Pemimpin Baru Dan Harapan Baru, Mungkinkan Terwujud?

Terbaru68 Dilihat

Presiden Prabowo   menyampaikan targetnya untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Hal tersebut ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam acara BNI Investor Daily Summit 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat pada Rabu (9-10-2024).

Sementara itu, dalam pidato sambutan untuk acara Kompas 100 CEO Forum di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, Sabtu (12-10-2024), Presiden Jokowi mengungkapkan  keyakinan akan target pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan Prabowo akan mampu diwujudkan.

Hadir di kediaman Prabowo baru-baru ini, pimpinan PKS  mengatakan bahwa Presiden baru ini akan mampu membawa Indonesia menjadi leader di kawasan Asia Tenggara.

Realistiskah?

Sikap optimis itu sah dan boleh-boleh saja. Namun, secara realitas di negeri ini penuh dengan problema. Aneka problem warisan  tinggalan dari rezim-rezim sebelumnya, terutama dua periode kepemimpinan sebelumnya, bukanlah perkara yang remeh. Bukan hal mudah untuk menyelesaikan karena masalahnya telah menggurita, berkelindan satu sama lain. Serada tidak ada satu aspek kehidupan pun yang tidak dikungkung oleh persoalan.

Bidang politik misalnya, para pejabat pada umumnya miskin empati. Urusan rakyat diposisikan sebagai permainan dan jalan menarik keuntungan. Di bidang ekonomi, negeri ini  dikuasai pemilik modal. Utang riba menumpuk hingga lebih dari Rp8.500 triliun. Sumber daya alam yang melimpah kini tengah dikuasai asing, hingga negara kehilangan modal untuk menyejahterakan rakyatnya. Alih-alih diurus kesejahteraannya, rakyat malah digempur dengan tekanan pajak yang angkanya terus menanjak.  Gelombang PHK yang tak berujung  juga menambah kepelikan masalah.

Di bidang bidang sosial, dekadensi moral melanda seluruh level generasi  Digelarnya kurikulum merdeka membuat generasi semakin tumbuh dalam kebebasan. Ajakan untuk membuat  lingkungan sekolah bebas dari kasus perundungan berbalut ide HAM justru membuat guru tak memiliki ruang untuk mendidik generasi. Derasnya arus moderasi beragama arahan Barat, turut membuat pemahaman terhadap kebenaran islam menjadi tidak jelas sekaligus mendegradasi kualitas generasi.

Di bidang hukum negara  semakin kehilangan fungsi kendalinya. Hukum dan perangkatnya menjadi mandul saat dikooptasi oleh kekuatan uang. Bidang hankam yang hari ini juga tampak kian melemah. Terbukti kasus-kasus perbatasan dan isu disintegrasi tak juga kelar diatasi.

Pemerintah seperti kehilangan wibawa dan kemandirian. Kemajuan di berbagai bidang yang dinarasikan berhenti pada kalimat retoris di podium.

Beragam problem yang mengemuka seluruhnya bersifat sistemis. Lalu, bagaimana bisa muncul optimisme sedemikian, hanya dengan pergantian person pemimpin? Tentu  semua persoalan itu tak mudah diselesaikan, kecuali membongkar akar persoalannya, yaitu sistem yang rusak.

Salah Parameter

Jika kemajuan ekonomi suatu bangsa hanya diukur dari angka pertumbuhan ekonomi dan GDP per kapita, tidaklah tepat. GDP tak dapat  menggambarkan realitas  kesejahteraan orang per orang. Indikator dan nilai akhir yang dicapai dari perhitungan angka-angka ini hanya merupakan nilai rata-rata. Sebuah data berupa kesimpulan rata2 bisa menyesatkan apabila tidak dimasukkan variabel distribusi kekayaan. Hal itu karena buruknya sistem ekonomi yang ada, salah satunya adalah faktor distribusi kekayaan

Lebih miris ketika kita melihat formasi dan performa pemerintahan yang bentukan rezim sekarang. Koalisi gemuk di parlemen membuka peluan lebar mengubah negeri ini menjadi negara diktator. Ketiadaan institusi politik penyeimbang mempercepat perubahan itu.  kekuatan penyeimbang hanya berasal muncul dari  masyarakat, yang itu pun kalau kepeduliannya masih terjaga. Sementara parpol yang ada sibuk mendukung rezim hanya agar kebagian kue kekuasaan.

Kita bisa melihat susunan kabinet baru yang pemerintahannya justru makin tidak karuan. Anggaran dipastikan menggemuk karena pasukan kabinet yang disusun superjumbo.

