Harmonisasi Agama, Seni, dan Negara: Jalan Humaniora Menuju Masyarakat Beradab
Dalam keragaman Indonesia yang indah ini, kita dihadapkan pada tantangan bagaimana mengharmoniskan unsur agama, seni, dan negara agar mampu membentuk masyarakat yang adil, damai, dan bermartabat. Pendekatan humaniora menjadi kunci untuk menyatukan ketiganya melalui lensa akal, rasa, dan nurani. Tujuannya bukan sekadar toleransi, tetapi membangun peradaban yang menghidupkan Pancasila dalam praktik sehari-hari.
Agama: Sumber Akhlak dan Spiritualitas Kehidupan
Agama dalam pandangan humaniora lebih dari sekadar sistem kepercayaan—ia adalah penanam akhlak mulia, nilai-nilai kasih sayang, kejujuran, dan keadilan. Akhlak yang baik adalah wujud nyata dari ketakwaan, bukan sekadar ritual, melainkan tindakan nyata dalam kehidupan sosial.
Dalam konteks Pancasila, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa menegaskan pentingnya kehadiran nilai spiritual dalam kehidupan berbangsa. Agama menjadi pondasi moral bagi warga negara untuk hidup harmonis, saling menghargai, dan menjunjung martabat kemanusiaan.
Seni: Ekspresi Rasa dan Pelembut Hati
Seni adalah bahasa universal yang menyentuh hati, melewati batas agama, budaya, bahkan politik. Ia menjadi pelembut hati manusia, penghubung rasa antarsesama. Dalam seni, manusia menemukan cermin batin, kebijaksanaan hidup, bahkan nilai-nilai ilahiah.
Lihatlah karya fenomenal Gurindam 12 karya Raja Ali Haji—sebuah karya sastra yang menyatukan kebijaksanaan agama, moral, dan kebangsaan dalam bait-bait indah. Seni semacam ini mampu menyadarkan manusia tentang hakikat hidup dengan cara yang halus, reflektif, dan menyentuh.
Seni juga menjadi media untuk menyampaikan pesan-pesan kebaikan secara kreatif dan damai.
Negara: Pelindung Kehidupan yang Humanis
Negara adalah rumah besar yang seharusnya menghidupi nilai kemanusiaan, bukan hanya hukum dan birokrasi. Dalam semangat humaniora, negara menjadi pelayan rakyat, bukan penguasa semata.
Kehadiran aparatur sipil negara (ASN) yang berintegritas menjadi penentu wajah negara dalam kehidupan publik. Prinsip 5S: Senyum, Sapa, Salam, Sopan, dan Santun harus menjadi budaya pelayanan publik yang membumi. Inilah manifestasi dari sila kedua dan kelima Pancasila—Kemanusiaan yang adil dan beradab, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penutup: Tiga Pilar Satu Tujuan
Agama memberi akhlak dan nilai
Seni melembutkan hati dan menyentuh rasa
Negara menjamin kehidupan beradab dan sejahtera
Jika ketiganya selaras, maka lahirlah masyarakat yang tidak hanya cerdas intelektual, tapi juga cerdas spiritual dan emosional. Inilah esensi dari pendekatan humaniora—membangun bangsa dengan hati, akal, dan rasa.
Sebagai penulis, penerbit, dan penggerak literasi, saya dan Anda memegang moto bersama:
Pena Sehat, Pena Kawan, Pena Saran—menulis dengan tanggung jawab, membangun dengan persahabatan, dan menginspirasi dengan solusi.
- Salam Literasi
- BHP, 11 April 2024
- TD