Pagi ini Evi masuk kerja dan tidak bisa menemani Budi. Dia tetap ngantor. Malamnya baru nginap di rumah sakit sampai pagi. Makanya esok paginya Mbak Asih gantian yang jaga Budi.”
Lusiana adalah menantuku yang ketiga. Dia istri Hari, anakku. Lusi bekerja di salah satu bank swasta di kota ini. Menantuku ini cantik, pintar, sayang belum diberi momongan. Menikah dengan Haryanto anakku sembilan belas tahun yang lalu. Beberapa usaha untuk mendapatkan keturunan sudah dia tempuh, dari pijat ke dukun bayi, pengibatan tradisoinal, dokter spesialis kandungan hingga program bayi tabung sudah dijalaninya. Tapi semua belum berhasil. Allah belum menitipkan momongan untuk wanita cantik ini.
Evi, istri Budi memang tidak ijin untuk menunggu suaminya yang sedang operasi. Tidak tahu alasannya kenapa. Tetapi yang jelas aku rasakan menantuku satu itu memang kurang perhatian terhadap keluarganya. Leasing tempat dia bekerja memang baru-baru ini mengalami masa-masa pengurangan pegawai. Jadi mungkin dia takut kinerja dinilai atasan tidak loyal karena sering minta ijin meski alasan cukup urgen menunggui suami operasi.
Budi selalu memaafkan dan memaklumi apapun yang dilakukan Evi padanya. Mungkin bila posisiku ada sebagai Budi, akupun akan melakukan hal yang sama dengan Budi. Penghasilan Evi memang jauh lebih besar dibanding Budi. Secara ekonomi Evi memang membantu income keluarga Budi, tetapi bagaimanapun seorang istri tetap harus tunduk dan berperan sebagai ibu bagi anaknya. Kedekatan seorang ibu terhadap anaknya tak terlihat pada Evi dan Nicho. Entahlah…semoga ini hanya prasangka aku saja.
bersambung…