“Novi! Ayo, dong!”
Mendengar teriakan itu, Novi bergegas keluar. Tidak lupa menuntun sepedanya. Pagi ini mereka berencana bersepeda.
Tidak lama kemudian, Novi pun sampai di halaman. Di sana temannya sudah menunggu. Temannya itu bernama Caca.
“Kita ke mana hari ini, Ca?” tanya Novi sambil mulai mengayuh sepedanya.
Caca menjawab, “Kita keliling kompleks saja. Bagaiman?”
“Oke!” jawab Novi singkat.
Mereka pun menyusuri jalan. Jalan itu terbuat dari aspal. Kompleks perumahan mereka sangat luas.
Mereka mengayuh sepeda sambil bercerita. Novi menceritakan mainan barunya. Caca menceritakan keseruan membaca.
Mereka terus menyusuri jalan. Keduanya hati-hati saat melewati turunan. Tidak lupa membunyikan bel ketika di tikungan.
Sambil terus mengayuh mereka memperhatikan aktivitas warga. Sebagian besar mereka bersih-bersih halaman. Sebagian lagi bermain-main di depan rumahnya.
Keduanya terus mengayuh sepeda. Mereka terus bertukar cerita. Tawa bahagia menyertai perjalanan dia orang murid SD kelas 6 itu.
Mereka berhenti di sebuah taman bermain. Banyak anak-anak main ayunan. Ada juga yang bermain perosotan.
Novi mengajak Caca turun. Dia ingin main ayunan. Mereka pun mulai bermain.
Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan. Tibalah mereka di suatu tempat. Tempat itu adalah sebuah berugak.
Mereka melihat anak-anak kompleks berkumpul di depan berugak. Mereka terlihat asyik mendengarkan dongeng. Pendongengnya adalah Kak Fifi, kakak Caca.
Sesekali terdengar mereka tertawa bahagia di berugak yang penuh buku bacaan itu. Caca mengajak Novi mendekat. Namun, Novi tidak mau.
Novi berkata, “Maaf, Ca. Aku harus bantu Ibu membersihkan rumah.”
“Sebentar saja, Nov. Aku cuma mau menyampaikan pesan Ibu kepada Kak Fifi,” jawab Caca.
Mereka pun memarkirkan sepedanya. Setelah itu berjalan mendekat. Novi terlihat menekuk wajahnya.
Setelah berbicara dengan kakaknya, Caca tidak kunjung pulang. Dia ingin ikut mendengarkan dongeng itu. Kak Fifi memberikan syarat.
“Boleh. Tapi kalian harus baca buku dulu, ya,” kata Kak Fifi.
Caca pun menyahut, “Siap, Kak!”
Caca segera mengambil dan membaca buku. Sementara Novi hanya diam di dekat sepedanya. Tak lama kemudian Caca terlihat ikut tertawa bersama anak-anak lainnya.
Sementara itu, Novi pun akhirnya pamitan pulang. Dia pulang sendirian. Di sepanjang perjalanan dia hanya terdiam.
Setiba di rumah ibunya telah menunggunya. Ibunya sedang membersihkan perpustakaan keluarga. Novi pun membantunya.
“Kamu sudah ke mana saja, Nov?” tanya ibunya sambil mengibaskan sapu bulu.
Novi menjawab singkat, “Novi sama Caca ke berugak baca, Bu.”
“Terus mana Caca sekarang?” tanya ibunya lagi.
Novi menjawab dengan pelan, “Caca belum pulang, Bu. Dia masih sama anak-anak itu mendengarkan Kak Fifi mendongeng.”
“Kamu kenapa pulang duluan? Kenapa tidak ikut mendengarkan juga?” tanya ibunya sambil membersihkan buku cerita.
Novi pun menceritakan alasannya. Dia menceritakan untuk mendengarkan ada syaratnya. Syaratnya mereka harus membaca buku dulu.
“Terus kenapa kamu tidak membaca?” tanya ibunya meletakkan buku yang sudah bersih.
“Malas, ah, Bu. Tidak ada yang menarik,” jawab Novi sambil membersihkan rak buku.
Ibunya tertawa kecil. Dia tahu itu hanya alasan saja. Selama ini Novi memang kurang suka membaca.
“Terus buku seperti apa yang menurutmu menarik? Seperti ini?” tanya ibunya sambil menyodorkan buku.
Novi menerima buku itu. Dia mulai membuka isinya. Setelah itu menutup kembali dan menyimpannya.
Setelah selesai membantu membersihkan, dia pamitan. Di dalam kamar Novi hanya membolak-balik buku itu. Dia hanya melihat sampul depan dan membaca tulisan di sampul belakang.
Buku itu berjudul Pahlawan Literasi. Dia akhirnya tergerak untuk membaca. Baru membaca halaman pertama, wajah Novi berubah.
Terlihat kesedihan di wajahnya. Dia mulai berpikir bahwa cerita itu nyata adanya. Tentang seorang anak yang rajin membaca.
Agar dia bisa tetap membaca, dia harus bekerja. Dari uang hasil bekerja, dibelikan buku bacaan. Dia harus berjuang keras.
Novi pun mengingat dirinya. Keinginannya bisa langsung dipenuhi ayah dan ibunya. Buku pun banyak di rumah.
Novi akhirnya sadar, bahwa dia selama ini telah salah. Dia menyia-nyiakan kesempatan. Dia pun berjanji pada diri sendir akan lebih banyak membaca.
– mo –