Mengulik Romantisme Pak Tjip dan Bu Roselina dalam Cerpen “Cinta dan Kesetiaan”

Ilustrasi: www.kompasiana.com/roselinatjiptadinata

 

Menjalani rumah tangga tidaklah semudah yang dibayangkan, meski saat awal sudah memiliki modal cinta. Banyak pasangan yang harus menyerah dan berpisah dengan pasangan yang dulunya sangat diimpikan.

Tidak dengan Pak Tjiptadinata dan Bu Roselina. Meski secara pribadi, saya belum pernah bersua, namun dari tulisan-tulisan beliau berdua sangat menunjukkan bahwa rumah tangga mereka bisa dilalui dengan segala pengalaman suka-duka.

Setidaknya, saya membaca sebuah kisah yang ditulis oleh Pak Tjip dalam bentuk cerpen. Cerpen itu ditulis dengan keterangan kalau true story.

Cerpen dengan judul “Cinta dan Kesetiaan” yang ditulis pada 4 Oktober 2019. Dalam cerpen ini tokoh Andre —Pak Tjip muda— menjalani kehidupan awal pernikahan dengan prihatin. 

Pada awal cerita, Andre belum tidur meski sudah larut malam dan cuaca sedang hujan. Dia duduk pada kasur tipis yang sudah usang. Dia risau memikirkan hadiah apa yang akan diberikan untuk Lina —Bu Roselina muda—, sang istri tercinta, karena esok hari adalah hari ulang tahun pernikahan yang pertama. Dia merasa tak mampu memberikan hadiah untuk Lina. 

Dalam keadaan belum tidur itu, dia menatap wajah pucat Lina yang sedang sakit. Ada rasa sedih di hatinya, karena belum bisa membahagiakan gadis cantik yang selalu ceria.

Pasangan Andre dan Lina ini bekerja di pabrik karet di pinggiran kota Medan. Diceritakan pula kalau tabungan mereka habis saat mencoba peruntungan untuk berdagang keliling.

Barulah dia bekerja di pabrik. Sedangkan Lina bekerja di kantor. Untuk berangkat kerja, mereka cukup berjalan kaki.

Meski sama-sama sudah bekerja, namun pendapatan yang mereka peroleh ternyata hanya cukup untuk makan. Saking kurangnya pendapatan, jas yang dikenakan saat pernikahan, harus berakhir di pasar loak.

Pada pagi harinya, Andre memutuskan untuk mencari bunga liar di belakang pemondokan mereka. Lalu dituliskannya surat untuk istri tercinta. Saya kutip surat yang ada di cerpen Pak Tjip.

Lina, sayangku. Hari ini adalah Ulang Tahun Pernikahan kita yang pertama. Kado yang dapat kuhadiahkan padamu adalah seluruh cinta dan kesetiaanku. Maafkanlah aku ya Sayang, karena aku tidak memiliki apapun yang berharga untuk diberikan kepadamu, selain dari cinta dan kesetiaan.

Desa Petumbak, Timbang Deli, 2 Januari 1966

Surat itu sangat menyentuh dan menunjukkan sisi perhatian, sayang dan cinta Andre atau Pak Tjip tepatnya kepada istri. So sweet banget!

Lanjut ke kisah dalam cerpen itu, Lina ternyata sangat terharu dan bahagia saat terbangun dan mendapati bunga liar sekaligus surat yang telah dibacanya. Dia tidak menuntut hal mewah untuk kado pernikahan mereka.

Baca saja apa yang dikatakan Lina dalam cerpen itu, “Andre, bagiku cinta dan kesetiaan adalah kado terindah. Sungguh. Satu-satunya laki-laki yang kucintai adalah dirimu, kini dan selamanya.”

Jika kita sering mendengar bahwa ucapan adalah doa, maka doa dari Andre atau Pak Tjip ini benar-benar sebuah doa dan sampai menginjak usia pernikahan yang ke-60, rumah tangga masih terjaga dan langgeng.  

Kisah mereka berdua patut menjadi contoh bagi pasangan yang tentunya terus berjuang untuk terus langgeng, bahwa dalam berumah tangga itu memang penuh dengan suka-duka. Hal yang harus diingat oleh pasangan suami istri adalah seseorang harus terus memupuk terus cinta dan kesetiaan bagi pasangannya. Pasangan yang menemani kita harus diperlakukan baik, dalam kondisi apapun.

Semua harus meyakini bahwa roda hidup akan terus berputar. Jika pada awal pernikahan sangat prihatin, akan tetapi dalam perjalanan harus ada pembuktian rasa cinta, sayang kepada pasangan. Salah satunya dengan tekun dan pantang menyerah untuk mencari nafkah. Ketika suatu saat sudah sukses dan perekonomian membaik, kesetiaan harus terus dijaga. 

Lelaki yang memuliakan istrinya akan membahagiakan istri sehingga rumah tangga akan mengabadi. Jadi, modal cinta bisa terus berkembang, tak terhenti saat badai menerpa rumah tangga.

Kini, menjelang enam puluh tahun pernikahan Pak Tjip dan Bu Lina, bukti perjalanan panjang dari mereka untuk terus bertahan dapat kita saksikan. Sampai kini pun, kisah mereka masih bisa dibaca dan sangat menginspirasi baik dalam bentuk tulisan fiksi maupun non fiksi. Catatan hidup mereka sangat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Mereka adalah sosok yang sangat Pancasilais, jika dihubungkan dengan nilai Pancasila.

Kepada siapapun mereka ramah. Tak sungkan untuk menyapa lewat kolom komentar di tulisan para senior maupun junior di dunia tulis menulis. Selain itu kadang memberikan kejutan dengan mengirimkan pesan melalui WhatsApp.

Untuk menutup tulisan saya ini, saya ucapkan selamat ulang tahun pernikahan yang ke-60, Pak Tjip dan Bu Roselina. Teriring doa, semoga Pak Tjip dan Ibu selalu dilindungi Allah, sehat, bahagia selalu dan dikaruniai usia yang berkah.

 

Tinggalkan Balasan