Sakit hati atau sakit gigi?
Jika dihadapkan pada dua pilihan tersebut mana yang mau anda pilih? Saya sih tidak mau dua-duanya, hihihi… Tapi ya namanya hidup pasti akan selalu dihadapkan dengan pilihan-pilihan baik pilihan sendiri maupun yang dipilihkan oleh Pemilik hidup itu sendiri.
Omong-omong soal sakit hati, dari soal tuna asmara sampai war sesama ibu rumah tangga sepertinya sudah pernah saya lewati. Sakit hati bagi saya ya normal saja, semua orang pasti pernah mengalami, meski kasus, waktu, dan bukan berada ditempat yang sama tapi rasanya tetap sama, sakiiiiiit.
Tetapi penting untuk selalu kita ingat dan sadari jangan sampai kita terlampau dibuai rasa sakit yang mengakibatkan kita jadi destruktif dan tidak produktif. Karena kehidupan akan terus berjalan, jadi move on sajalah. Di awal pasti berat, tapi percayalah kita semua bisa melaluinya.
Dulu diantara teman seangkatan, saya yang paling terakhir menikah. Saya sebenarnya tidak masalah dengan hal ini dan menganggapnya biasa saja. Lagipula saya memiliki pencapaian-pencapaian saya sendiri atas apa yang harus saya prioritaskan dan saat itu menikah memang belum menjadi prioritas saya. Meski calon yang mengantri untuk mengisi hati ini sudah berbaris antri. Sombong!. ha ha ha…
Yang repot justru orang-orang di sekitar saya, keluarga dan sahabat saya. Meski saya tahu maksudnya baik karena mengkhawatirkan status saya sebagai tuna asmara. Tetapi, alamak… puyeng kepala ini dibuatnya. Mama misalnya, hampir ke setiap sahabatnya yang memiliki anak lelaki sepantaran saya pasti dimulailah jurus-jurus perjodohan. Sampai akhirnya pecah perang dunia ke III antara saya dan mama, pasalnya mama mulai membawa kasus tuna asmara saya ke ranah ‘orang pintar’. Saking terlalu khawatir melihat bungsunya belum menikah juga dan kena hasut tetangga supaya dibawa ke orang pintar.
Pada saat itu jujur kecewa sekali sama mama, tapi ya sudahlah namanya juga ibu yang sayang banget sama anaknya kan. Saya masih ingat mama dan bapak pun sampai bertengkar perkara ‘orang pintar’ ini. Jelas bapak marah besar, selain salah karena tidak sesuai dengan kaidah agama, praktik ‘orang pintar-pintaran’ ini memang keparat sekali.
Berita baiknya, selang beberapa waktu saya dan teman-teman yang saat itu tergabung di Komunitas Rumah Dunia milik mas Gol A Gong ditawari membuat antologi true story tentang teror dari pertanyaan Kapan Kawin?
Saat itu saya yang sedang tidak baik-baik saja seperti mendapatkan amunisi untuk menutup rapat mulut manusia-manusia yang selalu saja banyak ikut campur pada kehidupan orang lain. Apalagi mengingat antologi ini akan diterbitkan oleh Glitzy Book Publishing salah satu lini di Gramedia Pustaka Utama. Sungguh bersemangat sekali ingin segera meluapkannya dalam tulisan, luapan penuh emosi. hihihi…
Saya meyakini hal tersebut bukan sebuah kebetulan, mungkin Tuhan saat itu ingin mengajarkan arti sabar dan berserah diri pada saya. Karena saya merasa ketika sudah berserah diri atas semua hidup yang saya jalani, baik, buruk, susah, senang, dan semua yang datang silih berganti rasanya tetap sama, nyesss. Adem.
Begini penampakan cover antologi Teror Maried:
Bertambah-tambah bahagia ketika mendapati kabar, kami diberi stan khusus di Gramedia Book Fair, yang dinamai Klinik Galau. Sebuah pengalaman baru, bertemu langsung dengan calon pembaca dan berusaha semaksimal mungkin meyakinkan pembaca untuk mau membaca buku kami. Dan rasanya sangat menyenangkan.
Selain itu pengalaman menyenangkan lainnya adalah booksigning, gampangnya menandatangani buku yang dibeli pembaca distan kami. Adanya interaksi langsung dengan calon pembaca kita adalah sebuah keasyikan tersendiri, dan bisa juga memunculkan ide-ide baru dari interaksi ini yang bisa dituliskan. Selain tentunya menambah jumlah pertemanan disosial media.