DIPONEGORO DAN PEWAYANGAN

Terbaru29 Dilihat

Berbicara sisi lain dari Diponegoro Sejarawan yang banyak menuliskan buku tentang Perang Jawa Peter Carey menyandingkan tokoh Diponegoro dengan tokoh Pewayangan. Wayang merupakan budaya yang turun temurun berkembang di Jawa terutama Jawa Bagian Tengah Selatan menurut (Carey).

Penuturan wayang dapat dilakukan melalui wayang kulit dan wayang wong (orang). Wayang merupakan hiburan tersendiri bagi orang jawa yang kisah dalam pewayangan dapat dijadikan pelajaran hidup. Wayang bisa juga sebagai nasehat keagamaan yang terbalut dalam sebuah seni luhur budaya bangsa, yang mengajarkan tanpa menggurui.

Carey mendasarkan tulisan ini berdasarkan 3 babad yang dapat dijadikan rujukan informasi tentang Diponegoro dan Wayang. Babad tersebut adalah Babad Diponegoro, Babad Kedung Kebo, dan Babad Diponegoro Diponegor versi Keraton Surakarta. Babad Diponegoro ditulis oleh Diponegoro pada saat pengasingannya di Manado dimulai dari bulan Mei 2017 1831 sampai dengan Februari 1832.

Babad Diponegoro menceritakan Diponegoro seperti Arjuna. Seorang rupawan memiliki hati lemah lembut, anak Prabu Pandu bersama dewi Kunti. Memiliki kesaktian yang luar biasa dengan menggunakan anak panahnya. Beberapa kemiripan Diponegoro dengan Arjuna antara lain adalah mendapatkan keris sarotomo dari sunan Kalijogo, yang diibaratkan Arjuna menerima keris Pasopati dari tangan Siwa. Pernikahannya dengan Raden Ayu Maduretno diibaratkan dengan pernikahan Bhatara Wisnu dengan Dewi Sri. Ada anggapan bahwa Arjuna merupakan titisan Bhatara Wisnu.

Sedangkan Babad yang kedua Babad Kedung Kebo yang  penulisannya diperkirakan digarap oleh dua orang yaitu Raden Cokronegoro (Bupati Purworejo Pertama) dan Basah Pangalasan. Dalam Perang Jawa Raden Cokronegoro sendiri adalah putra asli Bagelan yang tahu seluk beluk mendan di daerahnya sehingga Belanda memanfaatkan kemampuan Raden Cokronegoro untuk memandu melawan Diponegoro yang melakukan perlawanan di daearah Bagelan.

Pada Babad Kedung Kebo Diponegoro digambarkan sebagai anak pertama dari Kurawa yaitu Suyudana (Duryodono). Suyudana adalah seorang raja hebat tetapi pada akhirnya ia menghancurkan diri sendiri serta seluruh keluarga dan kerajaannya akibat sifat lagaknya yang berlebih-lebihan. Pada akhirnya Bima dapat mengalahkan Suyudana atas petunjukan Prabu Kresna tentang titik lemah Suyudana yang berada pada paha bagian kanan. Karena pada masa muda Suyudana dimandikan dengan air sakti bagian tersebut tertutup oleh daun ringin (beringin). Kisah tersebut disamakan dengan keras kepalanya Diponegoro yang mengajak pengikutnya untuk melakuan perjuangan melawan Belanda yang dikatakan kafir oleh Diponegoro. Namun musuh-musuh Diponegoro dapat mengetahui kelemahan Diponegoro sehingga dapat menangkapnya di Magelang.

Dalam Babad Diponegoro versi Keraton Surakarta Menggambarkan Diponegoro seperti Raden Sumba putra dari Kresna. Raden Sumba digambarkan sebagai orang yang memiliki sifat bersungguh-sungguh tapi memiliki hati yang lemah.

By. Nurhadi

Referensi

Sisi Lain Diponegoro, Peter Carey, Kepustakaan Populer Gramedia, 2017

Tinggalkan Balasan