Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (7)
Bab.7
Akmal Ingin Berhenti Sekolah
Untuk kedua kalinya, saya kembali kehilangan Akmal. Terakhir kali bertemu di ruang TU ketika dia dan kakeknya mengurus pencairan bantuan pemerintah untuk siswa kurang mampu. Awalnya saya mengira, setelah membeli hape, Akmal akan aktif mengikuti pembelajaran online. Namun nyatanya, dia hanya mengikuti 1 kali saja. Selanjutnya, nyaris tak terdengar lagi kabar beritanya. Hal ini kembali mengusik perhatian saya dan Bu Lyta, guru BK kelas IX.
Ingin mengetahui kondisi Akmal yang sebenarnya, kami bersepakat untuk mengadakan home visit ke rumahnya. Kebetulan rumahnya tak jauh dari sekolah. Hanya berjarak sekitar 1 km saja. Tak akan memakan waktu lama. Dengan Si Kukut Beat warna oranye, saya membonceng Bu Lyta ke lokasi.
Sesampainya di tempat yang kami tuju, saya menyimpan sepeda motor di dekat lapang volley sebelah rumahnya. Rumah yang dicari tak terlalu sulit untuk ditemukan. Sebuah rumah tua peninggalan zaman Belanda yang sudah lama kosong. Bangunan ini bisa mereka tempati setelah pemda setempat menghibahkannya. Kakeknya dulu pernah bekerja sebagai pegawai di lingkungan pemda, sehingga layak untuk mendiaminya. Di siang hari tempat ini tak kelihatan menyeramkan. Berbeda dengan suasana di malam hari. Telah banyak cerita dari mulut ke mulut tentang seramnya kawasan ini. Tapi untuk Akmal dan keluarganya, keseraman itu tak berlaku. Dengan menghuninya saja mereka sudah bersyukur.
Sebelum masuk ke rumahnya, kami melihat adiknya sedang bermain layangan dengan teman-temannya. Bu Lyta lalu memanggilnya dan menanyakan Akmal, kakaknya. Ternyata yang kami cari kan berada tak jauh dari tempatnya bermain. Saya panggil Akmal segera. Untungnya, dia mengenali kami. Beberapa menit kemudian, kami sudah berada di dalam rumahnya. Sebagai rumah tinggal, kami anggap cukup layak untuk dihuni. Ada ruang tamu dengan kursi sofa yang sudah usang. Lantai yang hanya disemen. Di tengah rumah, ada meja kecil tempat menyimpan televisi sebagai sumber hiburan. Dan lurus ke belakangnya, adalah dapur dengan kayu triplek sebagai pembatasnya. Entah di mana kamar tidurnya. Kami tak perlu mencarinya. Yang kami butuhkan adalah alasan Akmal menghilang lagi.
Dalam percakapan kami, kakeknya menyebutkan bahwa ibu Akmal telah lama meninggal dunia karena suatu penyakit. Sedangkan ayahnya yang seorang tukang becak, telah meninggalkan anak-anaknya entah kemana. Tak lagi ingat tanggung jawabnya sebagai seorang ayah. Sepeninggal istrinya, sang ayah menjadi seorang pemabuk berat. Mungkin karena tak bisa menerima kenyataan dan takdir yang Allah berikan. Dan sekarang tak tahu di mana rimbanya. Tinggallah Akmal dan adik lelakinya yang duduk di kelas 6 SD, bersama kakek neneknya yang setia mengurus mereka.
Pertanyaan inti kami utarakan kepada Akmal. Kenapa dia tidak pernah mengikuti pembelajaran lagi. Setelah diam beberapa menit, akhirnya Akmal mau membuka mulut. “Saya ngga mau sekolah lagi, Bu,” katanya. Saya dan Bu Lyta agak terkejut mendengar pernyataannya. Inilah yang mengkhawatirkan kami. Dan ini pula yang paling Mas Menteri Nadiem Makarim takutkan dari pelaksanaan PJJ. Ketakutan adanya lost generation alias siswa putus sekolah. Padahal pendidikan adalah hak seluruh anak Indonesia. bagaimanapun kondisinya. Jangan sampai ada siswa yang tidak mendapatkan hak layanan pendidikan yang layak gara-gara pandemi. Dan sekatang, kami sedang menghadapi kemungkian itu. Bagaimapun caranya, Akmal harus dapat kami ajak kembali untuk belajar.
Ketika kami menanyakan keberadaan hapenya yang dulu ia beli, Akmal mengatakan bahwa hapenya telah rusak. Hape itu dia dapatkan dari pamannya. Dan dia tidak mengetahui, apakah hape itu barang baru atau seken Kenyataannya, hape itu sekarang telah rusak dan tak bisa dia pakai lagi. Kasian sekali dia..
Sebagai jalan keluarnya, kami tawarkan dia untuk menggunakan modul yang tersedia di sekolah. Akmal dapat belajar lewat modul dan mengerjakan tugas-tugasnya di kertas selembar. Setelah itu, dia harus mengumpulkannya ke guru mata pelajaran. Sebisa mungkin, Akmal jangan sampai putus sekolah. Apalagi sekarang sudah kelas IX, sebentar lagi ujian kelulusan. Sayang jika harus berhenti di tengah jalan. Sementara tuntutan kerja zaman sekarang mengutamakan lulusan SMA atau SMK.
Akhirnya, sekali lagi kami dapat membujuknya untuk kembali belajar. Setidaknya, hingga dia lulus SMP. Tetap semangat, Akmal. Kami akan selalu bersamamu. Tak lupa kami memintanya untuk meninggalkan kebiasaan bermain di malam hari dengan gengsternya. Dan menasehatinya untuk rajin sholat dan berdoa kepada Allah. Jangan berputus asa, Akmal. Insya Allah, masa depan cerah menantimu. Asalkan kamu mau mendengarkan nasehat kami.
Sampai jumpa lagi..
Salam kebersamaan..
Penulis: Tuti Suryati, S.Pd
Instansi: SMPN 2 Subang
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.
lika liku guru di masa pandemi,
Iya Bu, mksh sdh mampir dan meninggalkan jejak manisnya