Besok Lebaran

 

Jakarta (Kemenag) — Pemerintah menetapkan 1 Syawal 1446H/2025 M jatuh pada Senin, 31 Maret 2025. Penetapan ini didasarkan pada keputusan sidang isbat yang dipimpin Menteri Agama Nasaruddin Umar, di Kantor Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin No. 6, Jakarta, Sabtu (29/3/2025)

BESOK LEBARAN

Besok pagi, Senin 1 Syawal 1446 Hijriah terdengar suara Takbir akan menggema di langit.

Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar. Laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar walillaahil hamd.

Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar Allaahu akbar kabiiraa walhamdulillaahi katsiiraa wasubhaanallaahi bukrataw wa ashillaa.

Laa ilaaha illallallahu walaa na’budu illaa iyyaahu Mukhlishiina lahuddiin Walau karihal kaafiruun Walau karihal munafiqun Walau karihal musyriku

Laa ilaaha illallaahu wahdah, shadaqa wa’dah, wanashara ‘abdah, wa a’azza jundah, wahazamal ahzaaba wahdah. Laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar walillaahil hamd.

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah dan Allah Maha Besar.

Allah Maha Besar dan segala puji hanya bagi Allah

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Allah maha besar dengan segala kebesaran. Segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya. Dan maha suci Allah sepanjang pagi dan sore.

Tiada Tuhan selain Allah dan kami tidak menyembah selain kepada-Nya dengan memurnikan agama Islam meskipun orang kafir, munafiq dan musyrik membencinya.

Tiada Tuhan selain Allah dengan ke Esaan-Nya. Dia menepati janji, menolong hamba dan memuliakan bala tentara-Nya serta melarikan musuh dengan ke Esaan-Nya. Tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar. Allah maha besar dan segala puji bagi Allah,”

Suara-suara syahdu bertalu-talu, menyeruak ke setiap sudut kota dan desa, menggetarkan hati siapa pun yang mendengarnya.

Lebaran telah tiba. Sebuah hari yang dinanti, bukan sekadar karena pakaian baru atau hidangan lezat, tetapi lebih dari itu—hari kemenangan bagi jiwa-jiwa yang telah ditempa dalam sebulan penuh oleh puasa, doa, dan pengendalian diri.

Bagi banyak orang, Idulfitri bukan hanya perayaan, melainkan momentum untuk kembali pada fitrah. Ada sesuatu yang magis dalam kata fitri, yang bermakna suci, bersih, dan kembali ke asal. Seakan-akan sebulan penuh Ramadhan menjadi perjalanan spiritual yang membawa kita ke sebuah titik keseimbangan, di mana jiwa lebih ringan dan hati lebih luas untuk memaafkan.

Hari kemenangan ini mengingatkan kita bahwa hidup bukan hanya tentang mengejar dunia, tetapi juga tentang menyucikan diri dan membangun hubungan yang lebih baik dengan sesama.

Serunya suasana mudik menambah kehangatan Idulfitri. Jalanan penuh dengan kendaraan yang membawa rindu, menuju kampung halaman tempat sanak saudara menanti. Wajah-wajah yang lama tak bersua kini bertemu dalam pelukan hangat. Rumah-rumah di desa kembali ramai, dipenuhi canda tawa dan cerita-cerita masa lalu.

Di kampung-kampung, jalanan akan lebih ramai dari biasanya. Anak-anak berlarian dengan baju terbaik mereka, mengantongi angpau dari para tetua. Di rumah-rumah, keluarga berkumpul, merangkai kembali kisah-kisah lama yang mungkin terlupakan. Di meja makan, ketupat dan opor ayam bukan sekadar hidangan, melainkan simbol persatuan dan kebersamaan.

Namun, ada juga mereka yang merayakan Lebaran dengan kerinduan. Bagi perantau yang tak bisa pulang, momen ini terasa hampa. Bagi yang kehilangan orang terkasih, Lebaran menjadi saat di mana kenangan menyeruak lebih kuat.

Di antara kebahagiaan, ada air mata yang menetes dalam doa-doa panjang. Momen ini menjadi pengingat bahwa hidup terus berjalan, dan setiap pertemuan akan selalu diiringi dengan perpisahan. Meski demikian, doa-doa yang mengalir tetap menjadi jembatan kasih antara mereka yang jauh di dunia dan yang telah pergi mendahului.

Di tengah gegap gempita perayaan, Idulfitri juga membawa refleksi bagi setiap insan. Satu bulan penuh perjuangan menahan hawa nafsu dan membangun kebiasaan baik seharusnya tidak berakhir begitu saja setelah Ramadhan berlalu.

Lebaran bukanlah garis akhir, melainkan awal dari perjalanan baru dengan hati yang lebih bersih, akhlak yang lebih baik, dan semangat untuk terus berbagi kebaikan.

Tradisi saling memaafkan di hari raya menjadi simbol bagaimana manusia selalu memiliki kesempatan untuk memperbaiki hubungan dan melanjutkan kehidupan dengan lebih damai. Momentum ini juga menjadi pengingat bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya datang dari materi, tetapi dari kedamaian hati dan keberkahan hidup.

Idulfitri mengajarkan banyak hal, salah satunya adalah makna memaafkan. Dalam budaya kita, sungkem kepada orang tua adalah tradisi yang tak pernah lekang oleh waktu. Kata-kata mohon maaf lahir dan batin bukan sekadar ucapan, melainkan sebuah niat tulus untuk menghapus jejak-jejak luka yang mungkin tertinggal dalam hubungan antarmanusia.

Meminta maaf dan memberi maaf bukan hanya tentang mengucapkan kata-kata, tetapi juga tentang menerima dengan ikhlas dan merangkul dengan hati yang tulus. Lebaran menjadi momen terbaik untuk kembali menyambung silaturahmi, merajut kasih, dan memperkuat nilai-nilai kekeluargaan.

Maka, di hari kemenangan ini, marilah kita rayakan dengan penuh syukur. Bukan hanya dengan makanan yang melimpah, tetapi dengan hati yang lapang. Bukan hanya dengan pakaian terbaik, tetapi dengan jiwa yang bersih. Karena sejatinya, Lebaran bukan soal apa yang kita kenakan, melainkan bagaimana kita merayakan kehidupan dengan lebih bijak dan penuh cinta.

Semoga kebahagiaan Idulfitri tidak hanya berlangsung sehari, tetapi terus bersemi dalam setiap langkah kehidupan kita. Mari jadikan Lebaran sebagai titik awal untuk lebih baik dalam beribadah, bersosialisasi, dan berbuat kebaikan.

Selamat Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah.
Taqabbalallahu minna wa minkum.

Mohon maaf lahir dan batin.

  • Salam Lebaran
  • BHP, 30 Maret 2025
  • TD

Tinggalkan Balasan