Mendirikan atau membuka gerai kuliner atau rumah makan itu mudah, asal mampu memasak atau mampu menggaji chef dan memiliki modal kerja. Tapi yang sulit adalah membuat rumah makan kita ramai alias banyak pelanggan yang datang.
Karena tanpa datangnya pelanggan, usaha kita tidak akan mampu bertahan lama bila tiap bulan, harus nombok alias merugi.
Bagaimana untuk bisa mendapatkan banyak pelanggan? Salah satunya memberikan diskon yang menarik. Tetapi tentunya diskon tidak dapat diberikan terus menerus, karena dalam berbisnis apapun kita harus mendapatkan laba agar suatu saat modal awal dapat kembali, atau yang lebih dikenal sebagai break even point (BEP). Makin cepat suatu usaha mencapai BEP, maka kita makin cepat berkembang . Misal kita dapat membuka cabang baru. Tetapi bila BEP tidak dapat tercapai atau untuk mencapainya sangat sulit, itu tandanya bisnis kurang berhasil.
Salah satu upaya untuk dapat menarik pelanggan, adalah adanya faktor yang istimewa atau yang menjadi pembeda dari bisnis yang sudah ada sebelilumnya.
Biasanya yang paling mudah adalah menjual dibawah harga pesaing, namun bila hal ini dilakukan terus menerus, BEP akan sulit atau lama dicapai.
Faktor pembeda dikenal didalam ilmu pemasaran sebagai diferensiasi. Nah, kita wajib memikirkan apa diferensiasi dari rumah makan atau gerai kuliner yang akan kita dirikan.
Contohnya, bila selama ini rumah makan dilengkapi dengan daftar menu berupa buku menu atau tertera di display diatas meja kasir, maka sebagai pembeda, kita dapat menampilkan menu dalam bentuk QR code. Namun risikonya, pelanggan yang gaptek tidak memiliki gawai yang mampu memindai QR code tersebut. Solusinya kita harus menyiapkan beberapa gawai, agar penerima pesanan dapat membantu pelanggan. Diferensiasi lainnya, adalah cara memesan, bila selama ini harus ada karyawan sebagai penerima pesanan, dapat digantikan dengan pad yang tersedia diatas meja. Jadi tiap pelanggan tinggal nenyentuh gambar makanan yang mau dipesan atau mencobtreng pada kotak yang tersedia dengan mengetikkan jumlah pesanan. Masukkan (input) dari pad ini terhubung ke dapur, sehingga chef bisa langsung menerima pesanan. Contoh diferensiasi lainnya, kita menggunakan waiter robot, yaitu robot yang dapat nenggantikan pelayan. Meski hal ini lebih mahal karena harus membeli robot, dan tidak disukai Dinas Tenaga Kerja karena tidak dapat menambah tenaga kerja. Memberikan cara bayar yang fleksible juga salah satu diferensiasi. Bila selama ini pembayaran dengan tunai. Kita dapat menerima pembayaran dengan kartu kredit, kartu debit, uang elektronik (e-money) bahkan QRIS. ini adalah beberapa contoh diferensiasi pada layanan (service).
Diferensiasi dapat dilakukan pada poduk makanan yang dipasarkan Contoh menyajikan kue cubit atau kue pancong, makanan khas Betawi yang banyak didapatkan di pasar tradisional, bisa disajikan secara berbeda di reatoran / kafe, yang seolah membuat kuliner tradisional ini naik kelas karena disandingkan dengan camilan global poppertjes. Contoh lain menyajikan fusion food, kuliner yang menabrakkan dua kuliner dari dua negara, misal pizza rendang, menggabungkan kuliner Minang dengan kuliner Italia. Menyajikan kopi dengan gula aren, membedakan dengan kopi yang biasanya menggunakan gula pasir.
Contoh lain yang diterapkan oleh kuliner cepat saji lokal Wings Cuy, menjual sayap ayam dengan pilihan saus dari 10 negara. Menjual sayap ayam tanpa tulang (boneless).
Diferensiasi juga dapat pada tempat, bila biasanya rumah makan di dalam ruangan (indoor), kita dapat menerapkan konsep dinluar ruang (outdoor). Bahkan juga dapat membuat rumah makan di dalam Taman, di lereng gunung, atau dibawahnys terdapat kolam air dengan ikan-ikannya sehingga seakan sambil makan, pelanggan melakukan refleksi yang dilakukan oleh ikan-ikan. Dapat juga gerai didesain laksana bandara atau stasiun kereta api.
Diferensiasi juga bisa berdasar waktu, misal kita nembuka rumah makan khusus untuk sarapan di pagi hari, biasanya banyak dibhotel-hotel, membuka rumah makan menjelang waktu makan siang yang biasa disebut brunch, membuka rumah makan di malam hari seperti yang dilakukan penjual rawon setan di Surabaya, sate kalong di Cirebon atau gudeg pawon di Yogyakarta. Atau justru nembuka rumah makan pada dini hari untuk melayani pelanggan yang baru pulang dari klub malam, misal bubur hostess di Jakarta.
Jadi pada dasarnya harus ada diferensiasi terhadap kuliner yang sudah eksis, sehingga pelanggan terpancing untuk mencoba atau pindah ke gerai kita.