Topik 03 Jomblowan Tidak Lagi -03
Suatu ketika Arfi mengikuti kuliah mahasiswa angkatan di bawahnya.
Masuk akal, karena sejak semester ke-tiga ia mengambil kredit mata kuliah di bawah standar kawan-kawan angkatannya.
Jumpalah dia dengan si tanggal Dua Juni.
Beberapa kali mereka ada pulang satu bus. Kali si Juni ini turun dari bus, tahulah Arfi di mana kelak ia akan turun dari bus jika ada niatnya untuk sekedar dolan-dolan main ke rumah si Dua Juni.
Baiklah si Dua Juni punya nama. Estriningtyas.
“Oo, di sana lah rumahnya,” batin Arfi. “Ok!”
Nah, ini dia harinya. Satu hari sesudah Arfi melalui hari bahagianya, dibulatkanlah tekadnya kunjungi Estri ke rumahnya. “Sekedar seru-seruan lah,” ungkapnya.
Rapi Ashr, berbekal catatan alamat di buku catatan alamat; buku sebesar 6 cm kali 3 cm, berangkatlah ia.
Sudah terbayang, Estri akan kaget dibuatnya. Seru sekali pasti.
Singkatnya cerita, pada tanggal 2 Juni, Arfi sampai di rumah Estri, si Dua Juni.
Surprise…!
Ya, Arfi dibuat surprise. Estri tidak di rumah.
Walah!
Beruntung, ayah ibunya di rumah, dan mereka betah mengobrol. Maghrib tiba, yang ditunggu tak jua muncul, pulanglah pahlawan kita ini.
Namun, semenjak itu, rajin mereka berdua berbagi cerita. Bertukar buku catatan, dan rupa-rupa bentuk hubungan yang terjalin.
Ya, tentu saja, tak syak lagi, berbagi kebahagiaan berulang tahun. Persis seperti yang telah dibayangkan Arfi. Berarti itu tahun berikutnya. Satu tahun hubungan mereka. Ademmm..
Hebatnya, Arfi tak jua menyatakan komitmennya untuk kelanggengan hubungan. Hmm, betul dugaan kalian! Arfi tak ingin terulang dua nestapa yang berlalu di depan matanya; kendati komitmen, atau yang orang pasti paham istilah “nembak”, atau “ditembak”, sekedar pernyataan, bahwa kedua orang meningkatkan kadar hubungan mereka. Bagi Arfi, faktanya, berakhir dengan kata “putus!” Ooii, sakitnya. “Takkan kuulangi!”, tegasnya.
Bayangkan! Hubungan seperti apa yang mereka jalani. Hanya isyarat yang menunjukkan kedekatan hubungan, dan yakinlah, ada pihak yang meragukan apakah hubungan ini merupakan hubungan serius, atau macam batang tebu yang dijual di tepi jalan penebus dahaga, “habis manis, sepah dilempar ke tong sampah!”. Isyarat saja takkan pernah cukup untuk menegaskan sesuatu!
Menonton film pun dijalani. Bahkan Arfi sampai berucap, “jangan sampai ujian mengganggu acara nonton film!” Ini aslinya hanyalah candaan. Estri pun paham, makanya, keduanya bebas lepas tertawa menanggapinya. Tetapi, ini pun dapat menjadi semboyan yang dipandang serius. Tentulah, mereka bukan jenis yang abai dengan kuliah, bahkan keduanya sudah di ujung masa perkampusan. Keduanya sudah memasuki masa skripsi.
Bagusnya, Arfi selesai sidang skripsi satu semester sebelum Estri. Puji Tuhan! Bayangkan jika yang terjadi sebaliknya! Kuliah pun memulai lebih awal, macam mana pula, sidang skripsi belakangan?!
Baiklah, kita melantur.
Kembali ke soal hubungan.
Suatu saat, tibalah saatnya.
“Jadi ya, nanti ke rumah?” Estri berujar di gagang telepon memastikan.
Sidang skripsi Estri beres, tinggal lagi ambil cetak perbaikan skripsi.
“Berangkat, dulu, Bu”, Arfi berpamitan mengantar Estri ke kios percetakan skripsi di daerah Empang Tiga; ada beberapa tempat fotokopi tepatnya yang berderet sepanjang jalan. Agak sedikit ke Utara sebetulnya.
Lima menit di awal perjalanan ke percetakan, di dalam Taft, Estri membuktikan pembicaraan, “tadi ditanya oleh Abah”.
“Apa ya?” balas Arfi seraya tetap fokus mengendarai mobil, dan santai.
“Si Arfi itu mau apa dia?! Main ke rumah, bolak-balik! Serius atau main-main?!” lanjut Estri ketika ia memastikan Arfi mendengar seksama ucapannya.
“Ya, serius lah, Es. Tak ada lah niatan buat main-main, Es!”, tegas Arfi menanggapi keraguan Estri perihal hubungan mereka. Entah terlihat atau tidak, sepertinya hati Estri melonjak kegirangan, betapa bahagianya sore itu.
Ini terbukti, dari apa yang dilakukan Estri berikutnya. Ya, kalian tahulah. Mobil di parkir berseberangan dengan kios fotokopi. Diperlukan upaya menyeberang jalan.
Tahu apa yang terjadi?
Estri menggamit tangan Arfi seketika Arfi mengulurkan tangannya bergandengan menyeberang jalan. Dan itu, kali pertama mereka bersentuhan dengan sengaja.