Diperingati Tiap Tahun, Kapan Kaum Buruh Dapatkan Kesejahteraan?

Terbaru62 Dilihat

Setiap tanggal Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional atau May Day. Entah sudah berapa tahun, aktivitas ceremonial ini berulang hampir di setiap negara. Sayangnya, hingga kini, buruh di berbagai penjuru dunia belum kelar dari problem kesejahteraan.
ILO (International Labour Organization), lembaga PBB gang menangani masalah perburuhan membuat laporan tentang Tren Ketenagakerjaan dan Sosial 2024. Ada dua isu utama yang menjadi sorotan tentang hal tersebut yang sebenarnya tidak beranjak dari masalah klasik.

Pertama, tingkat pengangguran global yang tinggi. Kedua, problem kesenjangan sosial yang makin parah. Tahun 2024 ini, terdapat lebih dari 200 juta orang yang menganggur. Sementara itu dijumpai rasio satu persen populasi terkaya dunia menguasai lebih dari setengah kekayaan global. (Tirto, 26-4-2024).

Bagaimana dengan Indonesia? Survei menunjukkan bahwa 69% perusahaan di Indonesia telah menghentikan perekrutan pegawai baru pada 2023. Hal itu karena khawatir terjadi PHK. Dar angka itu, 67% di antaranya merupakan perusahaan besar. Perbankan, perhotelan, dan farmasi merupakan tiga sektor industri terbanyak yang membekukan perekrutan pekerja. Laporan tersebut juga mencatat ada 23% perusahaan di Indonesia yang melakukan PHK pada tahun 2023. Adapun secara global, PHK mencapai 32%. (CNN Indonesia, 26-4-2024).

Pantaslah bila tuntutan buruh pada May Day tahun ini juga masih tentang kesejahteraan. Ada dua isu utama yang diusung pada aksi Hari Buruh tahun ini, sebagaimana disebut oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, yaitu tentang Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja dan HOSTUM: Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah. (Liputan 6, 29-4-2024).

Secara global maupun nasional, buruh masih diliputi masalah kesejahteraan, seperti upah rendah. Kondisi kerja yang tidak layak, ancaman PHK, dan sulitnya masalah lapangan kerja semakin membuat nasib buruh makin buruk.

Buah buruk Kapitalisme

Persoalan buruh akan terus ada selama dunia masih menerapkan kapitalisme. Sistem ini memandang buruh sebagai faktor produksi. Perusahaan akan berusaha menekan biaya produksi, termasuk biaya tenaga kerja. Di sisi lain, tak ada jaminan dari negara, saat mana peran negara hanya sebatas regulator. Sejauh jauhnya peran adalah sebatas mediator antara buruh dan perusahaan saat ada perselisihan masalah upah dan hak-hak buruh lainnya.

Dalam sistem Kapitalisme, tingkat kesejahteraan buruh ditentukan oleh perusahaan. Karena melekat prinsip meminimalkan biaya, sudah pasti perusahaan akan memberikan kesejahteraan yang minim pada buruh. Di samping itu banyak hak buruh yang hilang terlebih setelah adanya Omnibus Law.

Tak asing rasanya di telinga kita berita tentang kasus perusahaan yang abai terhadap hak buruh, seperti memberi upah tidak sesuai UMR, tidak memberi THR, mudah memecat buruh, dan lainnya. Semuanya mengabarkan bahwa ketidaksejahteraan buruh seakan menjadi hal yang abadi.

Di negara dimana sistem yang diterapkan Kapitalisme, posisi buruh semakin terjepit dan tak berdaya. Mereka bekerja dengan upah yang tidak membuat sejahtera. Beban kerja pun tidak enteng. Bila memilih keluar dari pekerjaan, sulit mencari pekerjaan lain. Apalagi saat terjadi badai PHK

Di belahan dunia manapun, selama masih menerapkan kapitalisme, kesejahteraan buruh ibarat jaug panggang dari api, termasuk di negeri ini. Kesejahteraan hanya sebatas mimpi yang sulit dicapai.

Kaum Buruh Sejahtera Bersama Islam 

Islam memiliki pandangan khas terhadap buruh atau pekerja. Pandangan ini berbeda dengan kapitalisme secara diametral. Dalam Kapitalisme, negara lepas tangan terhadap kesejahteraan buruh. Sementara Islam memandang bahwa buruh/ajir adalah bagian dari rakyat yang harus diurusi oleh negara. Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab untuk memastikan kesejahteraan bagi tiap warga negara, orang-per orang, termasuk para buruh.

Rasulullah saw. bersabda berkaitan dengan posisi seorang pemimpin. “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Bukhari).

Tanggung jawab yeh pempimpin ini akan tegak dengan diterapkannya sistem ekonomi Islam. Abdurrahman al-Maliki dalam buku Politik Ekonomi Islam menjelaskan bahwa politik ekonomi Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan primer pada tiap-tiap individu secara menyeluruh dan membantu tiap-tiap individu di antara mereka dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kadar kemampuannya.

Dengan demikian, tanggung jawab memenuhi kebutuhan buruh ada pada negara, bukan perusahaan. Negara akan memenuhi kebutuhan rakyatnya secara orang per orang melalui mekanisme yang pasti dan terjamin, sehingga tiap-tiap rakyat berada pada kondisi aman dan sejahtera.

Pemenuhan kebutuhan dasar rakyat oleh negara ini dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Mekanisme secara langsung, Khilafah menyediakan layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis sehingga rakyat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mengaksesnya. Mekanisme tidak langsungnya, negara membuka lapangan pekerjaan yang memadai bagi rakyat laki-laki yang balig agar mereka bisa bekerja. Dengan bekerja ini mereka mendapat kompensasi atau upah yang memadai untuk nafkah keluarganya. Bidang usaha ini bisa berupa kesempatan bekerja menjadi buruh, membuka usaha tertentu, menjadi petani, bisnis dagang, jasa, industri, maupun yang lainnya.

Terkait dengan hubungan buruh/ajir dan perusahaan/musta’jir, negara Khilafah menerapkan aturan yang menjamin akad mereka sedemikian hingga tak ada pihak yang dirugikan. Negara memastikan bahwa di antara buruh dan perusahaan ada akad yang jelas dan syar’i terkait deskripsi pekerjaan, upah, jam kerja, fasilitas, keselamatan kerja. Dengan demikian, semua pihak, baik buruh maupun perusahaan, sama-sama diuntungkan. Jika ada perselisihan di antara keduanya, negara tampil sebagai hakim yang memberikan keputusan secara adil berdasarkan syariat Islam.

Islam menentukan upah dalam akad kerja berdasarkan rida antara kedua belah pihak. Islam juga memiliki standar upah yang ditentukan oleh para ahli (khubara) sesuai manfaat yang diberikan oleh pekerja, lama bekerja, jenis pekerjaan, risiko, dan lainnya. Dengan demikian, bisa dipastikan tiap-tiap pihak merasa saling rida.

Inilah gambaran ideal yang menjadi dambaan. Buruh akan sejahtera karena negara mengurusinya, sementara negara dan masyarakat juga senang karena produk perusahaan akan mensuply kebutuhan rakyat. Ekonomi berjalan pada putaran yang sehat. Sistem bernegara inilah yang kita harapkan eksis agar kesejahteraan dapat terwujud nyata untuk semuanya. Alhasil kaum buruh akan dinaungi kesejahteraan manakala diterapkan sistem Islam secara menyeluruh.

Tinggalkan Balasan