Terpenjara Semalam di Nairobi

Berita, Wisata28 Dilihat

Pesawat Kenya Airways Embaer 190 buatan Brasil sudah parkir di Bandara Gregoire Kayibanda  yang terletak di kawasan Kanombe, kira-kira 14 kilometer dari pusat kota Kigali. Pesawat ini pula yang akan membawa saya terbang ke Nairobi, ibukota Republik Kenya setelah beberapa hari menikmati pengembaraan di negeri seribu bukit dan sejuta senyum, Rwanda.

Ini adalah kali kedua saya mendarat di JKIA atau Jomo Kenyatta International Airport yang menjadi pintu gerbang utama negeri Kenya . Suasana bandara di siang itu tidak terlalu ramai dibandingkan kunjungan pertama saya beberapa hari yang lalu.

Dengan cepat saya antre di kaunter  Visa On Arrival dan dalam waktu sekitar 5 menit Visa berwarna biru mudah dengan tulisan tangan sudah tertempel dengan rapi setelah membayar tunai 50 USD. Petugas imigrasi hanya bertanya tujuan  datang ke Kenya, yang dijawab dengan pasti yaitu Safari ke Maasai Mara.

Pemeriksaan bea cukai juga berlangsung lancar dan barang bawaan sama sekali tidak diperiksa. Maklum Kenya memang menjadi salah satu tujuan utama wisata di Afrika Timur. Tujuan pertama adalah menuju hotel yang  berada di pusat kota Nairobi. Mengingat reputasi kota  Nairobi yang  terkenal dengan tingkat kriminalitas yang tinggi dan bahkan mendapat julukan kurang  enak yaitu Nairobbery maka saya pun menuju kaunter taksi yang berada di dalam terminal kedatangan.

Setelah membayar 2000 Shilling atau 25 USD, seorang gadis mengawal saya menuju barisan taksi berwarna kuning yang menunggu dalam antrean.  Sang sopir seorang pria berumur sekitar empat puluhan menyambut  dengan ramah. Sopir taksi itu bahkan berseragam rapi dengan kemeja putih lengan panjang dan berdasi hitam. Setelah  menyebut tujuan ke  Crowne Plaza Nairobi yang terletak di Kawasan  Uphill Nairobi, taksi pun segera meluncur di jalan yang lebar dan mulus menuju pusat kota.

Selamat datang di Nairobi.  Sekilas kota ini mirip dengan kota-kota besar lainnya di dunia, penuh dengan gedung pencakar langit dan juga padatnya lalu lintas. Taksi meluncur ke kawasan hotel yang ternyata terletak sedikit di atas bukit di daerah perkantoran dan juga kedutaan.  Jalan-jalan di dekat hotel kebetulan sedang diperbaiki sehingga kondisinya berdebu dan kurang nyaman. Akhirnya setelah sekitar setengah jam berkendara, saya pun dengan selamat tiba di hotel.

Setelah beristirahat sebentar, saya  menuju ke resepsionis untuk meminta peta  kota dan bertanya tempat mana saja yang bisa dikunjungi di sekitar hotel dengan berjalan kaki. “Anda jangan berjalan kaki di sekitar sini, sangat tidak aman bagi Anda!” demikian saran resepsionis kepada saya.  Kalau Anda ingin pergi ke suatu tempat, saya bisa panggilkan taksi saja.

Kemudian saya sempat keluar dan berjalan di halaman hotel. Suasana tidak terlalu ramai dan memang terasa agak seram untuk berjalan lebih jauh. Akhirnya saya pun kembali ke lobi hotel saja. Dan kemudian menikmati pemandangan kota Nairobi dari jendela kamar saya yang terletak di lantai tiga.

Namun saya masih bisa menghibur diri karena esok akan jalan-jalan juga di kota Nairobi seperi melihat jerapah di tengah kota, termasuk rumah yatim bagi gajah dan museum yang pernah difilmkan dalam Our of Aricra. Biar lag sore dan malam ini beristirahat dulu sejenak menikmati makan malam di hotel.

Akhirnya karena sore itu saya memang tidak punya tujuan yang pasti di Nairobi, saya hanya menghabiskan waktu di hotel sampai malam. Malam pertama saya di Nairobi hanya dihabiskan dengan bersantai dan menikmati suasana Afrika  Timur di hotel. Dengan kata lain, malam pertama  di Kenya,  terasa bagaikan dipenjara di kamar hotel sendiri.

16 Des 2020

 

Tinggalkan Balasan