Mari menjadi Guru Profesional

Edukasi, Humaniora212 Dilihat

Mari menjadi Guru Profesional

Guru mempunyai peran yang sangat strategis dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan nasional khususnya di bidang pendidikan, sehingga perlu dikembangkan sebagai tenaga profesi yang bermartabat dan profesional.  Guru merupakan salah satu unsur pokok yang harus ada setelah anak didik dalam suatu pembelajaran.  Jika seorang guru tidak profesional maka anak didik akan mengalami kesulitan dalam pertumbuhan dan perkembangannya.  Guru yang memiliki strategi yang bagus dalam setiap kegiatan pembelajaran tentunya akan memberikan dampak yang baik kepada anak didik, sehingga anak didik akan mudah menyerap materi yang disampaikan guru.

Secara umum, baik sebagai pekerjaan ataupun sebagai profesi, guru selalu disebut sebagai salah satu komponen utama pendidikan yang amat penting ( Suparlan, 2006).  Guru, siswa dan kurikulum merupakan tiga komponen utama dalam sistem pendidikan nasional.

Negara maju seperti Jepang adalah salah satu contoh keberhasilan dalam pendidikan.  Ketika Nagasaki dan Hiroshima dibom oleh Amerika, Jepang saat itu lumpuh total.  Maka Jepang terpaksa menyerah kepada sekutu dan setelah itu Kaisar Hirohito mengumpulkan semua jendral yang tersisa dan menanyakan kepada mereka “Berapa jumlah guru yang tersisa?”.  Para jendral pun bingung mendengar pertanyaan Kaisar Hirohito dan menegaskan kepada Kaisar bahwa mereka masih bisa menyelamatkan dan melindungi walau tanpa guru.  Namun, Kaisar Hirohito kembali berkata, “Kita telah jatuh, karena kita tidak belajar.  Kita kuat dalam senjata dan strategi perang.  Tapi kita tidak tahu bagaimana mencetak bom yang sedahsyat itu.  Kalau kita semua tidak bisa belajar bagaimana kita akan mengejar mereka? Maka kumpulkanlah sejumlah guru yang masih tersisa di seluruh pelosok kerajaan ini, karena sekarang kepada mereka kita akan bertumpu, bukan pada kekuatan pasukan”.

Betapa besar penghargaan yang diberikan kepada guru sebagai pejuang negara. Tanpa guru, mungkin Jepang sampai saat ini akan terpuruk.  Kemajuan Jepang di era sekarang menjelma menjadi negara maju  yang memiliki  tingkat perekonomian dan teknologi yang tinggi dibandingkan negara-negara lain.  Kisah ini merupakan ilustrasi tentang begitu bernilainya sosok seorang guru.

Sebuah negara bisa masuk kategori maju atau tidak dilihat dari Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia.  HDI adalah alat pengukuran perbandingan yang dilihat dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar  hidup suatu negara.  Dari tahun ke tahun sebenarnya HDI Indonesia naik, namun berkisar 0,6 jauh tertinggal dengan Singapura, Malaysia, Brunai, Thailand, dan Philipina.  Badan Program Pembangunan di bawah PBB (UNDP) dalam laporan Human Development Report 2016 mencatat, HDI Indonesia pada 2015 berada di peringkat 113, turun dari posisi 110 di 2014 dari 188 negara. Dilihat dari segi pendidikan masa depan, beberapa program yang harus segera direalisasikan adalah peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru, memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk menikmati pendidikan dan peningkatn anggaran riset dalam dunia pendidikan.

Menjadi profesional berarti menjadi ahli dalam bidangnya.  Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, menjadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang dipadukan dengan skill atau keahliannya.

Profesi pendidik anak usia dini dijelaskan sebagai status pekerjaan yang mempunyai penghasilan memadai, mempunyai wawasan pengetahuan dan menunjukkan kinerja dengan kualitas yang tinggi (Morrison, 1994).  Prinsip profesional bagi guru antara lain terdapat pada Pasal 7 Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005, yaitu : (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme; (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia; (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai bidang tugas; (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan bagi guru.

Disebutkan dalam Undang-undang  Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa seorang guru profesional harus memiliki 4 macam kompetensi yaitu :

(1) kompetensi pedagogik yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi : (a) konsep, struktur dan metode keilmuan/teknologi/seni yang menaungi dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan monsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; (e) kompetisi secara professional dalam konteks global dengan tetap melestarikan  nilai dan budaya nasional.

