KEMATIAN YANG SENYA
Kematian itu akhir dari kehidupan mahluk hidup di dunia ini. Semua fungsi biologis terhenti dan tidak dapat dikembalikan lagi. Ini pasti dialami semua mahluk hidup, tetapi kapan , dimana dan bagaiman caranya tak seorang pun tahu. Itu rahasia Illahi. Penyebabnya dapat berbagai hal, satu diantaranya karena kelaparan.
Kelaparan merupakan kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang mengalami kekurangan makanan secara signifikan. Akibatnya tidak dapat memenuhi kebutuhan energi yang didapat dari zat-zat gizi untuk hidup aktif dan sehat.
Salah satu faktor penyebab utama kelaparan adalah kemiskinan. Hambatan utama mereka yang jatuh dalam kondisi miskin adalah kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, termasuk kebutuhan pangan yang aman dan bergizi.
Kekurangan zat-zat gizi merupakan kelaparan tersembunyi yang secara perlahan tetapi jika berkepanjangan pasti berujung pada penderitaan. Ini karena kekurangan asupan zat gizi dalam waktu lama juga menimbulkan berbagai masalah kesehatan yang bermuara pada kematian yang senyap.
Upaya penanggulangan kelaparan karena kemiskinan melalui pemberian makanan selama ini cukup mendatangkan manfaat besar. Namun kekurangan zat gizi yang dengan diam-diam merayap membawa kematian sering terlewatkan sehingga tidak menjadi perhatian.
Laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukkan dari 8,20 miliar penduduk dunia sebanyak 2 miliar tidak memiliki akses terhadap makanan yang cukup bergizi dan aman.
Jumlah orang yang kekurangan gizi di dunia terus menjadi perhatian. Data terbaru menunjukkan bahwa sekitar 733 juta orang mengalami kekurangan gizi pada tahun 2023. Sedangkan untuk Indonesia data Badan Pusat Statistik (BPS) yang didapat melalui Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2022, mencatat sekitar 21 juta orang di Indonesia mengalami kekurangan gizi.
Delain itu pada tahun 2024 tercatat sebanyak 24,06 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan. Ini sekitar
8,57%, dari total penduduk dan merupakan level terendah sepanjang sejarah kemiskinan Indonesia.
Ada pun prevalensi Stunting atau Tengkes sebagai dampak kekurangan asupan zat gizi dalam waktu yang lama, masih bertengger ditataran angka lebih dari 21%, angka yang masih berada di atas standar yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 20%. Padahal target yang dipasang pemerintah adalah 14% pada tahun 2024. Ini pun sudah di pacu dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomo 72 rahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting.
Mencermati situasi dan kondisi ini, tentu kematian senyap ( silent death) masih harus diwaspadai. Tentu saja kemauan politik (political will) pemerintah dalam menangkal kematian senyap melalui perbaikan dan peningkatan status gizi masyarakat terutama generasi muda harus tetap diperkuat.
Penanganan kelompok-kelompok rentan dalam siklus hidup harus dilakukan secara komprehensif demi membangun manusia Indonesia seutuhnya dengan ciri-ciri sehat berumur panjang, terdidik dan berahlak serta memilii akses terhadap hidup layak. Jangan sampai menjadi sumber daya manusia yang sakit tidak, sehat pun tidak. Artinya ketika terjadi keterbatasan terhadap makanan maka kondisi kesehatan langsung terpuruk dan kematian pun menyusup dengan senyap. (Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom)