Mencabut Amanah yang Belum Waktunya

Peristiwa, Politik54 Dilihat

“Mencabut Amanah Sebelum Waktunya”

Manusia tidak berkuasa atas apa pun, karena kuasa manusia dibawah kekuasaan Yang Maha Berkuasa.

Semua tindakan dan perilaku manusia dibawah pengawasan-Nya, berhasil atau tidak, lancar atau tidak usaha manusia, tergantung Ridho-Nya.

Jabatan dan kekuasaan itu adalah amanah-Nya, meski pun yang mengupayakannya adalah manusia, namun tidak lepas dari campur tangannya. Jadi kata Tuhan, maka jadilah, begitu juga sebaliknya. Dicabutnya sebuah amanah pun tidak terlepas dari campur tangan-Nya, tidak ada yang bisa dipaksakan kalau sebelum waktunya.

Ada dasarnya sebuah amanah dicabut, karena ketidakmampuan, ingkar terhadap apa yang diamanahkan, dan melakukan tindakan penyalahgunaan jabatan melampaui batas. Dimata manusia saja hal seperti ini sudah dianggap salah, apalagi di mata Tuhan, dan pastinya Tuhan meridhoi jika amanah tersebut dicabut, meskipun belum waktunya.

Tapi, ketika seseorang yang amanah, dan bertanggung jawab terhadap jabatannya, dan mampu mengemban amanah dengan baik, namun dipaksa untuk dicabut jabatannya, hanya atas dasar pandangan manusia, pastinya tidak mudah. Pandangan manusia itu sangat subjektif, dan cenderung mengikuti hawa nafsu.

Buruk dalam pandangan manusia, belum tentu buruk dalam pandangan Tuhan, sebaliknya pun demikian. Ikhtiar manusia tetap saja membutuhkan ridhonya Tuhan, kalau Tuhan belum meridhoinya, manusia tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau pun dipaksakan, hanya akan mendatangkan kemudharatan.

Berkaca pada negara Libya, yang makmur saat dipimpin Muammar Khadafi, yang dibunuh secara biadap oleh sekelompok manusia, yang merasa lebih pantas memimpian Libya. Namun apa lacurnya, negara yang begitu makmur tadinya, hancur begitu saja, dan rakyatnya menjadi miskin papa.

Inilah satu bukti bahwa Tuhan tidak meridhoinya, sehingga apa yang dilakukan malah memperburuk keadaan, bukanlah memperbaiki keadaan. Tidak ada usaha yang baik, jika dipenuhi dengan nafsu keserakahan, karena Tuhan tahu jalan yang terbaik yang harus dilakukan manusia.

Saya tidak ingin mengatakan bahwa Rezim Muammar Khadafi tidak bersalah, tetap ada andil Khadafi dalam keruntuhannya. Otoritarian Khadafi yang berkuasa 34 tahun, juga menjadi dasar pergolakan masyarkat menentang kekuasaannya. Tapi, adanya penyusup yang ikut menunggangi perlawan rakyat Libya, memperparah keadaan.

Keberhasilan penggulingan rezim Khadafi tidak dibarengi dengan munculnya kesejahteraan masyarakat Libya, namun malah menghasilkan konflik baru yang semakin rumit. Berikut dampak konflik Libya:

• Munculnya ribuan korban jiwa dari masyarakat sipil
• Adanya konflik antargolongan yang berebut kekuasaan pasca kejatuhan Khadafi
• Instabilitas harga minyak dunia

Satu sisi memang bisa dilihat, Khadafi menerima balasan tindakannya yang otoriter, namun disisi lain, akibat tergulingnya rezim Khadafi, tidak memperbaiki keadaan masyarakat Libya, malah semakin buruk dan terpuruk. Artinya ada yang salah dalam peralihan tersebut, bisa jadi sangat disesali oleh masyarkat Libya sendiri.

Memang mempertahankan kekuasaan dengan cara-cara yang salah juga tidak baik, tapi selama dalam koridor konstitusional, dan tidak mengorbankan rakyat yang dipimpin, sah-sah saja. Pemimpin haruslah amanah, sesuai dengan kehendak dan keinginan masyarakat, juga sesuai dengan konstitusi yang berlaku.

Penggulingan kekuasaan yang bertentangan dengan konstitusi pun, tidaklah akan memperbaiki keadaan. Tidak ada yang bisa dilakukan manusia, tanpa ridho yang Maha Kuasa. Pemaksaan kehendak, hanya akan mendatangkan kemudharatan, karena tanpa memperoleh ridho-Nya.

Seseorang yang terguling dari kekuasaannya bisa dilihat dari dua sisi, pertama, apakah memang sudah waktunya dia terguling? Kalau memang sudah waktunya, maka keadaan selanjutnya akan lebih baik. Tapi jika dia terguling belum pada waktunya, atau karena digulingkan secara paksa, maka bisa saja keadaan menjadi tambah buruk.

Ajinatha

Tinggalkan Balasan