Adapun dari sisi kualitas sumberdaya manusia, baik   kredibilitas maupun kapabilitasnya masih dipertanyakan. Terdapat nama mantan menteri yang justru selama ini  memunculkan berbagai persoalan, Terdapat juga sdm dari kalangan artis, aktivis ormas, bahkan ustaz moderat  yang menyerukan kebebasan.

Semua realitas ini sangat mungkin dalam sistem kepemimpinan demokrasi kapitalisme liberalis. Sistem kepemimpinan yang asasnya rusak seperti ini tidak bisa diharapkan akan membawa kebaikan.

Sumber petaka di negeri ini justru berasal  dari dogma sistemik “kedaulatan ada di tangan rakyat” dan “suara rakyat suara Tuhan” .  Karena dari konsep yang  salah ini  mula dibuatnya berbagai aturan hidup. Aturan  yang bersandar pada akal, bukan dari dzat pencipta alam yang mewajibkan manusia tunduk kepadaNya.  Dalam sistem Kapitalisme, kepemimpinan  menjadi sangat terbuka bagi siapa saja, asalkan mereka mampu membelinya. Ketika menjabat orientasinya adalah mengembalikan modal, bukan pelayanan kepada rakyat.

Berharap memperoleh kebahagiaan atau meraih kesejahteraan pada yang  kepemimpinan seperti ini hanyalah mimpi. Justru yang diproduksi sistem dengan kepemimpinannya adalah kerusakan. Kerusakan sistemik ini bakal  bakal  terus diwariskan. Ancaman kehancuran bangsa dan negara pun tak bisa terelakkan, kecuali ada tekat yang kuat dari rakyat -pemilik  kekuasaan yang hakiki-
untuk melakukan perubahan yang mendasar,  tanpa kekerasan.

Peringatan dan Harapan

Allah Swt. telah memberi peringatan dalam firmanNya yqng mulia. Dalam QS Thaha ayat 124 Allah Swt. berfirman, “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan himpun mereka pada hari kiamat dalam keadaan buta.”

Ibnu Abbas menafsirkan ayat peringatan ini bahwa makna “berpaling dari peringatan-Ku” artinya adalah, “Menentang perintah-Ku dan segala yang Aku turunkan kepada para rasul-Ku, melupakan keduanya dan mengambil petunjuk dari selain petunjuk itu (maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit), yaitu yang sempit di dunia.”

Pada saat yang sama, Allah Swt. juga memberikan arah untuk meraih kebahagiaan dan keberkahan di sebuah masyarakat. Dalam QS Al-A’raf ayat 96 Allah Swt. berfirman, “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan.”

Para mufasir sepakat menafsirkan, makna “beriman dan bertakwa” dalam ayat ini adalah kesiapan kaum tersebut untuk menjalankan seluruh syariat Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.

Jika kita ingin keluar dari kehidupan serba sempit seperti sekarang, jalan satu-satunya adalah siap menegakkan syariat Islam secara menyeluruh. Sembari syariat-syariat lainnya produk akal manusia, sebagaimana  sistem demokrasi saat ini.

Harapan Itu Adalah Kepemimpinan Islam

Sistem kepemimpinan Islam lahir dari asas akidah yang lurus dan sesuai fitrah penciptaan. Aturan yqng lahir darinya berfungsi sebagai panduan dan solusi kehidupan. Jika ditegakkan dengan sempurna, aturan diturunkan oleh Sang Maha Pencipta ini dipastikan akan membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi manusia dan seluruh alam semesta.

Kepemimpinan dalam Islam dipahami sebagai amanah, berdimensi dunia dan akhirat.  Alhasil, dalam Islam, mengukur keberhasilan pengurusan, yakni kesejahteraan rakyat, bukanlah dilihat dari angka rata-rata. Kesejahteraan diukur dari kepastian  terpenuhinya semua kebutuhan pokok dan kemudahan pemenuhan kebituhan sekunder, bahkan tertier bagi setiap orang per orang.

Setiap pemimpin tanggungjawabnya adalah dunia akhirat. Nabi saw. bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Itulah makna pemimpin dalam Islam. Ia  berperan sebagai pengurus dan penjaga yang diamanahi Allah untuk memastikan seluruh rakyatnya bahagia dan sejahtera. Semua itu hanya bisa terwujud melalui penerapan syariat Islam secara kafah, dalam sistem kepemimpinan bernama Khilafah, bukan dalam sistem kepemimpinan demokrasi yang justru menempatkan Islam hanya sebagai pilihan bukan kewajiban.

Berharap muncul pemimpin yang ideal pada sistem yqng ada saat ini  laksana pungguk merindukan bulan. Siapa pun pemimpinnya, jika tidak menerapkan  syariatnya Allah secara kafah, jangan berharap kehidupan ideal akan terwujud.

Tinggalkan Balasan