Pria Eksebisionis di Palembang Menunjukkan Penisnya ke Perempuan Penjual Bensin

Humaniora74 Dilihat

Menunjukkan alat kelamin dan bagian-bagian tubuh yang terkait dengan seks merupakan bagian dari perilaku paraphilia disebut eksebisionis

Berita di media massa dan media online serta kabar di media sosial pagi ini, 25 Januari 2023, menyebutkan seorang laki-laki pembeli bensin di sebuah penjual bensin eceran di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsul), menunjukkan penisnya ke perempuan penjual bensin.

Berita itu bersumber dari informasi yang viral di media sosial. Peristiwa tersebut terjadi sebuah kios bensin Pertamini di Jalan Amd Sugiwaras, Kelurahan Talang Jambe, Kecamatan Sukarami, Palembang, Selasa, 24 Januari 2023, sekitar pukul 07.30 WIB.

Perilaku laki-laki itu dikenal dalam ketegori seksualitas sebagai paraphilia yaitu menyalurkan dorongan seksual dengan cara yang lain.

Hal itu dikenal sebagai eksebisionisme yaitu secara paksa menampilkan alat kelamin atau bagian tubuh intim lainnya sebagai perilaku dorongan seksual di depan umum.

Laki-laki atau perempuan pelaku eksebisionisme akan merasa terangsang dan puas jika ada reaksi spontan, seperti berteriak atau berlari, dari orang-orang yang melihatnya.

Seorang eksibisionis adalah seseorang yang mencoba menarik perhatian orang lain secaa seksual dengan cara yang dianggap konyol oleh kebanyakan orang.

Selain menunjukkan alat kelamin, payudara dan bagian-bagian tubuh yang terkait dengan seksualitas, ada juga eksebisionis yang melakukan gerakan-gerakan seks, seperti onani atau masturbasi, di depan umum biasanya di angkutan umum.

Suatu pagi di tahun 1980-an seorang teman cewek yang setiap hari naik KRL dari arah Bogor ke Jakarta terkejut bukan alang-kepalang karena dia memegang, maaf, penis laki-laki yang didorong ke bagian belakangnya.

Pagi itu KRL, seperti biasa penuh sesak. Teman cewek itu berdiri. Kedua tangannya ke atas berpegangan pada pegangan yang disediakan.

Dia merasa ada benda yang mendorong-dorong roknya persis, maaf, dibelahan pantatnya. Dengan spontan dia menurunkan salah satu tangganya mencari benda tersebut.

Astaga …. Yang dia pegang penis seorang laki-laki yang basah. Laki-laki itu hanya nyengar-nyengir ketika dibentak teman tadi. Itulah ekspresi laki-laki itu yang menunjukkan kepuasan seksualnya yang diperolehnya pagi itu.

Selain eksebisionis sudah banyak kasus perilaku paraphilia yang ditangani polisi di Indonesia, antara lain:

Infantofilia – laki-laki dewasa yang menyalurkan dorongan seksual dengan bayi umur 0-7 tahun

Pedofilia – laki-laki dewasa yang menyalurkan dorongan seksual dengan anak laki-laki dan perempuan umur 7-12 tahun dengan cara-cara yang halus, seperti dijakan anak asuh, anak angkat bahkan dijadikan isteri

Cougar – perempuan dewasa yang menyalurkan dorongan seksual dengan remaja laki-laki

Bestialis – orang-orang yang menyalurkan dorongan seksual dengan binatang

Nekrofilia – orang-orang yang menyalurkan dorongan seksual dengan mayat

Yang perlu diingat laki-laki yang melakukan sodomi terhadap anak-anak, baik dengan laki-laki atau perempuan tidak otomatis seorang pedofilia karena sodomi adalah istilah hukum terkait dengan hubungan seksual yang tidak pada tempatnya.

Pedofilia tidak membeli seks karena mereka melakukannya dengan cara-cara yang halus yaitu dalam bentuk anak asuh, ponakan asuh bahkan dijadikan istri.

Parafilia jadi masalah hukum jika dilakukan dengan cara-cara yang melawan hukum, seperti dilakukan di depan umum yang menggangu ketertiban umum, menggali makam untuk disetubuhi atau membunuh untuk disetubuhi.

Selain itu melakukan hubungan seksual, seks vaginal, oral dan anal dengan anak-anak di bawah umur juga merupakan perbuatan yang melawan hukum.

Masalah yang yang sering terjadi korban paraphilia banyak yang memilih diam karena sebagian orang di negeri ini selalu membalut lidahnya dan memakai baju moral dengan selalu menyalahkan korban.

Selain itu terjadi pula pemaparan yang menelanjangi korban, seperti ‘the second rape’ di media, juga pihak kepolisian yang memberikan ‘panggung’ kepada pelaku kejahatan seksual sebagai ‘pembelaan.’

Misalnya, mengatakan bahwa seorang pelaku sodomi merupakan seseorang yang pernah jadi korban sodomi, tapi polisi tidak melakan visum et repertum terhadap pelaku yang mengaku korban sodomi.

Maka, amat disayangkan dalam KUHP baru tidak ada sanksi pidana bagi orang-orang yang menyalahkan korban kejahatan seksual.

Menyalahkan korban kejahatan seksual yang dilakukan sebagai orang yang sok moralis di masyarakat jadi aspek pembelaan bagi pelaku kejahatan seksual di Indonesia.

Maka, tidaklah mengherankan kalau kejahatan seksual, bahkan terjadi di instasi serta institusi pendidikan dan keagamaan, akan terus terjadi di Indonesia karena ada pembelaan bagi pelaku dan menyalahkan korban. (Sumber: tagar.id, 25/1-2023). *

Tinggalkan Balasan

1 komentar

  1. Kita perlu hati-hati pada orang-orang yang memiliki penyakit tersebut. Ingat saat kuliah dulu, ada orang yang punya penyakit itu menyatroni tempat kost kami. Kebetulan penghuninya perempuan semua. Setiap malam dia memperlihatkan ‘anu’-nya di jendela kaca. Dan pasti itu menjadi teror buat para mahasiswa. Terima kasih sudah berbagi informasi.