(2) kompetensi kepribadian merupakan kemampuan kepribadian yang mencerminkan kepribadian yang : (a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan.

(3) kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi/kurikulum dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut serta menambah wawasan keilmuan.

(4) kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik;  dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

Terlepas dari persyaratan kompetensi yang dituntut dalam Undang-Undang Sisdiknas, UU Guru, dan Peraturan Menteri lainnya; pertanyaan yang paling penting diajukan adalah apakah kita benar-benar serius menjadi guru yang profesional? Undang-Undang itu hanya koridor, motivasi utama untuk menjadi guru seharusnya berasal dari dalam diri kita sendiri.

Jika kita cermati, orang-orang yang berhasil dalam hidup dan profesinya adalah orang-orang yang benar-benar sepenuh hati menekuni bidangnya.  Tidak setengah-setengah, iseng, asal jadi, atau sambil menunggu pekerjaan yang lebih menguntungkan.  Kalau ingin menjadi guru yang benar-benar profesional maka seluruh energi, tenaga, waktu dan perhatian kita kerahkan utnuk kemajuan pendidikan Indonesia.  Jika ada permasalahan maka seorang guru tersebut bisa menyelesaikannya dengan arif dan bijak.

Namun pada kenyataannya, banyak ditemui menjadi guru seperti pilihan profesi terakhir.  Profesi yang sudah mentok tidak ada pekerjaan lain dengan gaji  yang kecil.  Padahal guru adalah mata rantai dan pilar peradaban bagi proses perubahan dan kemajuan suatu bangsa.

Menjadi guru merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi semua yang membidangi profesi ini dan memberikan layanan yang memuaskan bagi anak dan keluarganya.  Apalagi sekarang dengan adanya sertifikasi, guru harus lebih ditingkatkan lagi keprofesionalannya.  Walaupun tidak kita pungkiri di sekitar kita masih banyak guru “Oemar Bakri” dengan penghasilan yang belum memenuhi kebutuhan bagi keluarganya.

Faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru antara lain : (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh sebagian guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga dia tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan diri baik membaca, menulis, maupun kegiatan pengembangan lainnya; (2) belum adanya standard profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan adanya perguruan tinggi swasta yang mencetak guru asal jadi tanpa memperhitungkan outputnya kelak di lapangan; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri.

Sehubungan dengan itu, pemerintah terus berupaya mencari alternatif untuk meningkatkan kualitas dan kinerja profesi guru.  Terobosannya dengan melakukan standar kompetensi dan sertifikasi guru.  Diharapkan akan adanya perbaikan tata kehidupan yang lebih adil dan tegaknya kebenaran dan keadilan di kalangan guru.  Dalam pada itu, guru dapat melaksanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan, perkembangan zaman, karakteristik lingkungan dan tuntutan global.  Sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi profesional dan memperoleh pengakuan atas kompetensi guru atau calon guru yang memenuhi standar untuk melakukan pekerjaan profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu.

Menurut Bhaskara Rao (Suparlan, 2005) dalam buku yang berjudul Teacher in a Changing World mengusulkan tujuh program peningkatan profesionalisme guru : (1) proses seleksi, (2) persiapan awal, (3) pemagangan, (4) sertifikasi, (5) pengembangan karir, (6) sikap dan tanggung jawab sebagai pekerjaan profesional guru yang mempunyai etika dan perilaku, (7) status terkait dengan pengakuan sosial pada profesi guru, insentif dan sistem reward.

Profesi guru merupakan profesi yang kompetitif, yang menuntut semua anggotanya untuk selalu meningkatkan profesionalismenya.  Dalam hal ini, guru harus menjadi agen perubahan yang mampu mengembangkan kepribadian yang utuh, berakhlak dan berkarakter.  Untuk kepentingan tersebut, diperlukan guru ideal yang mempunyai kompetensi memadai dan dapat dipertanggungjawabkan secara profesional.  Tidak ada seseorang yang tiba-tiba menjadi profesional, melainkan ia telah terlatih dalam menyelesaikan masalah-masalah.  Kunci yang terpenting di sini adalah semangat untuk terus menambah ilmu dan keterampilan menghadapi anak-anak.

#Tantangan hari ke-5 Lomba Menulis di Blog menjadi Buku

Tinggalkan Balasan